Cyber Crime

KEJAHATAN mengintai di mana-mana, tidak hanya di dunia nyata, tapi juga di dunia maya (bukan “dunia lain”), orang menyebut cybercrime.   

Kemajuan teknologi digital tak pelak mengundang pula keberadaan orang atau sekelompok orang untuk melakukan tindak kejahatan. Mereka tentunya dengan memanfaatkan kelemahan atau celah pada sistem untuk digunakan sesuai dengan keinginan mereka.   

Cerita tentang mereka bisa kita di film-film Hollywood. Hadir tokoh dengan keahlian dan pengetahuan tinggi mengoperasikan komputer yang dengan mudahnya mengacak-acak sistem milik targetnya. Hanya saja, pemaparan di film tentu berbeda dengan fakta di dunia nyata. Si pengacak sistem tadi – ada yang menyebutnya hacker, menampilkan kesan negatif, padahal yang sesungguhnya banyak yang sebaliknya.  

Hacker, menurut definisi umum, adalah seseorang (atau kelompok orang) yang memiliki kemampuan yang tinggi di dunia komputer. Dia memiliki tugas untuk mempelajari, menganalisis, dan jika diinginkan dapat pula membuat dan memodifikasi perangkat lunak dan keras pada komputer dari program komputer hingga sistem pertahanan. Mereka memiliki lima tingkatan berdasarkan kemampuannya, mulai dari yang terendah Lamer, Screipt kiddie, Developed Kiddie, Semi Elite, hingga yang paling tinggi Elite.   

Layaknya profesi lainnya, hacker memiliki kode etik saat menjalankan tugasnya, seperti yang ditulis oleh Steven Levy dalam Hackers: Heroes of Computer Revolution. Lalu mengapa kasus cybercrime besar banyak menyalahkan hacker?

Tak bisa disangkal bahwa yang melakukan cybercrime, beberapa di antaranya memiliki kriteria atau ciri yang sama dengan ilmu yang dimiliki hacker.   

Sebenarnya harus diluruskan bahwa hacker yang menggunakan ilmunya untuk kejahatan disebut dengan cracker. Hacker berusaha keras untk membangun sebuah sistem yang lebih baik. Sedangkan cracker menjadi sebuah kontradiksi yang bertugas mencari kelemahan kemudian menimba keuntungan dari aktivitasnya.   

Tapi begitulah, setiap kemajuan teknologi selalu diikuti oleh sisi gelapnya. Uang memang menjadi motivasi besar dalam setiap tindakan kejahatan. Berbagai kasus yang dilakukan oleh cracker menimbulkan masalah besar. Sebagai negara berkembang, Indonesia tidak luput dari sasaran cracker. Sistem keamanan yang dimiliki organisasi atau perusahaan yang ada di Indonesia menjadi lahan basah untuk para cracker melakukan aksinya. (MALE 38)

Previous article
Next article

Related Stories

spot_img

Discover

Vila dengan Pemandangan Laut Terbaik di Bali untuk Momen...

Peneliti menyebutnya blue mind effect: kondisi tenang yang muncul saat seseorang berada dekat dengan...

Refocusing Anggaran: Jangan Sampai Rakyat Jadi “Dompet Cadangan”

Pemerintah mengumumkan target efisiensi alias refocusing anggaran sebesar Rp306,7 triliun tahun ini. Caranya? Pangkas...

Eksistensi

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob Pernah ikut interview kerja dan ditanya, “Ceritakan tentang diri...

Explora Journeys Umumkan Koleksi Perjalanan 2027–2028

Debut di Asia dan Peluncuran Explora V Explora Journeys, merek perjalanan laut bergaya hidup mewah...

Saudi: Destinasi Baru yang Tampil Berani

Arab Saudi sedang memainkan kartu besar. Dari tanah yang selama ini identik dengan spiritualitas...

Banyan Group 20 Tahun di China: Dari Teh Mentega...

Kalau ada yang bisa bikin liburan lo berubah dari sekadar “rebahan di kasur hotel”...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here