Sang Pemimpi dari Belitong

Selain banyak mendapat pujian, ada beberapa kritik terhadap Laskar Pelangi. Di antaranya, mengapa Anda banyak memakai kata asing. Pohon Filicium, misalnya, pasti tidak dikenal oang desa di Belitong. 

Kritik pasti saya perlukan, dan itu sangat saya hargai. Saya bisa menjawab begini, novel saya bercerita tentang anak-anak, tapi bukan novel anak-anak. Ada penulis yang suka memakai sudut pandang anak-anak, tapi ada yang pakai sudut pandang dewasa. Dalam kasus Laskar Pelangi, saya memilih yang kedua. Orang dewasa, dengan pengetahuan saat ini, bercerita kembali tentang masa kecilnya.

Novel saya adalah memoar, saya sudah memiliki informasi yang mengendap di kepala saya. Tapi untuk mendalaminya saya memerlukan riset, saya harus mengkonfirmasikan lagi beberapa hal yang berkenaan dengan biologi, fisika, dan kimia waktu menggambarkan karakter Lintang yang jenius. Juga ketika mendeskripsikan anatomi kandungan material tambang di Belitong.

Ternyata dengan gaya itu novel Anda sukses….

Sukses memang di luar dugaan saya. Bangga juga, Laskar Pelangi banyak didiskusikan, berapa banyak karya ilmiah, skripsi dan tesis, yang lahir dari novel ini. Juga melahirkan buku lagi, seperti Laskar Pelangi: The Phenomenon karya Asrori Karni. Ada film yang dibikin Riri Reza. Sound track digarap pada musisi seperti Nidji, Sherina, Mara Karma untuk taste Melayunya, dan lain-lain.

Pemeritah Daerah Belitong juga memanfaatkan momen ini untuk kampanye pariwisatanya. Saat ini ada musisi besar, saya belum bisa menyebut nama, yang berminat membuat lagu dari puisi-puisi yang ada di buku Laskar Pelangi.

Nilai multiple effect-nya besar?

Benar, bukunya sendiri kini sudah terjual 1 juta kopi lebih. Sudah menghasilkan minimal Rp 12 miliar.

Katanya ada tawaran menggiurkan dari sebuah PH (production house) yang membeli copyright Laskar Pelangi. Dia berani bayar Rp 7 miliar?

Ya, benar, tapi saya enggak mau. Karena yang dibeli adalah copyright semuanya, mereka bebas bikin apa saja dengan Laskar Pelangi, masanya hingga 15 tahun.

Secara ekonomoni Anda boleh dikatakan lebih dari cukup, tapi mengapa Anda masih setia sebagai pegawai negeri (Andrea kini masih tercatat sebagai pegawai di kantor pusat PT Telkom, Bandung – Red)?

Memang, banyak yang melontarkan pertanyaan demikian. Secara materi, yang saya dapatkan dari profesi penulis saat ini jauh lebih besar daripada gaji yang saya dapakan dari Telkom. Tapi uang kan bukan satu-satunya yang memberikan kepuasan batin. Ketika bergelut dengan sastra maka saya memanfaatkan otak kanan, dan ketika saya bergaul dengan ilmu pasti otak kirilah yang bekerja. Saya tidak ingin memforsir salah satunya, tapi melupakan yang lain. Saya ingin antara otak kanan dan otak kiri seimbang.

Photo by Nagy Arnold on Unsplash

Mengapa Anda belum menikah? 

Saya memutuskan tidak menikah. Ada faktor usia juga, terlalu tua untuk memulai rumah tangga. Dalam kehidupan percintaan saya boleh dikatakan saya paceklik, sepanjang hidup hanya jatuh cinta dua kali. Yang pertama pada usia 13 tahun, dengan A Ling, dan yang kedua pada usia 26 tahun, dengan Katia. Selebihnya saat ini saya tidak mempunyai teman dekat (wanita).

Dengan penggemar yang banyak dan fanatik tentu tidak susah menemukan jodoh? 

Bukan begitu, saya adalah tipe orang pembosan. Kalau saya menikah kemudian di tengah jalan bosan, bagaimana? Ibu saya juga sudah sering menyuruh saya menikah, tapi berat untuk melaksanakannya…

Atau, Anda takut dengan komitmen? 

Sama sekali bukan itu. Kalau saya takut dengan komitmen, mana mungkin saya mau menyekolahkan dua keponakan saya hingga lulus perguruan tinggi.

Previous article
Next article

Related Stories

spot_img

Discover

Banyan Group Perluas Portofolio di Tiongkok Timur dengan Angsana...

Memasuki dua dekade kehadiran di Tiongkok, Banyan Group menegaskan posisinya sebagai pemain utama perhotelan...

Sailing Through Flavours: Dominique Crenn Bawa Sentuhan Gastronomi ke...

Bayangkan ini: Anda sedang berlayar pelan di kanal tenang Prancis, angin musim panas berhembus...

Golfcation di Delonix Hotel Karawang

Ketika Lapangan Hijau Bertemu Relaksasi Modern Matahari Karawang baru saja naik, udara pagi terasa segar...

Bawa Semangat Juara Dunia, Indonesia AeroPress Championship 2025 Kembali...

Di balik denting sendok dan aroma kopi yang baru digiling, ada sebuah panggung kecil...

Retorika Gagah, Realita Masih Tertatih

Pidato Prabowo pada 15 Agustus 2025 memancarkan semangat β€œtak gentar pada yang besar dan...

PR 4.0: Mengelola Persepsi di Era Digital – Blueprint...

Di dunia bisnis modern, teknologi bukan lagi sekadar alat, melainkan lanskap tempat reputasi dibangun...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here