Antara Singapura dan Jakarta

Dear Mr Abe,

A very warm welcome to The Fullerton Hotel Singapore. We wish you a most pleasant stay and should you require any assistance, please do not hesitate to contact us at extension 8977.

Sincerely, Melissa Kong Assistant Marketing Communications Manager The Fullerton Hotel, Singapore  

SEPUCUK surat itu tergeletak di meja kamar di The Fullerton Hotel, Singapura, ketika saya menginap di hotel tersebut beberapa waktu yang lalu. Hal yang biasa sebagai sapaan hangat host kepada tamunya. Tapi yang membuat saya terkesan, surat tersebut ditulis pakai tangan. Rasanya lebih personal.  

Saya harus memaklumi, di negeri sekecil Singapura, yang hanya seperdelapan Pulau Bali, yang tidak mempunyai sumber daya alam, yang mereka tawarkan adalah jasa. Bukan sekadar jasa, tapi servis yang paling prima.   

The Fullerton Hotel, Singapore  

Bukan hanya hotel, sebelumnya ketika naik SQ dari Jakarta, saya sudah merasakan servis yang luar biasa tersebut. Standar pelayanannya jelas, terbang selalu tepat waktu, pramugarinya tidak sekadar jual tampang, tapi juga sangat helpful melayani kebutuhan penumpang.  

Singapura memang negara kecil. Tapi negeri dengan penduduk 4,6 juta itu merupakan magnet yang membuat banyak orang datang dengan beragam alasan. Lokasi yang strategis saja pasti tidak cukup, kalau tidak didukung oleh infrastruktur yang baik – kota tertata rapi dan sistem transportasi publik yang memudahkan orang untuk bergerak ke mana pun tanpa kehilangan waktu karena macet di jalan.

Tapi yang lebih penting adalah, sistem manajemen pemerintahan yang profesional, serta penduduknya yang siap berkompetisi di dunia global.   

Kalau tidak mana mugkin Negeri Singa ini menjadi salah satu negeri yang paling dinamis di dunia. Pada 2007 nilai investasi aset tetap di Singapura melebihi $10 miliar. Perekonomian tumbuh ke tingkat rata-ata 6 – 7 persen per tahun sejak 2004 dan tahun ini, bahkan dalam situasi kehancuran nilai kredit, tetap tumbuh sekitar 4- 6 persen.   

Memang, kita boleh tidak setuju dengan pemerintah Singapura yang menekan demokrasi. Banyak aturan, banyak reward, tapi banyak punishment-nya. Orang menyebut fine city, bukan negeri baik, tapi “negeri denda”. Tentu, itu hanya ledekan. Tapi bagi saya pribadi, lebih baik punya aturan ketat tapi jelas manfaatnya, daripada bebas tapi seringkali tidak bertanggungjawab.   

Saya hanya berutopia, kapan Jakarta bisa meniru Singapura. Jangankan punya subway yang di Singapura dikenal sebagai mass rapid transportation (MRT), mengatur busway saja tidak pernah beres, apalagi monorail yang tidak jelas juntrungannya.   

Related Stories

spot_img

Discover

Eksistensi

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob Pernah ikut interview kerja dan ditanya, “Ceritakan tentang diri...

Explora Journeys Umumkan Koleksi Perjalanan 2027–2028

Debut di Asia dan Peluncuran Explora V Explora Journeys, merek perjalanan laut bergaya hidup mewah...

Saudi: Destinasi Baru yang Tampil Berani

Arab Saudi sedang memainkan kartu besar. Dari tanah yang selama ini identik dengan spiritualitas...

Banyan Group 20 Tahun di China: Dari Teh Mentega...

Kalau ada yang bisa bikin liburan lo berubah dari sekadar “rebahan di kasur hotel”...

Kalau Politik Jadi Series Netflix

🎬 Resensi: Drama Korea Politik Indonesia – Burhan Abe Kalau lo pikir politik itu cuma...

Coastal Brunch di Seasalt Alila Seminyak: Ritme Santai, Sentuhan...

Ada sesuatu yang magis tentang Minggu di Bali. Di Seasalt Alila Seminyak, waktu seakan...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here