PARA antropolog sudah lama melanglang buana untuk mengungkap berbagai kebudayaan di seluruh jagad. Salah satu temuan merka adalah kenyataan bahwa manusia memiliki berbagai macam standar kecantikan. Leher jangkung seperti jerapah dan daun telinga lebar seperti gajah adalah di antara standar yang sudah lama dikenal oleh para antropolog.
Namun, seriring dengan pesatnya teknologi informasi,
perbedaan itu pun kian mengecil. Maklumlah, kini informasi dan gambar tentang
trend kecantikan bisa menyebar ke seluruh penjuru dunia secara real time dan
murah. Sementara itu kontes-kontes kecantikan, yang menggunakan standar Barat
untuk menentukan pemenang, juga kian marak dimana-mana.
Standardisasi kecantikan, yang hampir seluruhnya
berkiblat pada kebudayaan Barat, kini memang tak terbendung. Miliaran dollar diputar oleh para
industrialis kecantikan disana untuk melakukan globalisasi standar tersebut,
yang sering membuat kaum hawa keranjingan ke salon atau menjubeli beauty shop.
Para dokter bedah plastik pun tak perlu kerja keras untuk menarik
pelanggan.

Survai ini tentu saja sangat bermwnfat bagi para
industrialis kecantikan untuk merancang pengembangan bisnis. Utamanya tentu
saja tekait dengan pengembangan poduk dan strategi pemasaran. Para eksekutif di
industri ini paham betul bahwa secara antropologis konsep dan definsi
kecantikan masyarakat selalu berubah, seiring dengan dinamika kebudayaan budaya
yang tengah berkembang.
Salah satu yang sangat diuntungkan oleh survai seacam
itu tentu saja jaringan salon rambut terbesar di dunia: Regis Corportion.
Perusahaan ini ini kini menaungi lebih 11 ribu salon tata rambut di seluruh
dunia, dan dua sekolah kecantikan – Empire Beauty Schools dan The Hair Design
School - berkelas dunia. Kedua sekolah ini memiliki lebih 100 cabang di 20
negara.
Raksasa kencantikan Shiseido dari Jepang jug tak
ketingalan. Menyadari bahwa produk kecantikan juga telah menjadi simbol
prestise, konglomerat kecantikan ini meluncurkan krim kulit wajah seharga Rp
128 juta per botol dengan bobot isi 50 gram. Krim ini diberi nama La Crème.
Menurut Shiseido, krim ini bisa membuat wajah pemakainya awet muda dan tampak
selalu segar.
Perlu juga dicatat, yang juga membuat La Crème
super-mahal adalah wadahnya. Setiap wadah krim ini dibuat dengan tangan oleh
Crystal Saint-Louis, yang sulit dicari tandingannya di dunia. Wadah ini sungguh
wah karena terbuat dari 30 lapisan Kristal, dan tiga jenjang platina. Nah!
Di Indonesia, meski dalam skala lebih kecil,
perlombaan untuk merebut pasar kecantikan pada dasarnya sama saja. Bedanya,
meski didmonasi produk Barat, di Indonesia telah bermunculan produk dalam
negeri yang berorientasi pada budaya lokal. Salah satu yang kerap dieksploitasi
adalah perawatan kecantikan para putri keraton Jawa, dengan perputaran uang
mencapai triliunan rupiah per tahun.
Mustika Ratu dan Martha Tillar adalah dua nama besar
dalam hal ini, dan keduanya mengandalkan resep kecantikan keraton Jawa untuk
memikat hati para pelanggan. Dalam soal pencitraan, Mustika Ratu tampil sebagai
“Cantik Paripurna Indonesia”, dan Martha Tillar memilih “The Total Natural
Beauty Inspired by Eastern Value and Culture”. Hebatnya lagi, meski berorientas
pada budaya lokal, Kedua raksasa kecantikan Indonesia ini telah mengekspor
produknya ke lebih dari 25 negara di berbagi belahan bumi.
Bila dilihat jauh ke akarnya, kecantikan pada dasarnya
adalah kebutuhan yang bersifat universal. Kecantikan sudah lama menjadi bisnis
serius sejak zaman pra kolonialisme Barat. Sedangkan kisah sukses Martha Tillar
dan Mustika Ratu tak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa budaya kecantikan
lokal masih ada meski globlisasi telah
menjamah seluruh permukaan bumi. Dalam hal ini pepatah East is East, West is
West jelas tetap berlaku.
Persamaan antara West dan East adalah kenyataan bahwa
tampil menawan dan segar selamanya sebagaimana dikisahkan dalam flm Highlander
menjadi obsesi kebanyakan manusia sejak zaman dahulu kala. Persamaan ini pula
yang membuat bisnis kecantikan selalu menawan dimana saja dan kapan saja. (Gigin Praginanto*)
*Mantan
wartawan TEMPO (Jabrik Ekonomi dan Internasional) dan Nikkei (Penerima Nikkei
Editor’s Award). Sekarang konsultan bisnis Indonesia-Jepang sebagai direktur
Indonesia Focus Advisory.
Sumber: MALE Magazine Edisi 52 http://male.detik.com