Walaupun kebanyakan makanannya bergaya Prancis, pengunjung
akan menemukan juga beragam ingredients
Indonesia.
Bagi pecinta kuliner yang
menyenangi petualangan rasa dan keunikan makanan, bisa mencoba mendatangi
Colonial Cuisine & Molecular. Restoran yang terletak di Lippo Kemang Village ini mengusung konsep
masakan Prancis casual fine dining. Di sini
pengunjung dapat menikmati hidangan lezat bersama keluarga maupun
kerabat dalam suasana hangat dan menyenangkan.
Interior tempat ini
dibuat mengikuti tahun 1930 saat terjadi era kolonialisme di Eropa yang
memberikan kesan klasik. Area restoran dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
indoor, outdoor, dan bar. Di bagian indoor terdapat satu dinding dipenuhi
sketsa yang menggambarkan suasana tahun tersebut.
“Dari segi makanannya
sendiri, kami telah mengganti menu tahun lalu. Saat pertama dibuka ada sajian
ala Asia, Prancis, dan Amerika. Namun,
sejak 26 September tahun lalu, kami mengubah kebanyakan menu ke masakan
Prancis,” kata,” jelas Yugie Kartaatmaja, marketing & manager Colonial
Cuisine & Molecular.
PRANCIS MIX LOKAL
Apakah keunikan restoran
ini? Konsep Colonial Cuisine & Molecular,
sesuai namanya adalah menikmati makanan dengan gaya molecular
gastronomy. Yaitu, eksplorasi gastronomi yang mempelajari transformasi
fisiokimiawi dari bahan pangan selama proses memasak, hingga menghasilkan
sesuatu yang berbeda. Intinya, ragam hidangan di sini merupakan perpaduan
keahlian memasak molecular gastronomy
dan science.
Selain mengusung gaya
molecular, olahan masakan di sini terhitung unik. Walaupun, kebanyakan
makanannya bergaya Prancis, pengunjung akan menemukan beragam ingredients
Indonesia. “Inilah yang saya namakan deconstructed food, cara mengolah makanan
dengan mengutamakan semua bahan yang ada. Jangan heran, di kicthen saya juga
ada tempe, kecombrang, keluwek, asam jawa, buah buni, jamblang, dan lainnya.
Saya ingin membawa masakan Indonesia lebih dikenal luas,” jelas Zulkarnaini
Dahlan, executive chef Colonial Cuisine & Molecular.
“Kami membutuhkan waktu lama untuk mempersiapkan masakan,
karena teknik yang digunakan rumit.”
'SURAT CINTA' CHEF
Saat berada di Colonial
Cuisine & Molecular, pengungung akan
menemui ‘surat cinta’ dalam daftar menu. “Kami memberitahu kepada pengunjung
bahwa proses makanan di sini membutuhkan waktu lama, karena teknik memasak yang
digunakan rumit. Kalau tidak sabar menunggu mungkin lebih baik mencari tempat
lain. Namun dengan kesabaran menunggu, kami jamin customer mendapat hidangan
yang lezat dan spesial,” jelas Zulkarnaini.
Berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk mengolah masakan? Tergantung kondisi saat customer datang.
Jika dapur dalam keadaan sibuk karena banyak pesanan, tentu saja membutuhkan
waktu lebih lama. Tetapi, meskipun tidak
ada tamu, di sini tidak ada makanan yang keluar kurang dari lima menit.
“Bahkan, walaupun hanya roti membutuhkan waktu lebih dari lima menit, karena kami menyajikan roti fresh. Sedangkan
untuk main course sekitar 15-20 menit. Tetapi, jika bahannya ikan prosesnya
bisa lebih singkat,” tambahnya.
Namun jangan khawatir,
kalau kita memesan appetizer prosesnya
tidak terlalu lama, maksimal 10 menit. Sehingga bisa membuat customer lebih
nyaman, saat menunggu hidangan utama.
“Sejauh ini tamu tidak mempermasalahkan hal tersebut, karena mereka menginginkan makanan terbaik,”
ucapnya seraya tersenyum.
DUCK THREE WAYS
Berbicara mengenai
makanan andalan, salah satunya adalah Duck Three Ways, bebek dari Jawa Timur
yang dimasak selama empat jam, agar
lembut dan membuat dagingnya lepas dari tulang.
