![]() |
KABARE |
KRETEK adalah produk yang
merepresentasikan tradisi masyarakat pribumi Indonesia. Tak ubahnya rendang,
pempek, atau gudeg, kretek juga dipandang sebagai simbol tradisi dan jati diri
bangsa.
Pengertian rokok kretek,
menurut Wikipedia, adalah rokok yang menggunakan tembakau asli yang
dikeringkan, dipadukan dengan saus cengkeh dan saat dihisap terdengar bunyi
kretek-kretek.
Mark Hanusz, dalam
“Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes”, menyebut
rokok kretek, yang dibungkus daun jagung, merupakan salah satu simbol
pergerakan nasional. Kretek bahkan mengalami kejayaan nyaris serupa dengan yang
dialami cengkeh di Kepulauan Maluku pada abad pertengahan.
Orang memahami kretek
sebatas sigaret yang tidak menggunakan filter. Tapi sesungguhnya, yang
membedakan kretek dengan jenis sigaret lain adalah kandungan cengkeh dan unsur
herba alamiah lain di dalamnya. Sementara rokok putih (jenis rokok konvensional
yang berasal dari Barat) hanya mengandung tembakau, kretek merupakan produk
hasil racikan tembakau dengan cacahan cengkeh dan tambahan saus.
Dalam sebatang kretek
terkandung belasan, bahkan lebih dari 30, jenis tembakau yang berasal dari
seluruh pelosok Indonesia. Sedangkan dalam sebatang rokok putih hanya
mengandung paling banyak tiga jenis tembakau (dikenal dengan American Blend,
yang terdiri atas campuran tembakau Virginia, Burley, dan Oriental—biasanya jenis
Turkish).
Agak memprihatinkan
belakangan ini industri kretek mengalami kemunduran. Banyak pabrik rokok
terkenal mengurangi jumlah karyawan mereka, bahkan sejumlah pabrik rokok kecil
sudah sejak 2009 tak berproduksi.
Syukurlah, presiden dan
wakil presiden Joko Widodo – Jusuf Kalla, sebelum terpilih, sudah menaruh
perhatian kepada nasib industri kretek di Tanah Air. "Mempertahankan
industri hasil tembakau, terutama rokok kretek itu penting," ujar Nurson
Wahid, salah satu anggota tim sukses mereka.
Apalagi, lanjut dia,
industri hasil tembakau saat ini sedang menghadapi berbagai ancaman dari sisi
regulasi dan persaingan. Regulasi paling pokok, yakni peraturan pemerintah dan
paling gawat adalah Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau
konvensi pengendalian tembakau.
Saus Kretek, Ramuan Rahasia
Rasa dalam kretek
terbentuk karena ramuan saus yang dijaga kerahasiaannya turun-temurun. Setidaknya
ada dua alasan utama mengapa saus menjadi penting buat kretek. Pertama, saus
mencirikan karakter rasa dan merek rokok. Saus ditambahkan untuk memperkuat
rasa racikan berbagai jenis tembakau di dalamnya, sekaligus sebagai bumbu
penyedap, yang mencirikan keunikan setiap kretek.
Kedua, sebagian besar
tembakau kering tak langsung “siap saji” karena tingginya kandungan kadar
alkohol. Karena itu, saus dalam hal ini berperan menetralisasi rasa tembakau
yang masih kasar, sekaligus menjaga dan menstabilkan konsistensi rasanya.
Seperti diungkapkan Mark
Hanusz, terdapat sekurang-kurangnya 50-100 rasa berbeda dalam saus kretek. Saus
dalam kretek mencirikan selera dan kepekaan masyarakat, yakni kegemaran
menambahkan perasa dalam sajian. Kegemaran khusus ini sesungguhnya tecermin
pula dalam tradisi mengunyah sirih pinang.
Pada masa awal
perkembangan industri kretek, bahan yang digunakan meracik saus terdiri atas
esens buah-buahan lokal yang mudah didapat, seperti pisang, nangka, dan kayu
manis. Kerahasiaan ramuan saus pada setiap merek kretek dijaga betul, dan untuk
melacak bahan penyusun saus bukanlah pekerjaan mudah. Rahasia ini hanya
diketahui oleh pemilik perusahaan kretek dan peramu senior di perusahaan itu.
Dalam selinting kretek
terkandung identitas bangsa, yakni kretek bukan sekadar barang konsumsi, tapi
juga harus dijaga dan dilestarikan. Seperti dikutip dari laman
Komunitaskretek.or.id, banyak upacara adat di berbagai daerah Nusantara yang
menggunakan kretek, bersama kopi hitam kental, sebagai seserahan atau sesajen yang
diperuntukkan bagi “roh” atau “nenek moyang" sebagai tanda penghormatan
teramat tinggi.
Di Madura, kisah mengenai
kretek tak hanya berputar di wilayah kebudayaan, bahkan juga ekonomi. Konon,
bunga yang dipakai di kepala seorang putri yang amat cantik, Potre Koneng,
jatuh di sepetak lahan. Lahan itu yang sampai sekarang menghasilkan tembakau
berkualitas luar biasa. Orang-orang Madura mengenalnya dengan sebutan tembakau
Campalok.
Untuk ukuran komoditas
pertanian, tembakau Campalok mencapai harga yang fantastis, sekitar Rp 1 juta
per kilogram. Barangkali hanya biji dan bubuk Kopi Luwak yang bisa menyaingi
harganya.
No comments:
Post a Comment