Platform versus Konten

MAKIN banyak media yang mengunakan platform digital. Di Indonesia perkembangannya memang tidak secepat di negara maju, tapi perubahan dari cetak ke digital mulai terasa belakangan ini – yang dipelopori oleh para penerbit besar.

Memang, pernah ada satu dua publisher yang mengkhususkan diri menerbitkan majalah dalam platform digital, bahkan dengan bujet iklan yang lumayan besar, tapi agaknya belum meraih kesuksesan. Boleh jadi bagi masyarakat Indonesia yang hidup di negara berkembang dengan ketersediaan jaringan internet yang terbatas, menjadi kendala utama untuk mengonsumsi media digital.

Mengubah platform adalah salah satu solusi, hadirnya PC tablet menjadi harapan baru bagi para penerbit koran dan majalah di seluruh dunia. Tapi yang dilupakan adalah, platform ternyata bukan yang nomer satu, justru konten masih menjadi daya tarik utama bagi pembaca.  

Boleh saja, publisher menerbitkan media digital desain interaktif yang canggih, beberapa bahkan disertai dengan gambar-gambar bergerak pula. Tapi semua itu tidak artinya kalau kontennya sendiri tidak menarik. Majalah Newsweek sempat berubah total dari cetak ke digital, tapi berubah pikiran kembali ke cetak lagi, setelah di ranah di digital belum mendapat sambutan yang siginifikan.  Pertama, karena pembaca loyal Newsweek kebanyakan masih ”generrasi analog”. Kedua, isu yang dijual majalah berita mingguan tersebutlah yang menggerakkan orang membaca, bukan daya tarik platform.

Memang, konsumsi media digital telah meningkat tajam beberapa tahun berlakangan ini. Menurut Pew Research pernah membuat riset tentang perilaku masyarakat AS terhadap media digital dua tahun yang lalu, mendapatkan hasil bahwa nyaris 40 persen responden mendapatkan berita dari media online atau digital.  

Meski demikian, media digital bukan satu-satunya sumber berita, tentu. TV, radio, dan media cetak masih menjadi pilihan untuk mendapatkan informasi. Yang mendorong orang untuk mendapatkan berita, bukanlah medianya – dalam bentuk digital atau konservatif, tapi nilai berita itu sendiri.  

Berikut adalah beberpa alasan mengapa konten adalah lebih penting ketimbang platform di era penerbitan digital.  

Isi Lebih Penting Ketimbang Bungkus

Sebuah survei yang dilakukan paa tahun 2011 oleh ACMA, perusahaan telekomunikasi dan lembaga regulasi media Australia mendapatkan bahwa bagi orang Austrlia yang nota bene melek digital, isi lebih penting ketimbang bungkus. Atau, konten lebih penting daripada platform.  

Memang, yang tidak bisa dimungkiri, pembaca lebih nyaman dengan media online atau digital yang lebih praktis dan fleksibel, tapi ekspektasi pembaca lebih kepada konten, mereka tidak peduli apakah memperolehnya melalui media digital, cetak atau TV – entah itu berita, cuaca, event, baik yang bersifat lokal, global, atau di antaranya. Selain itu, akurasi juga dianggap penting, sehingga berita dari online saja tidak cukup, kadang-kadang dikroscek dengan media tradisional.  

Media Sukses Berfokus kepada Konten

Afar Media adalah penerbit majalah-majalah travel dan gaya hidup untuk kelas atas. Pendiri dan chief product officer-nya Joseph Diaz berbicara kepada Media Next tentang keseimbangan antara pertumbuhan media digital dengan pemanfaatan berbagai platform. Kunci utama kesuksesan Afar Media ternyata terletak pada kontennya.  

Related Stories

spot_img

Discover

Refocusing Anggaran: Jangan Sampai Rakyat Jadi “Dompet Cadangan”

Pemerintah mengumumkan target efisiensi alias refocusing anggaran sebesar Rp306,7 triliun tahun ini. Caranya? Pangkas...

Eksistensi

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob Pernah ikut interview kerja dan ditanya, “Ceritakan tentang diri...

Explora Journeys Umumkan Koleksi Perjalanan 2027–2028

Debut di Asia dan Peluncuran Explora V Explora Journeys, merek perjalanan laut bergaya hidup mewah...

Saudi: Destinasi Baru yang Tampil Berani

Arab Saudi sedang memainkan kartu besar. Dari tanah yang selama ini identik dengan spiritualitas...

Banyan Group 20 Tahun di China: Dari Teh Mentega...

Kalau ada yang bisa bikin liburan lo berubah dari sekadar “rebahan di kasur hotel”...

Kalau Politik Jadi Series Netflix

🎬 Resensi: Drama Korea Politik Indonesia – Burhan Abe Kalau lo pikir politik itu cuma...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here