Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Pernah merasa otak seperti macet? Tubuh ingin istirahat, tapi pikiran terus memutar ulang kejadian masa lalu yang kita sesali. Atau sebaliknya, terlalu sibuk membayangkan segala kemungkinan buruk yang mungkin terjadi esok. Hasilnya sama: lelah, gelisah, dan tetap tidak bergerak ke mana-mana.
Selamat datang di dunia overthinking—kebiasaan memikirkan sesuatu secara berlebihan hingga tak tahu lagi mana yang realita, mana yang asumsi. Di era kerja modern yang penuh tekanan, informasi berlimpah, dan ekspektasi tinggi, overthinking bukan fenomena langka. Justru jadi gaya hidup yang diam-diam melemahkan performa.
Terlalu banyak mikir bikin kita ragu, lambat, dan akhirnya kehilangan peluang.
1. Rumination: Mengunyah Masa Lalu
Kita tahu kita sedang ruminasi saat terus mengulang adegan-adegan gagal dalam hidup. “Kenapa tadi saya nggak ngomong begini?”, “Harusnya saya lebih siap.”—dan seterusnya.
Masalahnya: kita bukan mesin waktu. Mengutuki masa lalu tak akan mengubah hasilnya. Tapi mengubah narasinya bisa.
Ganti “Saya gagal” jadi “Saya belajar.”
Ambil jarak. Ceritakan pada orang lain. Dapatkan perspektif baru.
2. Future-Tripping: Terjebak Masa Depan yang Belum Terjadi
Overthinking jenis ini bikin kita hidup di “nanti”—tempat di mana segala hal bisa salah. Kita sudah buat Plan A, B, sampai Z, tapi tetap merasa belum siap. Selalu ada kemungkinan buruk baru yang belum dipikirkan.
Solusinya? Kurangi asupan informasi. Kita tak harus tahu semua hal buruk yang bisa terjadi. Fokus pada apa yang bisa dikontrol.
Hidup bukan soal mengantisipasi semua risiko, tapi soal bergerak meski risiko tetap ada.
3. Overanalyzing: Tenggelam dalam Kedalaman Tak Perlu
Ini yang sering terjadi di ruang meeting: terlalu banyak data, terlalu banyak pertimbangan, keputusan jadi tertunda. Menunggu “momen sempurna” yang tak pernah datang.
Cukup. Ambil keputusan yang “cukup baik”.
Tentukan 3 kriteria penting, lalu jalan.
Keputusan sempurna itu mitos. Bahkan keputusan terbaik pun tetap punya risiko.
Kuncinya: Fokus Pada Saat Ini
Mengelola overthinking bukan berarti berhenti berpikir. Tapi belajar mengatur arah pikiran.
Karena menyesali masa lalu tidak menyembuhkannya.
Mengkhawatirkan masa depan tidak menjaminnya.