Traveling

DALAM kolom hobi saya selalu mencantumkan ”traveling”. Ini memang bukan satu-satunya hobi, berwisata kuliner juga menjadi kesenangan tersendiri. Tidak sekadar makan memang, sebab kegiatan yang satu itu tidak boleh disebut hobi, tapi sudah menjadi keniscayaan sebagai makhluk hidup. Menulis? Dulu pernah menjadi hobi, tapi sekarang menjadi pekerjaan. Membaca? Tidak fair kalau disebut hobi, karena sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pekerjaan begitu kita (tepatnya: saya) memilih profesi menjadi wartawan. Itu kata Goenawan Mohammad loh!

Hobi yang tersisa, apalagi kalau bukan traveling dan berwisata (kuliner), meski keduanya setali tiga uang. Ya, aktivitas yang satu ini sungguh menyenangkan. Meski kalau mau jujur, belakangan ini saya jarang bepergian. Memang, dulu sewaktu menjadi reporter di majalah berita hampir tiap bulan selalu saja ada tugas ke luar kota, mulai dari Aceh hingga Papua pernah saya kunjungi.

Memang sih, kalau untuk liputan ke luar negeri masih bisa dihitung dengan jari. Kendati undangan dari luar negeri bertubi-tubi, dan kebutuhan reportase langsung dari manca negara juga tidak sedikit, jajaran awak redaksi juga tak kalah banyakya. Artinya, masing-masing wartawan ada gilirannya, kapan ia ditugaskan ke luar negeri.

Teman saya sesama alumni UGM Yogyakarta, Laurensius Sastrawijaya, tidak kekurangan akal, ketika mendapat kesempatan bekerja di sebuah koran nasional terbesar, ia memilih desk olah raga. ”Banyak event olah raga yang berskala global, sehingga kesempatan ke luar negeri sangat besar,” ujar Sastra yang kini bekerja di BBC London.

Pilihan yang sangat masuk akal. Hampir semua orang punya keinginan melanglang buana. Tentu tidak salah dong kalau saya masih menganggap traveling sebagai hobi, bahkan cita-cita abadi. Adiktif mungkin, tapi yang jelas saya menganggap jalan-jalan adalah the ultimate fun activity. Mengunjungi berbagai negara masih menjadi obsesi yang terpendam.

Siapa yang tidak ingin berkunjung ke perkebunan anggur di Tuscany, berjemur di pantai-pantai Mediterania, kalau kita sudah terbiasa kepanasan di pantai tropis – tidak ada salahnya memimpikan pemandangan gunung Alpen bersalju di Prancis Selatan. Ikut pesta di Rio de Janeiro. Atau, kalau Anda tergolong orang yang romantis, pilihannya mungkin berbulan madu ke Venesia. Wow!

Cita-cita seorang traveler sejati adalah keliling dunia suatu hari nanti. Selama mimpi masih gratis, kenapa nggak? Mimpi, keinginan, obsesi, harapan, dan sejenisnya, kata orang, adalah semacam mantra (dan juga doa) yang jika diulang-ulang tidak mustahil akan menjadi kenyataan.

Dan nyatanya, kalau cita-cita tersebut dirancang dengan cermat, perjalanan ke negeri orang bukan perkara sulit. Simak saja pengalaman para traveler, yang kisahnya tertuang dalam berbagai buku – sebutlah Sigit Susanto yang menulis ”Menyusuri Lorong-lorong Dunia” atau Trinity yang berkelana sejak 1995 dan menuangkan ceritanya dalam ”Naked Traveler”. Tapi yang membuat saya berdecak kagum adalah kisah Marina Silvia Kusumawardhani, seorang backpacker yang berhasil keliling Eropa selama enam bulan hanya dengan 1.000 dolar AS (sekitar Rp 9,3 juta)!

Bayangkan, dengan bekal yang sangat minim itu Marina berhasil mengunjungi 45 kota di 13 negara Eropa. Selama enam bulan sarjana teknik industri ITB itu bisa menyaksikan pembukaan Piala Dunia Sepak Bola 2006 (tahun petualangannya) di Jerman, merayakan ulang tahun Venesia, nonton konser Sting, hingga disapa Dalai Lama saat bengong di Praha. Selengkapnya bisa baca blook (gabungan blog dan book)-nya, yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, Mei lalu.

Jika rencana traveling kita tertunda-tunda, mengapa kita tidak menyimak kisah para Columbus masa kini tersebut, dan mau belajar dari mereka. Bon voyage! (Burhan Abe)

Previous article
Next article

Related Stories

spot_img

Discover

Terus Mau Sampai Kapan Cuma Jadi Penonton? Ini Dua...

Iya, maaf kalau judulnya pedes. Tapi coba tanya diri sendiri:“Usahamu sekarang benar-benar berkembang, atau...

Catatan Seru Buat Kamu yang Lagi Bangun UMKM

Biar Nggak Cuma Posting, Tapi Jualan Beneran Laku Siapa sih yang nggak mau tokonya rame...

Mengubah AI dari Sekadar Tren Jadi Mesin Uang

Catatan untuk Mereka yang Ingin Kerja Lebih Cerdas Kita sedang hidup di masa paling unik...

Rasa yang Membara dan Penuh Elegansi: Cita Rasa Thailand...

Ada kalanya, pengalaman kuliner tak hanya soal rasa, melainkan juga soal suasana, cerita, dan...

Sebuah Gelas, Sebuah Gaya Hidup

Ada dua jenis pria di dunia ini: mereka yang memesan Martini dengan yakin, dan...

Slow Burn: Cerutu, Gaya Hidup, dan Maskulinitas yang Disadari

Cerutu itu bukan sekadar asap atau gaya. Ini soal sikap. Dan Slow Burn menyajikan...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here