Melting pot itu bernama plaza, dan tempat mangkal favorit adalah coffee shop. Ngopi tidak sekadar minuman penambah semangat, tapi sebuah gaya hidup.
Plaza kini sudah menjadi semacam melting pot. Maklum, untuk kota-kota besar di Indonesia, plaza yang ber-AC ibarat oase di belantara kota yang beriklim tropis alias berhawa panas yang menyengat. Tidak sekadar gerai busana atau department store, salon, gedung bioskop, arena bowling, bahkan kafe yang oke pun berlokasi di dalam plaza. Apa pun bisa dilakukan di sini, mulai dari belanja, jalan-jalan, creambath, nonton film, atau sekadar ketemu teman.
Suka atau tidak, banyak eksekutif muda muda yang punya ketergantungan besar kepada plaza. Bukan sok trendy, tapi tempat yang paling masuk akal untuk dating saat ini ya di plaza, entah dengan teman, bahkan rapat informal dengan rekan bisnis. Tempat favorit saat ini adalah di coffe shop, karena tidak harus makan berat tapi bisa atmosfernya yang nyaman merangsang lahirnya ide-ide segar. Pemikiran-pemikiran penting para filosof konon lahir dari warung kopi.
Di Plaza Senayan, misalnya, tidak sudah menyebut gerai coffee shop karena keberadaannya makin dibutuhkan. Coffee Club, Tator, Starbucks, Tea Leaf & Coffee Bean, dan lain-lain, belum termasuk gerai yang tidak menyediakan kopi secara khusus tapi menjual kopi.
Kopi? Ya, kosa kata ini tidak asing. Bahkan minum kopi sudah menjadi gaya hidup yang melanda seluruh dunia. Tidak ada angka statisik di Indonesia, tapi di AS, untuk menyebut contoh, konsumsi kopi per kapita sudah mencapai tiga gelas per hari. Kini hampir semua kota-kota besar mempunyai tempat nongkrong untuk ngopi, bahkan tonggak yang bisa dicatat oleh sejarah manakala Starbucks berhasil membuka outlet yang ke 2000 di Amerika pada tahun 1998. Ekspansi jaringan coffee shop terbesar di dunia ini tentu tidak berhenti di sini, guritanya sudah meluas ke seluruh dunia, Eropa, Asia, termasuk Indonesia.
Asal Muasal
Kopi adalah salah satu penemuan penting dalam sejarah peradaban manusia. Tapi siapa nyanya, penemuannya terjadi secara tidak sengaja. Alkisah seorang Ethiopia beranama Kaldi melihat kambing peliharannya berkelakuan aneh setelah memakan buah kecil yang berwarna merah dari semak-semak. Kaldi pun ingin mencobanya, dan betapa terkejutnya setelah makan biji yang kini disebut kopi itu ia merasa segar, dan letihnya pun sirna.
Kisah tersebut bukan rekaan, tapi memang terjadi pada sekitar abad 9. Pada saat itu kopi kemudian sempat menjadi monopoli bangsa Arab. Pada tahun 1616 seorang Belanda berhasil menyelinap ke komunitas pedagang Arab tersebut, mencuri, dan membudidayakan sendiri di Pulau Jawa.
Pada tahun 1650, Universitas Oxford membuka toko kopi pertama di Inggris. Toko ini kemudian menjadi terkenal dan menjadi tempat favorit para mahasiswa. Kini, tradisi rendez-vous di warung kopi tidak hanya monopoli Inggris, tapi sudah merebak ke seluruh dunia. Yang diujual pun tidkahanya kopi panas, tapi ada juga yang dimodifikasi dalam bentuk minuman dingin. Pun tidak harus kopi murni, ada yang dicampur dengan susu, krim, coklat bahkan alkohol.
Indonesia saat ini dikenal sebagai salah produsen biji kopi terbesar di dunia. Dari seluruh tanaman kopi, 90% adalah jenis Robusta. Sementara jenis Arabica, jenis kopi yang lebih eksklusif, berasal dari Pulau Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Selain jenisnya, struktur tanah dan iklim ikut memberi rasa yang berbeda. Hanya lidah yang terlatih saja yang bisa membedakannya. (Burhan Abe)
Sumber: Platinum Society