Revolusi Mental

Istilah “Revolusi Mental” sangat populer belakangan ini. Tapi tanpa disadari  sesungguhnya revolusi telah terjadi di ranah kebudayaan populer. Bukan hanya menyangkut kreativitas, tapi juga perangkat keras atau pun lunaknya. Sebutlah di industri musik, perangkatnya selalu mengalami perubahan terus-menerus, dimulai dari piringan hitam, kaset, compact disc (CD), hingga MP3 yang dikenal sebagai musik digital, yang dapat menyimpan data dalam jumlah besar, jangka panjang, dan berjaringan luas.

Sepanjang 1960 hingga 1970-an terjadi revolusi besar-besaran di panggung kebudayaan populer, khususnya di dunia musik, dan hiburan pada umumnya. Kebudayaan populer bukan lagi sekadar hiburan, tapi meliputi beragam bentuk kreativitas, mulai dari pelampiasan rasa cinta hingga yang berbau politik.  

Revolusi besar dianggap sudah berlalu dan terus dinamis. Namun, tanpa disadari, sebenarnya kembali terjadi revolusi budaya populer pada awal 1980-an. Di dunia musik khususnya, perekam yang dikenal saat itu adalah piringan hitam—yang sudah mulai ditinggalkan ketika itu, dan berganti dengan kaset yang lebih kompak dan ringan dibawa.  

Perubahan terjadi ketika Sony merilis CDP-101, peranti yang digunakan untuk membaca compact disc. Kerja sama antara Sony dan Philips kemudian menghadirkan bentuk CD. Kedua produsen elektronik ini sudah sejak pertengahan 1970-an melakukan penelitian mengenai CD. Baru sekitar akhir 1970-an keduanya bekerja sama.  

CD rekaman pertama yang dirilis adalah Alpine Symphony yang digarap oleh Richard Strauss. Kemudian album Living Eyes milik Bee Gees menyusul. Bee Gees memperkenalkan teknologi digital dan albumnya itu melalui BBC lewat program Tomorrow’s World pada 1981. Setahun kemudian, keluarlah CD yang kita kenal saat ini.  

Pada paruh kedua 1982, CDP-101, yang diproduksi oleh Sony, dilempar ke pasar bersamaan dengan CD album milik Billy Joel berjudul 52nd Street. Harga alat ini sangat mahal kala itu. Maka tak semua orang mampu membelinya, hanya kalangan tertentu yang dapat membawanya pulang.  

Tapi revolusi tersebut masih tertutupi oleh keberadaan kaset yang naik kelas saat itu, dengan hadirnya perangkat pemutar portabel Walkman. Kemudian pemutar kaset di mobil juga kian beragam dan kualitasnya semakin baik. CD kala itu harus tersambung dengan sistem audio yang kompleks untuk mendapatkan suara yang baik dan enak didengar. Tentunya perangkat itu tidaklah portabel. Sejak 1970-an, CD sudah berevolusi menjadi media rekaman.  

Format Berubah, Aturan Berganti

Ketika bentuk fisik sudah tak ada, bukan berarti aturan pun lenyap. Ketika kualitas CD semakin baik, tentunya dengan durasi yang lebih panjang, yang disusul dengan pemutarnya yang juga kian bermutu dan murah, lantas CD menjadi pilihan yang terbaik dibanding kaset. Pada awal 1990-an, pendistribusian CD mulai tampak. Perusahaan rekaman mulai menggunakan CD, dan sedikit demi sedikit meninggalkan kaset sebagai media rekaman. Total pada 2000 penjualan CD rekaman mencapai angka 2,5 miliar keping.  

Related Stories

spot_img

Discover

Cross Paasha Bali Seminyak

A Symphony of Style, Sophistication, and Balinese Charm Bali, Indonesia – In the heart of...

Merayakan Imlek 2024 Lebih Semarak di The Langham Jakarta 

Masuki tahun baik dengan energi positif dan pesta meriah yang lezat di T’ang Court  Perayaan...

Understand Digestive Imbalances During the Festive Season at RAKxa 

What are the Factors that Can Disrupt the Balance of Your Gut  During the winter...

Rocka Reopens at Six Senses Uluwatu, Bali

Rediscovering Sustainable Culinary Dining  Rocka Restaurant & Bar at Six Senses Uluwatu reopens its doors...

COAL Menghidupkan Suasana Bar di Jakarta Pusat

COAL adalah bar terbaru di Jakarta yang menyajikan koktail khas dengan sentuhan cita rasa...

Sunday Folks Luncurkan Aneka Pilihan Es Krim Artisanal di...

Merek asal Singapura ini menghadirkan pilihan es krim premium dan hidangan pencuci mulut di...

Popular Categories

Comments