Cover bertajuk #lastprintissue, Newsweek pada Desember 2012 mengakhiri edisi cetaknya untuk beralih
ke edisi digital. Edisi cetak Newsweek yang pernah mencapai tiras 3 juta
eksemplar perlahan-lahan mulai mengecil sehingga tak mampu lagi untuk menopang
biaya produksi. Berhentinya edisi cetak dari media yang bermarkas di Manhattan,
New York dan telah berumur lebih dari 80 tahun ini menambah daftar panjang
printmedia yang tumbang di daratan Amerika karena pertumbuhan dan peralihan
pembaca online.
Para kampiun media di Indonesia, sudah cukup lama
mewaspadai kecenderungan seperti ini dan menyiapkan langkah peralihan dari
print ke digital (online). Rata-rata
media massa mainstream saat ini telah mempunyai situs berita online dan juga
menerbitkan publikasi cetaknya dalam bentuk digital. Surat kabar harian kini
rata-rata sudah mempunyai versi e-paper yang bisa diakses gratis maupun dengan
cara berlangganan.
Detik.com salah satu pelopor media online di Indonesia yang kini diambil
alih oleh kelompok Trans Corp, bergerak lebih cepat ketimbang yang lainnya.
Detik.com telah menerbitkan dua majalah yang murni dipublikasikan dalam versi
digital. Yang pertama adalah Majalah Detik yang lahir 15 Desember 2011 dan tak
sampai satu tahun kemudian terbit MALE (Mata Lelaki) pada 2 November 2012.
Saya sendiri sempat men-download dan membaca Majalah Detik beberapa edisi, namun karena
isinya tak jauh berbeda dengan berita-berita online lainnya maka kebiasaan men-downloadnya tak saya teruskan lagi. Dan
secara tak sengaja ketika menyambangi detik.com saya melihat cover majalah Mata Lelaki yang ternyata
sudah terbit 12 edisi. Segera saya download
dalam versi PDF di komputer saya.
Tak rugi rasanya membaca MALE ditengah minimnya
majalah laki-laki dewasa yang beredar di tanah air. MALE mengisi ceruk yang
selama ini mungkin hanya diisi oleh Matra (almarhum, pen) dan FHM yang terbit
dalam edisi cetak dan berharga puluhan ribu rupiah. Saya sendiri sudah cukup
lama tak lagi membeli majalah laki-laki dewasa lantaran tak selalu tersedia di
lapak-lapak. Namun kini menjadi mudah dengan hadirnya MALE, cukup sekali sentuh
andai jaringan tidak lelet tak sampai 5 menit lembar demi lembar segera bisa
saya nikmati.
Dan yang penting meski gratisan, apa yang disajikan
dalam MALE bukanlah bahan kacangan. Entah bagaimana mereka bisa memberikan
layanan gratis dengan isi yang memuaskan, saya tak memikirkan hal itu karena
memang bukan urusan saya. Urusan saya sebagai konsumen media adalah berharap
akan lahirnya media-media kategori Digital Interactive Magazine (Newspaper) yang syukur-syukur bisa
ikut-ikutan gratis.
Perubahan memang tidak selalu menghasilkan dampak baik
terutama terhadap media-media yang mapan dan tak mampu menyesuaikan diri dengan
jaman. Tanda-tanda kematian media cetak di Indonesia mungkin masih jauh, namun
dengan semakin bertumbuhnya pemakai smartphone,
manusia-manusia online masa kepunahan
media cetak pasti akan tiba. Maka apa yang dilakukan oleh detik.com dengan
majalah detik dan MALE patut dijadikan batu penjuru yang layak untuk diikuti
sebagai langkah antisipasi jika ingin terus bertahan dalam belantara layanan
informasi. (Yustinus Sapto Hardjanto)
Pondok Wiraguna, 11 Februari 2012
Sumber: