Membangun Citra, Memperkuat Merek

Popularitas Starbucks faktanya tidak ditempuh dengan cara beriklan secara besar-besaran, tapi dengan pendekatan kepada media melalui program public relations (PR). Kisah perjalanan Starbucks, serta inovasi-inovasinya dalam produk dan pemasaran, tidak muncul di halaman iklan, tapi sebagai berita dan artikel yang ditulis para wartawan, bahkan menjadi bahan diskusi di sekolah-sekolah bisnis dan pemasaran.

The Body Shop hampir tidak pernah beriklan, tapi sebagai kosmetik dan health care products yang dicitrakan sebagai ramah lingkungan serta anti animal testing membuat merek ini menancap di benak konsumen. Dengan pendekatan public relations, kisah The Body Shop dan sang pembuat merek, Anita Roddick, banyak ditulis para jurnalis di halaman editorial (bukan iklan). Bukan hanya identitas merek menjadi kuat, asosiasi merek The Body Shop terbangun melalui komunikasi yang intens dan efektif.

Iklan bukannya tidak efektif, karena nyatanya merek-merek kuat menganggarkan bujet yang besar untuk memperkuat ekuitasnya, sebutlah Neo Entrostop yang menghabiskan dana sekitar Rp 7,37 miliar, Nutrilon 1 Rp 14,87 miliar, bahkan Coca Cola di Indonesia Rp 27,7 miliar selama lima bulan pertama tahun 2005. Tapi untuk membangun citra sebuah merek, cara melalui public relations cukup mengena dan bisa menyampaikan pesan sebuah merek secara tepat. Bahkan Al Ries secara ekstrim berpendapat bahwa era dominasi periklanan sudah berakhir. Merek-merek besar kini dibangun dengan PR (The Fall of Advertising and The Rise of PR).

Marketing Event

Ini merupakan salah satu bentuk Marketing Public Relations. Event tidak harus dilakukan sendiri oleh sebuah merek, tapi menebeng event lain sebagai bagian bagian dari integrated marketing communication-nya. Sebutlah Marlboro atau Lucky Strike yang menyeponsori Formula 1, atau A Mild yang lekat dengan turnamen biliar dan liga bola basket di Indonesia.

Event tidak hanya mampu mengkomunikasikan produk dengan baik, tapi menyisakan kesan yang kuat, serta efektif untuk membentuk citra merek yang diinginkan. Melalui Thirst, Heart to Global Final Tour, ajang pencarian DJ di klub-klub di seluruh dunia, termasuk Jakarta, bir Heineken tidak saja mencuri perhatian konsumen dari dominasi merek Bintang dan Anker, tapi sekaligus membentuk citra minuman itu sebagai teman ber-clubbing.

Hal yang sama dilakukan oleh produk-produk minuman beralkohol lainnya, yang di Indonesia tidak bisa secara leluasa beriklan. Absolut Vodka, Skyy Vodka, Chivas Regal, dan Martel, yang secara berkala mengadakan party event, dengan mengundang para partygoers – termasuk orang-orang yang berkecimpung di bisnis “horeka”(hotel – restoran – kafe), sebagai target yang tepat. Sementara minuman wine mendekati wine society dengan mengadakan wine tasting atau wine dinner.

Nokia ketika meluncurkan ponsel seri fashion, tidak ada pilihan lain kecuali menggelar fashion show dan menghadirkan para fashionista Jakarta. Acara hiburan yang berlangsung di Balai Sarbini Jakarta 26 November tahun lalu itu bahkan mengsung tema “Nokia Totally Fashion”. Begitu pula, dengan event Mercedes-Benz Indonesia Fashion Festival, pemilik merek mobil mewah ini ingin menciptakan citra baru bahwa Mercy is fashion, not just a vehicle! Mercy tidak ingin mempunyai citra yang telanjur melekat; konservatif dan tradisional, apalagi merek itu mempunyai seri C-Class dan A Class untuk segemen yang lebih muda.

“Kami ingin orang membeli Mercedes bukan karena butuh mobil sebagai alat transportasi. Mereka punya gaya hidup tertentu, selera mode tertentu, memakai merek tertentu,” ungkap Yuniadi H Hartono, Deputy Director Marketing Planning & Communication PT Daimler Chrysler Distribusi Indonesia.

Untuk mengkomunikasikan produk yang sophisticated, bahkan cenderung mengandung teknologi tinggi, marketing event adalah cara yang efektif, seperti yang ditunjukkan Indosat M2 (IM2) ketika meluncurkan produk barunya – yakni kartu prabayar IM2, hotspot atau fasilitas layanan internet nirkabel, dan relaunch tarif baru dial up – tahun lalu.

Acara yang berlangsung dua hari di Cilandak Town Square Jakarta itu menampilkan hiburan (pertunjukan musik dan games) dan pameran yang memberikan kesempatan konsumen untuk mencoba produk baru tersebut. Hasilnya, tidak hanya pengunjung yang aware dengan produk dan jasa tersebut, tapi tak kurang dari 15 wartawan – di luar wartawan yang meminta wawancara khusus pasca event – yang menulis di medianya. Dana yang dihabiskan sekitar Rp 300 juta tentu tidak seberapa dibandingkan dengan coverage yang luar biasa di media.

Related Stories

spot_img

Discover

Banyan Tree Mengajak Dunia Mengambil “Sacred Pause” Lewat Kampanye...

Dari lembah gurun hingga karang tropis, dari kuil sakral hingga gunung bersalju—Banyan Tree menghadirkan...

Wine Not? — Ketika Segelas Anggur Menyimpan Cerita

Apa yang ada di benak Anda saat mendengar kata “wine”? Mewah? Barat banget? Atau...

Bermimpi Jadi Unicorn? Mulai dari 3 Buku Ini

Ingin membangun startup tapi bingung mulai dari mana? Atau sedang dalam fase tumbuh tapi...

Gaya Kepemimpinan Efektif: Antara Power, People, dan Playbook

Oleh Maureen ASD, Rizkiana Shadewi, & Eileen Rachman Di dunia kerja, bos keren bukan cuma...

Bikin Startup di 2025, Masih Menarik? Banget—Asal Tahu Celahnya!

Setelah dunia startup sempat gonjang-ganjing dengan gelombang PHK dan isu “bakar uang” yang tak...

Nyari Cuan di Internet: Dari Rebahan Jadi Uang Beneran

Siapa bilang cari duit harus pergi pagi pulang malam, kena macet, terus gaji habis...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here