Film epik adalah sebuah genre film yang menekankan drama
manusia dalam skala besar. Epik lebih ambisius dalam lingkup dari genre film
lainnya, dan sifat ambisius mereka membantu untuk membedakan mereka dari genre
yang sama seperti bagian periode atau film petualangan.
Epik dalam dunia hiburan jelas lebih dekat dengan nilai kepahlawanan,
keagungan, kemuliaan, keluhuran, dan kehebatan seseorang.
Tak pelak, epik atau kisah kepahlawanan masih menjadi jualan yang laris
dalam dunia hiburan. Kisah kepahlawanan merupakan cerita yang tak pernah ada
habisnya. Sejak peradaban manusia muncul epik selalu menempati urutan teratas.
Tentunya epik ini dibalut dengan berbagai mitologi, yang kemudian menjadi
legenda.
Di industri perfilman, epik adalah salah satu genre yang cukup tua dan memiliki pasar penikmat tersendiri. Karakteristik
film bergenre epik biasanya mengedepankan kaum bangsawan, orang-orang
tertindas, tokoh sejarah, dan pahlawan perang. Film epik tak hanya berhubungan
dengan kemuliaan, keluhuran, dan kepahlawanan. Lebih dari itu, berbicara
tentang film epik berarti berbicara mengenai film berbujet besar. Sebut saja Braveheart, Dances with Wolves, The Last of
the Mohicans, The Alamo, Ben-Hur, dan
Gone with the Wind.
Indonesia tak kalah dalam produksi film bergenre epik ini. Dulu ada Darah dan Doa (1950), Enam Djam di Jogja (1951), Kafedo (1953), serta Lewat Djam Malam (1954).
Selain itu, kenali pula film Pedjuang
(1960); Toha, Pahlawan Bandung
Selatan (1961); Anak-anak Revolusi (1964); dan
Liburan Seniman (1965). Kemudian
pada zaman Orde Baru ada Janur Kuning,
Serangan Fajar, dan G-30-S/PKI,
yang kemudian dianggap sebagai bentuk penyelewengan sejarah pada masa itu.
Ternyata tak mudah
mengkategorikan film dalam genre epik. Tak selamanya film epik memiliki
karakter yang umumnya diketahui oleh publik atau si pembuat film. Tengok saja
film lawas East of Eden, yang memakai
lokasi syuting yang sangat luas dengan panorama yang amat indah. Film ini
bergaya epik, tapi tak memiliki karakter epik yang sesungguhnya.
Ben-Hur dan 300 memiliki
karakteristik yang sama, yakni menceritakan kepahlawanan dengan latar belakang
sejarah. Dua film ini dikategorikan sebagai film bergenre epik. Namun tak
semudah itu! Dua film tersebut dikategorikan pula dalam genre sejarah, bahkan
cenderung lebih dekat ke arah itu. Padahal keduanya memiliki semua
karakteristik film epik. Contoh lainnya Gone
with the Wind yang sangat romantis, tapi dikategorikan film epik.
Detail adalah kekuatan lain
film-film epik yang laris di pasar, yang biasanya berhubungan dengan sejarah
dan kondisi masyarakat kala itu. Film epik dipersiapkan dengan sangat matang,
mulai lokasi, set pengambilan gambar, hingga masyarakat saat itu.
Apakah film epik selalu
berhubungan dengan sejarah atau suatu masa pada waktu lampau? Genre epik dalam
film sedikit-banyak memang berhubungan dengan sejarah. Sebab, inilah dasar
produksi film. Namun tak selamanya film epik berkaitan dengan kisah masa
lampau. Star Wars dan 2001: Space Odyssey adalah contoh genre
film fiksi ilmiah yang juga memuat genre epik—disebut sebagai subgenre fiksi
ilmiah epik dan fantasi epik.
Film epik mencapai
puncaknya pada awal 1960-an. Untuk memproduksi film epik yang baik, Hollywood
kemudian menjalin kerja sama dengan berbagai pihak yang berada di luar Amerika
Serikat, seperti di Maroko dan Spanyol. Hasilnya tidak mengecewakan, dan
film-film-film epik itu termasuk kategori film legendaris, seperti Cleopatra (1963), The Fall of the Roman Empire (1964), dan Doctor Zhivago (1965).
Dalam perkembangannya,
genre film epik kemudian melebar dan bergandengan dengan genre lainnya.
Contohnya film Braveheart (1995)
garapan Mel Gibson yang dimasukkan dalam genre epik sejarah. Begitu pula dengan
film epik sejarah yang berdasarkan keyakinan tertentu, seperti The Passion of the Christ, Mahabharata,
dan The Message. Adapun film Gone with the Wind dikategorikan dalam
subgenre epik roman, sedangkan film fantasi epik yang sangat terkenal adalah
serial Harry Potter dan trilogi The Lord
of the Rings.
Meskipun film epik relatif
menghabiskan bujet produksi yang besar, pemasukannya sangatlah fantastis. Film
epik tersebut adalah film yang laris di pasar dan memberi keuntungan bagi
produsennya, seperti Gone with the Wind,
Avatar, dan Titanic. Semua film itu menangguk angka US$ 2 juta. Sementara itu,
penerima Academy Award terbanyak adalah film epik, yakni Ben-Hur, Titanic, dan The
Lord of the Rings: The Return of the King.
Sumber: MALE Zone by Paksi
Suryo Raharjo, MALE Edisi 94 http://male.detik.com