Citra Pariwara dalam Pusaran Waktu

Kalau menilik usianya yang ke 17 tahun, bak seorang remaja, maka Citra Pariwara menjadi gambaran betapa banyak harapan yang disandangkan pada dirinya. Sebagai sebuah tradisi, angka ke 17 ini justru dianggap sebagai tradisi yang sudah seharusnya memiliki akar makin kuat. Yang jelas banyak catatan yang bisa dituliskan dari perjalanan sejarah ajang penuh gengsi para pelaku industri periklanan di Indonesia ini.

Gagasan awalnya tentu saja bermula dari sejak Kongres PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) yang ketujuh, pada tahun 1987. Saat itu organisasi yang menghimpun para insan periklanan ini mulai aktif memberikan anugerah, baik kepada tokoh periklanan, maupun kepada tokoh masyarakat yang dinilai telah berjasa bagi industri ini.

Salah satu sarana paling tepat tentu saja melalui program yang diberi nama Citra Pariwara. Ini boleh disebut ajang paling tinggi saat ini, meski belakangan beberapa media, sebutlah media cetak dan stasiun televisi mempunyai acara serupa, dengan basis yang kadang-kadang berbeda – misalnya berdasarkan jumlah pemilih iklan karya tersebut, melalui surat, faksimili, atau bahkan sekarang melalui pesan pendek dari ponsel atau SMS. 

Sejak tahun 1988, Citra Pariwara (CP) merupakan tolak ukur kreativitas dan laju tumbuh kembang industri periklanan nasional. Perjalanan CP hingga 2004 ini mengalami pasang surut, baik dari jumlah iklan yang dikirimkan untuk berlomba, sampai persoalan jenis dan jumlah penghargaan yang diberikan.

Peserta atau disebut dengan entri iklan yang dilombakan memang tidak dibatasi berdasarkan jumlah perusahaan periklanan, sehingga satu perusahaan bisa mengirimkan lebih dari satu entri untuk satu kategori iklan yang diperlombakan. Namun pada awal-awal pelaksanaan CP terlihat partisipasi para pelaku industri iklan tampaknya masih penuh keraguan, sehingga jumlah entrinya relatif sedikit.

Meski secara umum jumlah entri yang mengikuti CP mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun tetap saja pelaksanaan CP sendiri tidak berjalan begitu saja mulus. Tercatat acara CP tahun 2000 yang sedianya akan dilangsungkan 24 November 2000, diundurkan sampai awal tahun 2001. Meski demikian dari jumlah entri tahun ini peserta yang mendaftar mencapai 746 peserta, mengalami peningkatan dari tahun 1999 yang hanya diikuti oleh 710 peserta. 

Peningkatan jumlah entri ini seiring dengan makin banyak berdirinya jumlah perusahaan periklanan di Indonesia. Selain itu masyarakat konsumen juga membentuk image secara tidak langsung, bahwa sebuah iklan yang memenangkan CP akan bisa mendongkrak image produk yang diiklan olehnya. 

Tetapi tentu saja asumsi tersebut tidak sepenuhnya tepat, karena dalam kenyataannya ada beberapa iklan pemenang CP yang produknya tetap saja tidak ‘laku’ dipasaran. Seperti kasus iklan rokok Long Beach (dengan tema Pizza Man), yang meski memperoleh penghargaan CP tetapi produknya sendiri tidak sukses di pasar. Bahkan produk rokok PT BAT Indonesia tersebut tidak ada di pasar Indonesia sekarang ini. 

Djokolelono, pemenang Adhi Citra Pariwara perdana pada tahun 1988 dengan karya iklan radio Bimoli versi “Goreng-goreng” juga mengindaikasikan bahwa ada iklan yang menang di Citra Pariwara tetapi tidak terlalu sukses di dunia pemasaran. Padahal, menurut Creatif Director Grey Worldwide ini, iklan yang ideal mestinya selain kreatif, juga menjual. 

Sementara itu di tahun 2002, iklan televisi Gading Raya Driving Range, karya biro Iklan Leo Burnett Kreasindo, yang berhasil menyabet tiga emas, terpaksa harus dicopot gelarnya karena terbukti bahwa iklan tersebut bukanlah iklan televisi melainkan iklan internet. Ini merupakan preseden yang paling buruk, selain tidak ada fairness, tidak kejujuran yang seharusnya menjadi unsur penting dalam sebuah kompetisi.

Previous article
Next article

Related Stories

spot_img

Discover

Malam Magis Penuh Pesona di Ubud: Primbon Night dari...

Bali selalu punya cara untuk menghipnotis kita. Kali ini, pesonanya hadir dalam balutan budaya...

📚 Buku Kilat Buat Kamu yang Mau Posting Tanpa...

"Karena feed yang rapi itu nggak harus ribet. Cuma butuh buku ini dan sedikit...

Villa Beatrice: Manifestasi Villeggiatura Modern di Liguria Bersama Belmond

Ada tempat-tempat yang tidak hanya sekadar destinasi. Mereka adalah panggung hidup, di mana waktu...

Your Cheat Sheet to Bali Bliss

Resensi Buku “Bali: The Little Black Book" Pernah nggak sih merasa overwhelmed pas mau liburan...

Jakarta After Dark: City of Sins & Dreams

Jakarta di malam hari itu semacam kekasih gelap. Menggoda, sedikit berbahaya, tapi bikin kamu...

Terus Mau Sampai Kapan Cuma Jadi Penonton? Ini Dua...

Iya, maaf kalau judulnya pedes. Tapi coba tanya diri sendiri:“Usahamu sekarang benar-benar berkembang, atau...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here