Memanjakan Mata dan Telinga

Sementara harga peranti hi-fi, yang standarnya terdiri dari proyektor, AV receiver, dan speaker, berbeda-beda. Untuk proyektor, misalnya, ada yang Rp 12 juta, ada yang Rp 40 juta. Tapi yang termahal adalah CRT (Cathode Ray Tube) – proyektor ukuran besar dengan tabung RGB (Red, Green, Blue) yang berfungsi menghasilkan gambar bagus pada layar, harganya bisa Rp 100 juta lebih. Sementara, untuk sound system, mulai Rp 8 juta hingga Rp 350 juta. “Membangun sebuah home theater, untuk yang bukan profesional, investasinya bisa mencapai Rp 150 juta,” katanya.

Dengan harga peranti yang relatif mahal ini, tidak ayal, yang menekuni hobi ini pun hanya orang-orang tertentu yang sudah mempunyai kemapanan secara finansial. Kendati demikian, pasar Indonesia termasuk yang patut diperhitungkan oleh para produsen hi-fi dunia.

Sebenarnya kalau mau merek yang umum-umum saja, di Indonesia – sebutlah Glodok, Jakarta, sudah lengkap, sehingga tidak perlu mencari ke luar negeri. Dan menurut Tjandra, perkembangan penjualannya pun selalu tumbuh. “Kalau saya monitor di Mangga Dua Jakarta saja selalu ada 4-5 toko baru setiap tahunnya,” katanya.

Komunitas penggemar hi-fi di Indonesia juga sudah ada meski belum terorganisasikan dengan baik. Maklum, mereka lebih cool, tidak seperti penggemar car audio, misalnya, yang bisa memamerkan peranti miliknya dengan bangga. Penggemar hi-fi hanya berkomunikasi dan saling bertukar informasi antar sesama mereka secara terbatas. “Mereka kebanyakan low profile, dan senang berdiam di rumah,” ujar LT Seng, salah seorang distributor perangkat hi-fi, memberikan diskripsi para pelanggannya.

Meski silent community, LT Seng yakin bahwa penggemar hi-fi di Indonesia terus-menerus meningkat. Ini juga dibuktikan ketika ada Pameran High End & Home Entertainment di Jakarta, yang diadakan Majalah Audio Video, sejak 2000. Tidak hanya pengunjungnya yang makin banyak, tapi omsetnya juga terus melonjak. Jika pada tahun 2000 pengunjungnya cuma 3.000, maka tahun 2001 meningkat menjadi 4.000, dan pada 2002 sebanyak 5.000, serta 2003 sebanyak 6.000. Transaksi yang terjadi pun naik, selama empat tahun berturut-turut: Rp 1 miliar, Rp 2 miliar, Rp 3 miliar, dan terakhir Rp 5 miliar.

Photo by Adrian Korte on Unsplash

Yang unik, pameran tersebut tidak berlangsung di ruang pameran pada umumnya, sebutlah Jakarta Convention Centre, tapi di hotel berbintang. Bukan di balroom atau pun lobi, tapi di kamar-kamar hotel yang disulap menjadi stan-stan menawan layaknya show room saja. Ada kamar yang diubah menjadi home theater dengan layar video proyektor, tapi ada pula ruang coba uji audio. Tidak ketinggalan produk-produk pendukung, mulai dari stan penjual CD, SACD, DVD video, DVD audio, hingga VHS digital.

Pengunjungnya tidak hanya datang dari Jakarta, tapi juga luar kota seperti Surabaya, Bandung, Semarang, dan lain-lain. “Di luar Jakarta memang belum ada gerai khusus perangkat hi-fi. Jadi kalau mereka mau membeli peranti ini harus datang ke Jakarta atau Singapura,” tutur Tjandra. Dengan menempati dua lantai, tahun ini pameran akan berlangsung di Hotel Mulia Senayan, berlangsung dari 27 hingga 29 Agustus.

Teknologi memang terus bergerak, namun jutsru itulah yang menantang para penggemar hi-fi. Tjandra meramalkan bahwa setelah high end yang hanya mengandalkan suara, giliran home theater kelak yang akan menjadi primadona. High end dikenal sebagai perangkat stereo dua kanal, dengan output suara yang sempurna seakan kita melihat gambar tiga dimensi (hologram). Kini, sehubungan dengan maraknya kemajuan teknologi elektronik hiburan, maka lahirlah media DVD Audio multi kanal (dolby atau DTS – digital theater system).

Memang, kehadiran DVD berkembang begitu cepat, dan harganya pun semakin murah. Bila pemutar video dan CD perlu waktu yang cukup lama untuk diakui kehadirannya di antara perabot elektronik di rumah tangga, DVP player ternyata bisa lebih cepat populer, dan kelihatannya belum ada tanda-tanda mengendor.

Maka, para perkembangan berikutnya, tidak mustahil orang akan lari ke high end home theater, yakni high end multi kanal, yang bertumpu pada kekuatan audio dan visual. “Dengan perangkat ini, orang merasa mendengarkan musik atau nonton film tidak seperti di rumah, tapi layaknya auditorium, karena suara keluar dari segala penjuru,” jelasnya.

Platinum Society, 2004

Related Stories

spot_img

Discover

Breman85 

Menikmati Kesempurnaan Kuliner dan Koneksi Sosial di Pulau Bali Selamat datang di Breman85, di mana...

Discovering Indonesian Food with Balenusa and Sarirasa Catering 

With Sarirasa Group, Savor the Variety of Flavors and Traditions  Sarirasa Group reaffirms its dedication...

Cross Paasha Bali Seminyak

A Symphony of Style, Sophistication, and Balinese Charm Bali, Indonesia – In the heart of...

Merayakan Imlek 2024 Lebih Semarak di The Langham Jakarta 

Masuki tahun baik dengan energi positif dan pesta meriah yang lezat di T’ang Court  Perayaan...

Understand Digestive Imbalances During the Festive Season at RAKxa 

What are the Factors that Can Disrupt the Balance of Your Gut  During the winter...

Rocka Reopens at Six Senses Uluwatu, Bali

Rediscovering Sustainable Culinary Dining  Rocka Restaurant & Bar at Six Senses Uluwatu reopens its doors...

Popular Categories

Comments