Pasar Wine yang Membesar

Wine kini lebih dari sekadar social drink, banyak orang yang semula coba-coba telanjur menjadi penyuka wine sehingga minuman yang satu ini menjadi teman akrab, baik saat santai, pesta, maupun teman saat bersantap. Tidak salah, pasar wine memang berkembang pesat di Jakarta. Itu sebabnya, tempat-tempat minum wine kini makin banyak tersedia.

Ada venue khusus yang menyediakan wine, yang bisa dinikmati di tempat atau dibawa pulang. Ada juga konsep restoran dan wine lounge, dengan sofa-sofa modern dan cantik. Ada live music yang membuat venue tersebut sebagai tempat hang out yang mengasyikkan.

Bar-bar ini mengakomodasi kebutuhan minum wine kaum urban (biasanya berusia 25 – 45 tahun) yang mulai menjadi kebiasaan, bahkan menjadi bagian dari gaya hidup baru. Saat kesibukan semakin padat, bar-bar tersebut hadir dengan fasilitas kelas atas, yang membuat kaum urban bisa menikmati hidup.

Yang menarik, faktanya, tidak murah untuk berinvestasi di wine bar, setidaknya dibutuhkan dana sekitar Rp 3,5 – Rp 6 miliar. Itu belum termasuk sewa tempat yang biasanya berada di kawasan elite Jakarta, kalau tidak di central business district Jakarta, pastilah di seputar Kemang. Kalau dihitung dengan persediaan wine-nya sudah pasti akan lebih besar lagi, sedikitnya Rp 300 juta bahkan Vin+ yang juga distributor wine yang menyuplai gerai-gerai lain, harus menyediakan dana tak kurang dari Rp 20 miliar untuk stok wine.

Harga wine sangat bervariasi, tergantung merek dan jenisnya. Sebotol house wine, yang bisa diminum sehari-hari sekitar Rp 200 – 300 ribu, tapi yang full bodied harganya bisa Rp 500 ribu ke atas. Asal tahu saja, di Jakarta ada wine bar yang menjual angur premium yang harganya selangit, Bollinger 1829 – Champagne, Blanc de Nairs, misalnya, harganya Rp 16 juta per botol, bahkan Montrachet (2000) – White wine, Chardonnay, Burgundy harganya Rp 50 juta dan Romanee Conti (1999) – Red wine, Burgundy, Rp 100 juta per botol.

Keberanian orang untuk berinvestasi di bisnis ini tak lain karena pasar wine di Jakarta, meski pun niche, tapi cukup menjanjikan. Kalau tidak, mana mungkin Opco Group yang mempunyai sejumlah klub dan restoran – sebutlah Embassy, Score, Hugos (klub-klub trendsetter di kota-kota besar Indonesia), Wonder Bar, dan lain-lain, berminat membuka wine bar dengan nama Cork & Screw. Atau Jaya Sukamto si pemilik minuman jus kemasan merek Berri, merambah ke bisnis wine, salah satu gerainya adalah Cheese & Caviar.

Photo by JESHOOTS.COM on Unsplash

Menurut Suryadi Jaya, Direktur PT Sarana Tirta Anggur yang bergerak di distribusi wine, pemain wine di Indonesia saat ini sekitar 15-an. Ada yang hanya bergerak sebagai retailer dengan mendirikan wine bar, tapi ada yang juga merangkap sebagai distributor. “Level penjualan wine itu beragam. Kami tidak saling bersaing, sebab masing-masing produk mempunyai segmen pasar sendiri-sendiri,” katanya. (Burhan Abe)

Platinum Society, Desember 2008

Previous article
Next article

Related Stories

spot_img

Discover

Terus Mau Sampai Kapan Cuma Jadi Penonton? Ini Dua...

Iya, maaf kalau judulnya pedes. Tapi coba tanya diri sendiri:“Usahamu sekarang benar-benar berkembang, atau...

Catatan Seru Buat Kamu yang Lagi Bangun UMKM

Biar Nggak Cuma Posting, Tapi Jualan Beneran Laku Siapa sih yang nggak mau tokonya rame...

Mengubah AI dari Sekadar Tren Jadi Mesin Uang

Catatan untuk Mereka yang Ingin Kerja Lebih Cerdas Kita sedang hidup di masa paling unik...

Rasa yang Membara dan Penuh Elegansi: Cita Rasa Thailand...

Ada kalanya, pengalaman kuliner tak hanya soal rasa, melainkan juga soal suasana, cerita, dan...

Sebuah Gelas, Sebuah Gaya Hidup

Ada dua jenis pria di dunia ini: mereka yang memesan Martini dengan yakin, dan...

Slow Burn: Cerutu, Gaya Hidup, dan Maskulinitas yang Disadari

Cerutu itu bukan sekadar asap atau gaya. Ini soal sikap. Dan Slow Burn menyajikan...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here