Home Blog Page 45

Not Your Average Cuppa in Singapore

0
4 Cafés Off Singapore’s Beaten Path

Source: stayfareast.com

In Singapore, coffee comes in many different forms – from a Kopi O Gau in a traditional kopitiam to an espresso at a coffee chain or a latte art-topped cuppa in an independent café. The latter is a recent development, as the Third Wave Movement – treating coffee as an artisanal foodstuff – made its way from America, Australia and Europe to Singapore.

With the growth of local and regional barista competitions that have brought the art of coffee making to the forefront along with the rise of artisanal coffee roasters, a strong café culture has taken root in Singapore. And so over the last decade, cafés with their own identity, character and quirks have begun to spring up across the island, a counterpoint to mass market establishments – some in the most unexpected of places. Here’s a guide to cafés on the island’s paths less travelled, a perfect way to explore a side of Singapore familiar only to locals.
Source: sharontravelogue.com
 
Chye Seng Huat Hardware: Tools of the Trade
Lavender, once an industrial district of small workshops, is a growing garden patch of cafés. Ask for a recommendation here, and Chye Seng Huat Hardware will be frequently mentioned. Housed in a former hardware store – hence the name – the café isn’t just a place to have a cuppa. It also houses a coffee school, private tasting room and roastery.
Behind the retro, Straits Settlement Art Deco front (complete with a traditional Chinese signboard), the café serves up its java in an industrial-chic setting. Beyond coffee, there is a good selection of ‘Tummy Fillers’ (as the café calls them) and sweet treats, amongst which the Madeleines and the Hazelnut Coffee Muffin stand out.
150 Tyrwhitt Road
Tel: +65 6396 0609
Opening Hours: 09.00 – 19.00, Tuesday – Sunday (Open until 10pm on weekend)
Source: the4moose.blogspot.com
Colbar Eating House: A Taste of Nostalgia
For a setting more relaxing and calming than the average bustling cafe, head over to this leafy little corner of Whitchurch Road. Echoes of a Singapore past still linger here, which is part of the charm of Colbar Eating House, a storied café that used to service the now defunct British military barracks nearby.
Choice here is extensive, focusing on Asian interpretations of Western food that will be familiar to locals and intriguing to visitors. Short for Colonial Bar, Colbar serves up dishes like Sausages and Eggs, Pork Chops with Mushrooms, Marmite Sandwiches, Fried Rice and Fried Noodles in Gravy, usually washed down with coffee done the Singaporean way – wok-fried coffee beans with condensed milk.
9A Whitchurch Road
Tel: +65 6779 4859
Opening Hours: 11.00 – 23.00 (Tuesday – Sunday)
Source: WimblyYu.com

Wimbly Lu Chocolate Café: Sweet Dreams Are Made Of These

As the name suggests, Wimbly Lu operates on the dessert spectrum of cafés. Located in the small commercial strip of a quiet suburban neighbourhood, Wimbly Lu looks quaintly inviting upon entry: all colourful vintage furniture, exposed red brick walls and mismatched plates.
The dessert menu is extensive, from classic staples like Tiramisu, Éclairs, Brownies and Lava Cakes, to treats like Eton Mess and homemade Truffles, to quirkier experiments like the popular Root Beer Cake and seasonal Kit Kat Brownie. Wimbly Lu is also known for its waffles – crisp and fluffy – as well as its selection of ice creams. Savoury options are also available for those that want a full meal.
15-2, Jalan Riang
Tel: +65 6289 1489
Opeing Hour: 01.00 – 23.30, Tuesday – Sunday (09.00 – 23.00 Saturday and Sunday)
Source: GreatNewPlaces.com
Whale and Cloud: Tap The Third Brick From The Left To Enter
Getting to the speakeasy-inspired Whale and Cloud is an adventure in itself. Accessed through a nondescript blue door (the only evidence being a Harry Potter-esque 48 3/4 number, a stencil of the word ‘OPEN’ and a bench) in the back alley of Niven Road in Rochor, you enter Whale and Cloud with a knock on the door. No bells, no buzzers, just a knock.
Inside is a tiny, cosy space that feels like stepping into someone’s studio apartment. The coffee is excellent and sourced from the owner’s personal travels. There is a selection of homemade cakes and biscuits available, and when it is time to leave, drop an appropriate pay-what-you-will amount in the trust box before exiting Singapore’s best discreet little hideaway.
48 Niven Road
Opening Hours: 09.00 – 16.00 (only open on Saturday)

Nasi Campur Ayam Betutu a la Kedewatan @ Harris Hotel Raya Kuta Bali

0

Indonesia as a country has a lot of traditional menus that come from each province. For travelers, both from domestic and international, traditional or typical food must be something that they are looking for while visiting one or more places. This is the reason why Harris Hotel Raya Kuta decided to choose “Nasi Campur Ayam Betutu a la Kedewatan” from Balinese traditional menu to deliver culinary pleasure to travelers when they are visiting Bali.  

Travelers can find the “Nasi Campur Ayam Betutu a la Kedewatan” menu in the Chef Suggestion’s Menu. This menu consists of ayam betutu (chicken cooked with special Balinese spices) and served with some condiments: various chicken, vegetables, fried nuts, sate lilit chicken and two special sambals with steamed rice.  

