Gaya Kepemimpinan Efektif: Antara Power, People, dan Playbook

Oleh Maureen ASD, Rizkiana Shadewi, & Eileen Rachman

Di dunia kerja, bos keren bukan cuma soal seberapa tinggi jabatan di kartu nama. Tapi tentang seberapa mampu dia bikin timnya nyala terus, target tercapai, dan semua tetap waras.

Nah, gaya kepemimpinan itu ibarat playlist: salah pilih genre bisa bikin suasana jadi hambar atau malah chaos. Tapi kalau pas? Dijamin, tim bisa perform kayak band papan atas—kompak, kreatif, dan produktif.

Kenalan Dulu Sama Enam Gaya Utama

Menurut Hogan Assessment, ada enam gaya kepemimpinan utama yang bisa lo pahami lewat konsep Leader Focus. Nggak ada yang paling benar, tapi yang paling pas buat situasi dan karakter lo.

Bacaan Menarik: Membangun Mesin Uang di Era AI 

  1. Result Leader – Fokusnya? Target, target, dan target! Tipe ini cocok buat yang doyan tantangan dan nggak takut ngasih tekanan.
  2. People Leader – Si empatik. Bikin suasana kerja kayak rumah sendiri. Peduli mood tim dan tahu kapan harus jadi pendengar.
  3. Process Leader – Tipe yang rapi jali dan taat aturan. Cocok di organisasi yang butuh stabilitas dan minim risiko.
  4. Thought Leader – Si pemikir. Penuh ide segar dan strategi. Biasanya yang kayak gini sering dilabeli “visioner”.
  5. Social Leader – Ahli ngegaet orang. Jejaring luas, tahu siapa harus dihubungi buat tiap masalah.
  6. Data Leader – Si logis. Keputusan harus pakai angka. Intuisi? Nanti dulu.

Dua Pemimpin, Dua Cerita: Barra vs Hsieh

Sekarang kita intip dua tokoh beda gaya, tapi sama-sama bikin sejarah: Mary Barra (General Motors) dan Tony Hsieh (Zappos).

Mary Barra datang ke GM saat perusahaan lagi “berdarah-darah”—skandal ignition switch yang fatal. Tapi dia nggak cuma beresin masalah teknis. Dia rombak budaya perusahaan! Aturannya disimplifikasi, komunikasi dibuka, dan semua orang didorong buat speak up. Hasilnya? GM nggak cuma bangkit, tapi juga tumbuh jadi lebih sehat secara kultur.

Tony Hsieh, di sisi lain, bikin Zappos jadi role model happy workplace. Dia bahkan buang sistem hierarki lewat konsep holacracy. Di awal, semua happy. Tapi makin ke sini, sistem ini bikin bingung siapa ngapain. Akhirnya, bisnis pun jadi kurang fokus.

Dari dua cerita ini, kelihatan banget: gaya kepemimpinan harus sesuai konteks. Barra tahu kapan tegas, kapan mendengar. Hsieh terlalu fokus ke vibes, lupa soal struktur.

Baca juga: Nyari Cuan di Internet Sambil Rebahan?

Related Stories

spot_img

Discover

Eksistensi

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob Pernah ikut interview kerja dan ditanya, “Ceritakan tentang diri...

Explora Journeys Umumkan Koleksi Perjalanan 2027–2028

Debut di Asia dan Peluncuran Explora V Explora Journeys, merek perjalanan laut bergaya hidup mewah...

Saudi: Destinasi Baru yang Tampil Berani

Arab Saudi sedang memainkan kartu besar. Dari tanah yang selama ini identik dengan spiritualitas...

Banyan Group 20 Tahun di China: Dari Teh Mentega...

Kalau ada yang bisa bikin liburan lo berubah dari sekadar “rebahan di kasur hotel”...

Kalau Politik Jadi Series Netflix

🎬 Resensi: Drama Korea Politik Indonesia – Burhan Abe Kalau lo pikir politik itu cuma...

Coastal Brunch di Seasalt Alila Seminyak: Ritme Santai, Sentuhan...

Ada sesuatu yang magis tentang Minggu di Bali. Di Seasalt Alila Seminyak, waktu seakan...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here