PEMBERIAN tiket Garuda Indonesia, via Mbak Ainun Chomsun, untuk bepergian ke mana pun, boleh memilih salah satu destinasi dari Sabang sampai Merauke, jelas sangat menarik. Ini salah satu dari program Garuda SocialMiles, yaitu sebuah platform yang komprehensif tentang Indonesia di online dengan tujuan untuk lebih mengenalkan Indonesia kepada dunia.
Tadinya saya pengen terbang ke Raja Ampat, yang kata orang, pemandangannya sangat menakjubkan. Tidak heran, banyak resor-resor mewah dibangun di sana. Tapi segera terpikir, hanya dengan selembar tiket pesawat p.p., tentu akan banyak PR yang harus dikerjakan untuk berpetuang ke suatu tempat, mulai dari mencari hotel atau resor, transportasi lokal, makan selama di sana, dan seterusnya, yang tentunya membutuhkan biaya tak kecil.
Well, maka teringatlah saya dengan seorang teman yang baik hati (dan tidak sombong), Dewi Shintawati, orang perhotelan yang kini menjabat sebagai Regional Public Relations Manager – Bali & Lombok, Archipelago International, mungkin tidak keberatan untuk menjadi sponsor penginapannya, yang propertinya antara lain ada di Lombok (favehotel, Langko Mataram) dan Gili Trawangan (Aston). Raja Ampat sementara lupakan sejenak!
Gayung bersambut, Shinta – demikian ia biasa dipanggil, tidak hanya menyediakan kamar hotel, tapi juga menyiapkan acara yang lebih heboh, “Adventure to Lombok & Gili Trawangan”, 29 – 31 Mei 2015.
Saya boleh mengajak para blogger yang lain dari Jakarta, dan via Mbak Ainun, terkumpullah saya, Mbak Ainun sendiri (bersama Kika, anaknya semata wayang), Ndoro Kakung (bersama istri dan anak), Alle, Dimas Novriandi, Muhamad Imam, dan Ivan Loviano. Shinta sendiri akan mengerahkan sekitar 10 orang media dari Bali. Kunjungan ke Bali memang tidak terhitung, tapi ke Lombok, yang hanya “selemparan batu” justru baru sekarang ini. Memang, beberapa tahun yang lalu, saya pernah menginjakkan kaki ke pulau ini, tapi hanya sejenak sebagai bagian dari perjalanan wisata kapal pesiar “Spice Island Cruise” yang sekarang sudah tidak ada lagi.
Wisata Kuliner
Pesawat Garuda GA 0434 mendarat di Bandar Udara Internasional Praya-Lombok, jam 09.00 waktu setempat, dan saya langsung bergabung dengan rombongan blogger dari Jakarta, serta awak media dari Bali, ditambah dua kru Trans TV, yang baru tahu belakangan, dari Jakarta. Sarapan di pesawat memang cukup, tapi kurang afdhol kalau belum merasakan kuliner Lombok. Rumah Makan Cahaya yang tak jauh dari bandara adalah sasarannya.
Rumah Makan Cahaya punya menu andalan Nasi Balap Puyung. Masakan ini memang berasal dari Kampung Puyung, Lombok Tengah, NTB, tapi kelezatannya membuat makanan ini merambah ke kota-kota, seperti Mataram, Lombok Barat. Pedas menjadi ciri khasnya. Selain itu di rumah makan ini pula tentu ada ayam Taliwang, Lombok yang tak kalah menggodanya, dan jelas maknyus!
Sukarara, Desa Kerajinan
Hari masih pagi, tapi di Lombok seperti ada dua matahari. Panas! Perjalanan berikutnya adalah Desa Sukarara, yang dikenal sebagai salah satu sentra kerajinan tenun tradisional.
Desa ini, secara administratif, masuk dalam Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Lokasi Desa Sukarara ini sekitar 25 Km dari kota Mataram atau sekitar 30 menit naik kendaraan, dan sekitar 5 Km dari kota Praya atau 5 menit dengan menggunakan kendaraan pribadi atau taksi.
Sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Sukarara adalah menenun. Semua perempuan di desa ini diwajibkan bisa menenun, bahkan belum boleh menikah jika belum menguasai ilmu menenun. Dengan alat tenun kayu (tentu, bukan mesin), mereka menghasilkan bermacam jenis kerajinan tangan khas Pulau Lombok. Seperti pakaian tradisional, taplak meja, selimut, selendang, dan lain-lain, dengan motif-motif yang indah. Karena hasil karya yang berkualitas tersebut, desa ini kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung domestik maupun mancanegara. Harga hasil tenunan juga bervariasi, mulai dari selendang seharga Rp 75.000,- (selendang) hinggga Rp 3 juta rupiah (satu set pakaian). Anda juga bisa menemukan baju batik di desa ini, baik batik tulis maupun cap, dengan karakter Sasambo dan Lombok.
Desa Adat Sade
Desa Adat Sade, yang kami singgahi berikutnya, mempunyai keunikan tersendiri. Sasak adalah penduduk asli Pulau Lombok, yang saat ini populasinya sekitar 85%. Desa Sasak paling kuno adalah Desa Bayan, tetapi yang paling sering dikunjungi wisatawan adalah Desa Sade, salah satu dusun di desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah.
Rumah di Sade dibangun berbaris di mana yang paling menonjol dan khas Lombok adalah lumbung padi dengan atap berbentuk topi terbuat dari alang-alang. Padi dimasukkan melalui jendela terbuka. Beruga atau ruang upacara berdiri di atas enam pilar dan atapnya juga terbuat dari rumput gajah, memberikan suasana sejuk ketika cuaca terik dan hangat pada malam hari yang dingin.
Sebagian besar suku sasak bekerja sebagai petani, sementara kaum perempuan lebih mahir menenun, memproduksi kain ikat Lombok yang indah. Buah tangan mereka bisa dilihat (dan dibeli, tentu) oleh para turis yang berdatangan ke situ. Tidak hanya kain tenun, merchandise yang lain juga mereka jual, bahkan barang yang lagi in, batu akik.
Pantai Kuta dan Tanjung Aan
Setelah wisata budaya, kini saatnya menikmati keindahan alam. Pantai Kuta dan Tanjung Aan, adalah dua kawasan wisata pantai di Lombok yang wajib dikunjungi.
Berbeda dengan dengan Pantai Kuta di Bali, Pantai Kuta Lombok lebih sepi, jauh dari hituk-pikuk pengunjung. Pantai ini menyuguhkan pemandangan yang lebih alami, pasirnya putih seperti kertas yang membentang luas. Airnya sangat jernih, terlihat gradasi warna biru laut yang menakjubkan.
Tanjung Aan juga tak kalah ajaibnya. Tak seperti pantai Lombok lainnya, pasir Pantai Tanjung Aan berbentuk bulat seperti merica. Pantai ini langsung berhadapan dengan Samudera Hindia, dan memiliki garis pantai sepanjang dua kilometer. Pantai Tanjung Aan sangat tepat bagi Anda yang gemar ber-snorkling dan berenang. Menjelang sore permukaan air laut akan mulai naik, menjadikan pantai ini tempat yang tepat untuk berselancar.
Smart Hotel
Perjalanan wisata hari pertama diakhiri wisata kuliner lagi, kali ini dengan menu spesial ayam bakar taliwang, yang disajikan bersama makanan khas Lombok lainnya, plecing kangkung. Menjelang petang, kami pun menuju favehotel Langko Mataram. Terletak di lokasi strategis di pusat Ibu Kota Lombok, hotel ini hanya berjarak 45 menit dari Bandara Internasional Lombok, serta berdekatan dengan kantor Walikota, kantor Gubernur, dan kantor pemerintahan lainnya yang dapat ditempuh dengan jalan kaki.
Inilah jenis smart hotel yang nyaman untuk beristirahat. Dengan serangkaian fasilitas lengkap, serta desain yang khas, menjadikan hotel ini sebagai standarisasi untuk akomodasi budget di Mataram. (Burhan Abe)