Kata ‘hotel’ yang selama ini digunakan untuk menyebut akomodasi komersial dirasa kurang tepat. Karena pada dasarnya, tempat menginap tak dapat di klasifikasikan rata atau standar begitu saja. Tapi mesti mengandung keunikan yang membuatnya berbeda, tetap disukai dan ingin dikunjungi atau diinapi kembali.
Penggunaan kata hotel yang saat ini di gunakan, rasanya kurang tepat. William Wongso mengungkapkan, ”Lebih pas adalah penginapan yang memiliki personalitas dan terkesan kita menginap di rumah teman.”
William Wongso mengungkapkan, ”Di masa depan, masyarakat ingin mendapatkan sesuatu yang pribadi. Hingga tempat menginap juga harus memiliki sebuah personality. Bukan sekadar untuk bermalam, juga bukan kategori the best.”
Menurutnya, mesti ada semacam kriteria dalam mengedukasi pengguna akomodasi komersial ini. Dan sebaiknya, nama juga bukan ’hotel’ tapi ’tempat menginap’. ”Yang diinginkan dari tempat menginap dengan personality itu, akan melahirkan rasa ’seperti menginap di rumah teman atau tetangga yang telah kita kenal’.”
Jadi dalam hal ini, sama sekali tidak ada batasan bahwa nilai eksklusif berbanding lurus dengan kamar harus dalam kondisi prima, serba bagus, serba kelas satu atau mewah. Tempat atau lokasipun tidak dibatasi berada dalam atau luar kota, tapi juga bisa di atas air, seperti pelayaran sungai dan live aboard.
Bagi Heryus Saputro, hal terpenting yang diinginkan pejalan saat menginap atau bermalam adalah keamanan dan kenyamanan. ”bila unsur ini sudah dipenuhi, maka nilai yang dibayarkan untuk harga hotel bisa ditekan, karena orang akan berpikir; mengapa harus bayar mahal, bila konsepnya manghabiskan waktu di luar hotel.”
Sedang Jay Subyakto menambahkan, beberapa pejalan atau pelaku wisata, terkesan masih takut keluar dari kenyamanan bila berada di luar rumah. ”Padahal, di luar Pulau Jawa, tak semua penginapan bisa menawarkan nilai mewah dan eksklusif. Bisa saja penginapan biasa, tapi atmosfernya menyatu dengan alam sekitar dan masyarakatnya. Model tempat bermalam seperti ini laik mendapat perhatian lebih.” (National Geographic Traveler, September 2009)