Duck Three Ways
sebenarnya bermakna tiga masakan paling klasik dari Prancis. “Menu ini berisi
paha, dada, dan cincangan daging bebek yang dimasak secara berbeda, karena
masing-masing berasal dari daerah berlainan di Prancis, tetapi disajikan secara
bersamaan. Itulah sebabnya, saya sebut sebagai three ways,” ucapnya.
Lalu, tersedia juga
pisang goreng yang diberi nama Revisited. Dessert ini menjadi favorit para
pengunjung Colonial Cuisine & Molecular. Dia menerangkan, “Sebenarnya, menu
ini saya temukan ketika bekerja di Singapura pada tahun 2008. Pisang goreng
tersebut saya suntik dengan cream cheese, disajikan dalam ukuran sangat kecil
dengan dark chocolate jell-o, coconut foam, dan ice cream. Untuk adonannya
sendiri, kami tidak memakai air, melainkan santan. Saya juga memberi tambahan
vanila, garam, dan gula.”
“Molecular adalah cara baru menikmati cocktail. Minuman
tersebut dibuat menjadi cairan padat saat dinikmati.”
CLASSIC COCKTAIL & MOLECULAR
Pendekatan Colonial
Cuisine & Molecular berbeda dengan restoran lain, yaitu lebih mengutamakan
orang-orang yang ingin merasakan pengalaman baru dalam menikmati makan.
“Kami memakai cara
berbeda, penggabungan antara klasik dan teknik modern, termasuk urusan
cocktail. Selain classic cocktail ada juga molecular, yaitu gaya baru untuk
menikmati cocktail. Kami menawarkan
minuman terbuat menjadi cairan padat yang bisa dimakan. Wujudnya, tidak
lagi seperti minuman, tetapi dessert berbentuk bulat dengan beragam rasa,”
tutur Yugie.
CORN COLADA
Dalam mengolah molecular
gastronomi, digunakan peralatan dan bahan yang biasa dipakai di laboratorium
fisika atau kimia. Bahan dasar proses pembuatan molecular ada dua, yakni
calcium celtic dan sodium alginate yang bisa menjadi molecular. Sodium alginate
digunakan untuk membuat agar-agar dan bila dicampur calcium celtic akan membentuk lapisan luar yang kenyal,
namun tetap cair di bagian dalamnya.
“Untuk membuat molecular
dapat menggunakan minuman alcohol atau non alcohol. Begitu sodium alginate
masuk ke dalam calcium celtic, dengan sendirinya akan membentuk bulatan atau
gelembung,” kata Rico selaku manager Colonial
Cuisine & Molecular.
Meskipun berunsur kimia,
kita tidak perlu khawatir, karena bahan yang digunakan untuk membuat molecular
sangat aman. “Contohnya adalah calcium celtic
yang bahan dasarnya adalah air garam. Difermentasi dari gula dan klorat,
sehingga menghasilkan calcium lactate,” ungkapnya.
Warna molecular
tergantung dari campuran minuman yang digunakan, sebab semua minuman bisa
dibuat menjadi molecular. Cocktail dan molecular yang dikeluarkan Colonial
Cuisine & Molecular lebih ke arah klasik. Rico melanjutkan, “Misalnya, Pina
Colada berbahan utama coconut liquer, light rum, dan pineapple juice. Di
sini Pina Colada diganti menjadi Corn
Colada. Bahan dasarnya sama dengan Pina Colada, tapi tidak memakai santan,
melainkan sirup jagung. Rasanya sendiri amazing, ada sensasi jagung dan kelapa,
namun bukan dari santan, melainkan coconut liquer.”
Walaupun setiap bulan ada
menu baru untuk molecular dan cocktail, tidak menutup kemungkinan jika ada
permintaan minuman yang tidak ada di menu tetap akan dilayani. “Karena motto
kami adalah never say no to guest. Selama masih ada bahan di dapur, kami akan
membuatkannya,” tuturnya seraya tersenyum. Itulah sebabnya, bagi para pecinta
petualang kuliner yang tidak biasa, tempat ini bisa didatangi untuk mendapatkan
pengalaman unik. (Diah Fauziah)
Foto: Dicky Moerdani
Sumber: FEM Digital Interactive Magazine, No.
019 http://fem.detik.com
No comments:
Post a Comment