Refocusing Anggaran: Jangan Sampai Rakyat Jadi “Dompet Cadangan”

Pemerintah mengumumkan target efisiensi alias refocusing anggaran sebesar Rp306,7 triliun tahun ini. Caranya? Pangkas belanja kementerian/lembaga, kurangi transfer ke daerah, sampai menunda rekrutmen ASN baru. Alasannya jelas: negara butuh duit tambahan, terutama untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Sekilas masuk akal. Sama seperti rumah tangga: kalau mau renovasi rumah, kita mungkin harus kurangi jajan kopi susu atau liburan ke luar kota. Tapi masalahnya, pemerintah bukan cuma rumah tangga. Yang “kopi susu” atau “liburan” itu bisa berarti jalan desa, survei data ekonomi, atau layanan publik yang langsung dipakai rakyat.

Uang Makan Gratis vs. Lubang Anggaran

CELIOS, lembaga riset ekonomi, sudah kasih hitungan. Kalau MBG dibuat universal, biayanya tembus Rp400 triliun. Tapi kalau fokus ke yang paling butuh—balita, ibu hamil, keluarga miskin—cukup Rp117,9 triliun. Artinya ada potensi hemat Rp259 triliun.

Pertanyaannya: kalau bisa hemat, kenapa tetap ngegas universal? Jangan-jangan refocusing ini bukan soal “mengencangkan ikat pinggang,” tapi lebih ke “maksa beli baju baru dengan cara ngutang.”

Efisiensi ini juga bikin daerah ngos-ngosan. Transfer ke daerah dipangkas lebih dari Rp50 triliun. Contoh paling nyata: Konawe Utara. APBD 2024 mereka Rp2,3 triliun; tahun ini drop jadi Rp1,1 triliun. Separuh lenyap. Efeknya gampang ditebak: proyek infrastruktur berhenti, layanan publik tersendat.

Bayangkan kalau kota kecil sedang bangun jalan atau sekolah, tiba-tiba dananya hilang. Bukan karena salah kelola, tapi karena pusat bilang, “maaf, duitnya lagi dipakai buat program lain.”

Start Small, Scale Big: Strategi Praktis Membangun Startup Tanpa Drama

Layanan Publik Dikorbankan

Bukan cuma daerah. Komisi Yudisial kehilangan Rp74,7 miliar, sampai harus memangkas layanan. BPS lebih parah: survei besar seperti Sensus Ekonomi dan SUPAS terancam batal.

Ini ironis. Pemerintah bicara soal efisiensi, tapi justru mengorbankan data dan layanan publik yang jadi fondasi kebijakan. Sama saja seperti orang yang ngirit dengan cara stop beli lampu, lalu heran kenapa rumah jadi gelap.

Kalau belanja pemerintah ditekan habis-habisan, yang paling kena bukan birokrat, tapi masyarakat. Uang operasional yang biasanya beredar ke gaji, kontraktor lokal, atau belanja barang akan berkurang. Konsumsi menurun, ekonomi daerah melambat.

Dan jangan lupa: daerah bisa menutup defisit dengan cara menaikkan pajak lokal. Jadi ujung-ujungnya, rakyat lagi yang bayar tagihan efisiensi ini.

The Playbook: Strategi Bisnis Konglomerat yang Tak Diajarkan di Sekolah Formal

Previous article

Related Stories

spot_img

Discover

Eksistensi

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob Pernah ikut interview kerja dan ditanya, “Ceritakan tentang diri...

Explora Journeys Umumkan Koleksi Perjalanan 2027–2028

Debut di Asia dan Peluncuran Explora V Explora Journeys, merek perjalanan laut bergaya hidup mewah...

Saudi: Destinasi Baru yang Tampil Berani

Arab Saudi sedang memainkan kartu besar. Dari tanah yang selama ini identik dengan spiritualitas...

Banyan Group 20 Tahun di China: Dari Teh Mentega...

Kalau ada yang bisa bikin liburan lo berubah dari sekadar “rebahan di kasur hotel”...

Kalau Politik Jadi Series Netflix

🎬 Resensi: Drama Korea Politik Indonesia – Burhan Abe Kalau lo pikir politik itu cuma...

Coastal Brunch di Seasalt Alila Seminyak: Ritme Santai, Sentuhan...

Ada sesuatu yang magis tentang Minggu di Bali. Di Seasalt Alila Seminyak, waktu seakan...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here