Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Yogya
LAGU Kla Project tersebut pasti mempunyai kesan tersendiri bagi orang-orang Yogya atau yang pernah tinggal di Yogya. Setidaknya itu pula yang saya rasakan ketika menginjakkan kaki di Kota Pelajar tersebut, libur Lebaran lalu. Saya memang tidak hanya mengenang masa kuliah di Universitas Gajah Mada, tapi bersama keluarga ingin menikmati suasana Yogyakarta, yang pastinya berbeda dengan di Jakarta.
Memang di kendaraan menuju kota kenangan tersebut, sejumlah rencana telah saya tetapkan, misalnya berwisata kuliner ke daerah Wijilan, yang terkenal dengan gudegnya, makanan khas yang menjadi ikon Yogyakarta. Malioboro tentu menjadi salah satu sasaran, juga alun-alun yang bersebelahan dengan Kraton.
Beruntung saya dan keluarga bisa menginap di heritage hotel, namanya Ndalem Ngabean, yang beralamat di Jl. Ngadisuryan No. 6. Hotel baru memang, baru beroperasi tiga bulan, dan kamarnya siap disewakan cuma tujuh buah. Menilik alamatnya, hotel ini masih di kawasan Kraton Yogyakarta.
Kraton Yogyakarta yang juga dikenal sebagai Kasultanan Ngayogyakarta berdiri tahun 1755. Bangunan Kraton ini dipagari beteng yang luas yang di dalamnya ada bangunan kecil dan disebut sebagai pojok beteng. Di dalam bangunan beteng selain ada bangunan Kraton, tempat tinggal raja, di sekitarnya ada sejumlah kampung sebagai tempat bermukim penduduk, yang pada zaman dulu merupakan abdi dalem Kraton.
Namun pada perkembangan berikutnya, orang yang tinggal di dalam beteng Kraton tidak harus sebagai abdi dalem, tetapi bisa orang biasa yang bertempat tinggal di sana lantaran telah membeli tanah berikut bangunan rumah dari pemilik sebelumnya, Kraton di lingkungan, dalam istilah lokalnya, “njeron beteng”.
Ndalem Ngabean, yang asal tahu saja dulunya merupakan kediaman pengusaha Probosutedjo, termasuk yang berada di lingkungan “njeron beteng”. Jadi, tidak ada salahnya, meski hanya semalam, bergaya sejenak seperti keluarga Sultan. Juga tidak salah kalau hotel dan juga restoran (yang sudah terlebih dahulu ada) menyebut diri sebagai “The Most Elegant Prince House for Lunch & Dinner”.
Arsitektur Ndalem Ngabean sangat Jawa, lengkap dengan pendoponya. Tidak hanya itu bangunan dan lingkungannya boleh dibilang sebagai duplikatnya Keraton, bahkan hingga ke bagian detilnya, mulai ukiran bahkan warnanya yang dominan hijau. Meski bergaya klasik, bukan berarti fasilitasnya juga kuno, karena Ndalem Ngabean dilengkapi dengan fasilitas modern – lengkap dengan kolam renangnya yang terkesan masa kini.
Ndalem Ngaben, selain berada di dalam kompleks Istana Kraton Yogyakarta, juga berdekatan dengan Tamansari, Museum Sonobudaya, Museum Gamelan, dan Museum Kereta. Tentu saja dekat dengan Pasar Ngasem, pasar tradisional Yogyakarta yang tidak dijumpai di kota-kota lain. Di sini tidak hanya ada makanan bakpia saja – yang sudah populer secara nasional, tapi juga yang lebih tradisional, seperti clorot, apem, semar mendem, hawuk-hawuk, lemper, gebleg dari Kulonprogo, yangko dari Kotagede.
Sebagai kota wisata, Yogyakarta yang kini makin modern – sudah mempunyai mal mewah lengkap dengan Starbuksnya, sebenarnya masih banyak menyimpan berbagai pesona yang belum seluruhnya tergali. (Burhan Abe)