AWAL Oktober ini kita dihebohkan oleh rumor tutupnya sejumlah majalah cetak dari kelompok penerbitan besar, dan agaknya itu tanpa bantahan. Tsunami digital memang nyata adanya, kita menyaksikan sendiri proses the end of the print media, cepat atau lambat. Sandyakala media cetak sedang berlangsung, dan perkembangan teknologi memang tidak mengenal kompromi. Beberapa penerbit sudah beralih ke digital, beberapa yang lain mungkin baru memulainya.
Di Indonesia nyaris semua majalah cetak mempunyai versi digitalnya, meski masih banyak yang salah kaprah, teknologinya belum “interaktif”, tidak sesuai dengan platform-nya.
Ada yang berpendapat, dengan bandwith internet yang masih lelet, sebagian besar masyarakat Indonesia belum bisa menerima media digital. Tapi, perkembangan teknologi sesungguhnya tidak mengenal kompromi – diterima atau tidak, itu urusan lain. Penerbit yang tidak segera go digital, niscaya akan “ketinggalan kereta”.
Itu sebabnya langkah Kompas Gramedia, misalnya, yang berinvestasi ke Apps Foundry Pte, Ltd, perusahaan yang mengembangkan aplikasi mobile e-reader Scoop, sebesar 3 juta dollar Singapura atau sekitar Rp 23,5 miliar, beberapa waktu yang lalu, cukup masuk akal.
Kompas Gramedia merupakan perusahaan penerbit multimedia terbesar di Indonesia dengan bisnis yang terus berkembang di media cetak, radio, televisi, dan media digital. Perusahaan ini menangkap potensi dan peluang bisnis di tengah tren konsumsi media digital yang terus meningkat, dengan berinvestasi di Apps Foundry.
Menurut pendiri sekaligus CEO Apps Foundry, Willson Cuaca, perusahaannya yang didirikan pada 2010 kini memiliki 30 karyawan di Singapura dan Indonesia. Kantor pusat dan divisi penjualan berada di Singapura, sementara divisi pemasaran, desain, dan pengembang aplikasinya berbasis di Jakarta.
Scoop merupakan produk unggulan Apps Foundry yang tersedia untuk perangkat iOS, Android, dan Windows Phone. Aplikasi e-reader sekaligus toko buku online ini memungkinkan pengguna mengunduh berbagai konten digital, mulai dari majalah, surat kabar, sampai buku.
Scoop sejauh ini telah menjadi pemain besar yang menyediakan layanan e-publishing dan e-reader di Indonesia. Setiap tahunnya Scoop menawarkan 1,8 juta e-publishingdari seluruh dunia. Sebanyak 90 persen pengguna berasal dari Indonesia dengan 80 persen pendapatan dari perangkat iOS.
Aplikasi Scoop telah diunduh lebih dari 650.000 perangkat mobile dan memiliki 210.000 pengguna aktif. Bagi Scoop saat ini penjualan konten digital, mulai dari majalah, surat kabar, sampai buku – yang dalam bahasa media cetak disebut oplah –, merupakan pendapatan utama. Tapi sesungguhnya ada pendapatan yang lebih menarik, yakni berasal dari iklan. Iklan?
Yup, iklan mobilemengacu kepada iklan pada perangkat mobile, yang terdiri dari ponsel dan tablet, atau phablet. Meski pengkategoriannya cuma sub bagian dari iklan online, sesungguhnya potensinya sangat besar dengan populasi, mengutip sebuah laporan internasional, lebih dari 7 miliar perangkat mobile di seluruh dunia.