CORE Indonesia Ingatkan Risiko Domestik dan Global di Paruh Kedua
Di tengah gejolak global dan ancaman inflasi yang terus mengintai, ekonomi Indonesia masih menunjukkan ketahanan. Laporan Midyear Economic Review 2025 dari CORE Indonesia (Center of Reform on Economics) memberikan sinyal optimisme, namun tak lupa membunyikan bel alarm pada beberapa sektor krusial yang patut diwaspadai.
Tumbuh, Tapi Tak Sekencang Dulu
CORE memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini akan berada di kisaran 5,05% hingga 5,15%. Ini angka yang cukup sehat, meskipun sedikit melambat dibandingkan proyeksi awal. Konsumsi rumah tangga masih menjadi mesin utama pertumbuhan, namun tekanan pada daya beli makin nyata. “Inflasi bahan pangan dan energi membuat masyarakat kelas menengah bawah mulai berhati-hati dalam belanja,” ujar Direktur Eksekutif CORE, Mohammad Faisal.
Main Threads? Baca rahasianya: Modal Jempol, Panen Rupiah
Sinyal dari sektor investasi juga tidak terlalu menggembirakan. Sementara investasi asing langsung (FDI) stabil, investasi domestik masih tertahan oleh ketidakpastian global dan kebijakan yang belum sepenuhnya ramah pelaku usaha.
Daya Beli vs Inflasi: Babak Baru Dimulai
Inflasi Indonesia memang relatif terjaga di angka sekitar 2,7% hingga 3,1%, tetapi bukan tanpa tekanan. Harga beras, energi, dan logistik naik perlahan namun pasti. Ini menciptakan friksi antara kenaikan nominal pendapatan masyarakat dengan pengeluaran riil mereka. “Jangan tertipu angka inflasi agregat,” ujar Faisal. “Inflasi yang dirasakan rakyat kecil bisa jauh lebih tinggi.”
Ditambah lagi, adanya risiko kenaikan harga BBM bersubsidi (terutama Pertalite) di semester dua tahun ini menjadi perhatian khusus. Jika ini terjadi, maka tekanan inflasi bisa melonjak, dan konsumsi rumah tangga—yang menjadi tumpuan pertumbuhan—terancam melambat signifikan.
Kurs Rupiah & Suku Bunga: Di Tengah Ombak Global
Nilai tukar rupiah juga menjadi titik rawan. Dengan potensi penurunan suku bunga oleh The Fed yang mungkin baru terjadi di akhir 2025, rupiah berada dalam tekanan terhadap dolar AS. CORE memperkirakan kurs bisa bergerak di rentang Rp15.800 hingga Rp16.300 per USD. Sementara itu, suku bunga acuan Bank Indonesia kemungkinan tetap bertahan di 6,25% hingga akhir tahun untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Pemilu dan Politik Anggaran
Tahun ini menjadi tahun transisi politik. CORE menyoroti bahwa postur APBN 2025 yang ekspansif masih mengandalkan belanja pemerintah sebagai penyangga pertumbuhan. Namun di tengah masa transisi pemerintahan dan tekanan fiskal yang makin ketat, efektivitas belanja menjadi isu sentral. “Belanja pemerintah harus lebih tepat sasaran dan efisien. Kalau tidak, defisit bisa melebar tanpa menghasilkan dampak riil yang signifikan,” kata Faisal.
Bacaan Wajib di Era AI: AI Jadi Asisten, Kamu Jadi Bos
Risiko Global dan Rantai Pasok
CORE juga mencatat beberapa risiko eksternal seperti perang dagang AS-Tiongkok yang kembali memanas, serta konflik geopolitik di Timur Tengah yang bisa memicu lonjakan harga minyak. Ketegangan ini bukan hanya berdampak pada ekspor, tetapi juga pada rantai pasok global yang belum pulih sepenuhnya pasca-pandemi.