Mungkin Anda akan terperanjat dengan judul tulisan ini. Memang, tak terasa sudah tiga tahun usia MALE. Usia yang sebenarnya sangat dini bagi sebuah penerbitan, tapi juga usia yang relatif panjang bagi sebuah produk digital. Puji syukur, kami bisa merawat kreativitas selama tiga tahun ini. Untuk prestasi ini kami merayakannya dalam sebuah pesta yang kami beri tajuk ‘3 Year Journey MALE Magazine’ di Exodus, Kuningan City, Jakarta, Jumat 13 November 2015 lalu. It’s the last MALE party! Â
Ada beberapa alasan, baik internal maupun eksternal, mengapa MALE yang sedang Anda baca ini adalah edisi terakhir.
Seperti diketahui, MALE adalah majalah dengan format digital interaktif yang bisa dinikmati melalui iPad, Tablet Android – kemudian merambah ke smartphone (baik iPhone maupun yang ponsel Android), dan desktop PC dalam bentuk PDF, yang bisa diunduh gratis. Tiga tahun lebih MALE sudah menjadi trendsetter majalah pria berformat digital interactive di Indonesia.
Data statistik menunjukkan setiap edisinya MALE rata-rata ter-download sekitar 11.000 kali untuk versi tabletnya, 16.000 untuk versi smartphone dan 150.000 versi PDF. Angka yang fantastis, apalagi jika dibandingkan dengan oplah majalah cetak, misalnya.
Tapi, perkembangan dunia digital bergerak luar biasa cepat. Perilaku publikpun ikut berubah, walaupun tidak secepat perkembangan teknologi digital itu sendiri. Pada awalnya, iPad yang lahir tahun 2010, menjadi produk ajaib, produk masa depan yang diharapkan bisa mengubah cara orang mengonsumsi media. Bukan sekadar platform, tapi seperti dikatakan Kevin Benedict, Senior Analyst for Digital Transformation and Mobility, Cognizant, transformasi digital bukanlah sekadar platform teknologi, juga bukan solusi baru, tapi cara baru melakukan bisnis.
Pertumbuhan gadget memang sangat pesat dan bervariasi dalam lima tahun terakhir ini. Tapi perkembannya tidak mengarah ke iPad, setidaknya jika dibandingkan dengan smartphone, misalnya, yang populasinya jauh lebih besar dibandingkan dengan tablet layar sentuh. Dari segi teknologi, smartphone (juga phablet) jauh lebih semarak ketimbang ‘sabak digital’ tersebut.
Tentu, membutuhkan effort yang besar untuk mensosialisasikan MALE kepada calon pembaca baru, juga kreativitas yang tinggi untuk mengikat pembaca lama. Sementara dari sisi bisnis, tentu tidak mudah untuk meyakinkan advertiser untuk menyisihkan bujet iklannya ke majalah digital ini – yang berbeda dengan bujet online advertising yang kuenya terus membesar. Walaupun nyatanya terdapat pertumbuhan di penyebaran produk (download) maupun perolehan iklan di Majalah MALE, ternyata hal itu belum bisa mengimbangi perkembangan teknologi itu sendiri yang cost-nya juga makin menjulang.
Dengan perasaan berat hati, langkah MALE meramaikan jagad media digital harus kami selesaikan di edisi 161 ini. Kepada pembaca yang setia mengunduh setiap minggunya, juga mitra bisnis mendukung keberadaan MALE selama ini, kami hanya bisa mohon maaf, dan tentu menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya. Salam. (Burhan Abe)
MALE 161