Saya sempat kaget ketika memasuki Teater Besar, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Betapa tidak, gedung pertunjukan yang selama ini dipandang sebelah mata, kecuali pertunjukannya sendiri, sekarang benar-benar menakjubkan.
Kali ini Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta, layak mendapat acungan jempol. Gedung baru ini tak hanya struktur bangunannya yang artistik, namun juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas pertunjukan bertaraf internasional, termasuk efek visual serta sound system cukup memukau. Hal tersebut terlihat saat saya menyaksikan pertunjukan drama musikal Onrop! yang disutradarai Joko Anwar, Kamis, 18 November lalu.
Jauh hari Onrop! memang telah menjadi pembicaraan banyak orang, terutama anak-anak gaul Jakarta, karena strategi promosinya sangat bagus, termasuk menggunakan medium social media di Internet, khususnya Twitter. Tidak heran kalau tiket seharga Rp 150.000 (bronze) hingga Rp 450.000 (gold) untuk pertunjukan yang berlangsung 13 hingga 21 November itu ludes.
Drama musikal dengan gaya bertutur masa kini itu seakan menemukan komunitas penontonnya; anak-anak muda Jakarta dalam balutan busana mutakhir, parfum berkelas, serta gadget keluaran. Ini berbeda dengan komunitas TIM pada umumnya yang bergaya seniman. Tidak heran, Joko Anwar sebelumnya memang dikenal sebagai pembuat film Janji Joni, Kala, Pintu Terlarang, dan juga penulis skenario Arisan, yang pasarnya memang anak-anak muda tersebut.
“Memang belum menjadi tren, tapi Onrop!Musikal memang sebuah alternatif, pertujukan teater yang patut dikedepankan,” ungkap Joko, yang pernah berakting dalam pementasan drama musikal The Wizard of Oz bersama Wheeling Park Players di West Virginia, AS.
Onrop! berkisah tentang cinta, sesuatu yang telah langka di negeri ini. Begitu banyak kekerasan, aturan moral super ketat yang membuat cinta tak dapat leluasa menemukan jalannya. Itulah yang dikemukan Joko Anwar, yang juga menulis skenario sekaligus lirik lagu dalam drama musikal itu.
Mengambil setting cerita tahun 2020, drama musikal ini berkisah tentang Bram (diperankan berganian oleh Ichsan Akbar dan Giandra Hartajaya) dan Sari (diperankan oleh Aimee Saras dan Ary Kirana), pasangan kelas menengah atas.
Bram tersandung hukum dengan menyebut kata “telanjang” dalam karya novelnya, yang dianggap tak senonoh dalam moralitas Indonesia. Bram dinyatakan bersalah, dipenjara, dibawa ke pengadilan, dan akhirnya dibuang ke Pulau Onrop.
Pada saat yang sama Sari juga terjerat kasus yang sama karena kegemarannya berpakaian minim – namun kemudian dibebaskan dari penjara sebelum pengadilan berlangsung.
Dari situlah cerita bergulir, Sari hidup di negara yang menerapkan UU Anti “Onropgrafi dan Onropaksi”, sedangkan Bram di pengasingan, Bram justru menemukan fakta yang berbeda dari bayangan sebelumnya. Ceritanya pun berakhir dengan happy ending.