“Nasi Campur Ayam Betutu a la Kedewatan is a traditional cuisine from Kedewatan – Ubud (name of one famous village in Bali). It has a rich taste and spiciness from traditional Balinese seasonings. The presentation of our Nasi Campur Ayam Betutu a la Kedewatan really represents the original “Nasi Campur Kedewatan” from Kedewatan village,” said Chef Maleachi, the Executive Chef.  

Harris Cafe is a name for restaurant in all Harris Hotels. The restaurant serves various selection of menu from Asian to Western. The tag line “Healthy Lifestyle Menu” means no MSG used, less sugar and salt, but still has delicious taste. Calories information is present in the entire menu as guideline for customers striving for healthy lifestyle.  

Harris Hotel Raya Kuta Bali has also launched a special traditional Indonesian menu to be found in every “Harris Cafe” across Harris Hotels in Indonesia by 2015.  

Harris Hotel Raya Kuta Bali Jl. Raya Kuta No. 83E Kuta Badung, Bali 80361 T. +62 361 763 863/F. +62 361 763 867  

Usher

0

Dalam sebuah pameran, apa yang menarik? Tentu saja produk-produk yang dipajang. Tapi jangan salah, kehadiran wanita-wanita penjaga stand, tidak kalah menawannya. Ya, itulah usher. Bukan penyanyi R&B, pencipta lagu, penari, dan aktor Amerika Serikat itu. Tapi usher yang ini adalah “pagar ayu”, ujung tombak suksesnya sebuah pameran.  

Keberadaan usher memang sering disamakan dengan sales promotion girl (SPG). Kedua profesi tersebut memang menonjolkan sikap ramah dan penuh perhatian. Namun ada fungsi yang berbeda, yang bahkan boleh jadi menyudutkan profesi usher. Profesi SPG lebih berat ketimbang usher, karena SPG memiliki target penjualan yang harus dipenuhi.  

Tapi, apa pun, kehadiran mereka membuat suasana menjadi sumringah. Pesona mereka, dalam balutan busana yang seksi, membuat pengunjung rame-rame mendekat. Tugas para usher tersebut bukan hanya sebagai pemanis, tapi dapat menjadi duta produk yang diembannya. Kehadiran mereka memancing opini beragam, bahkan tidak jarang yang bernada negatif.  

Uang yang berlimpah menjadi daya tarik yang paling kuat dalam menjalankan profesi usher. Apalagi pekerjaan ini tidak banyak membutuhkan keahlian khusus. Inilah yang kemudian menarik banyak wanita cantik terjun ke dalamnya, mulai yang masih kuliah hingga yang sudah memiliki pekerjaan. Meskipun tidak membutuhkan keterampilan khusus, profesi ini menguras stamina. Berdiri berjam-jam serta bersikap ramah dan komunikatif menjadi hal yang wajib dilakukan. Hanya, tidak banyak tuntutan bagi pekerjanya dan tidak ribet seperti di dunia kantoran. 

Syarat menjadi usher sangat mudah. Cantik plus bertubuh indah dapat menyandang profesi ini. “Tidak perlu ijazah, dan uang yang didapat lumayan,” ucap Baby, mahasiswi yang aktif dalam berbagai acara sebagai usher.  

Namun kehadiran para usher tidak lepas dari image negatif. Hal ini terjadi karena ada saja orang yang salah mengartikan profesi mereka. Karakter ramah yang sudah menjadi SOP dapat menjadi bumerang bagi usher. Respons negatif yang tak diharapkan bisa mengancam.  

“Karena nila setitik, rusak susu sebelanga” bisa menjadi pepatah yang mendeskripsikan kehidupan usher. Tapi tak tertutup kemungkinan adanya oknum yang menjalani pekerjaan itu untuk tujuan berbeda. “Memang ada teman sesama usher yang mengambil jalur lain, yang bisa merusak nama baik pekerjaan sebagai usher,” kata Baby.  

Profesi yang masih dipandang sebelah mata ini semakin terpuruk karena ulah usher yang menyeleweng. Digoda, disentuh, dan diajak berkencan menjadi risiko yang terkadang harus dihadapi dengan bijak. Baby menyatakan, memang stigma sudah ada di masyarakat, tapi sebenarnya kembali kepada usher itu sendiri. Perlakuan pria yang kurang sopan harus disiasati sehingga tidak menyinggung perasaan, dan pengertian usher tidaklah seperti yang dibayangkan mesti disampaikan.   Di sisi lain, lingkungan turut pula memberi perubahan cara pandang yang memang sulit dihindari. Penggunaan jasa usher di tempat karaoke, klub, dan kafe dengan pakaian seksi menjadi godaan tersendiri bagi pria hedonis. 


Sumber: MALE Zone, MALE Magazine 120 http://male.detik.com

JOBB The WORX® Smart Pants

0

JOBB menghadirkan inovasi celana pintar yang nyaman dan bergaya untuk para pria pekerja aktif

Hampir sepertiga waktu dalam sehari, bahkan tidak jarang lebih dari itu, kita habiskan untuk bekerja. Kebutuhan akan pakaian bekerja yang nyaman untuk mendukung kesibukan kegiatan sehari-hari pun menjadi suatu keniscayaan. Tepat di sinilah JOBB, label pakaian formal dan kerja pria, menghadirkan celana yang didedikasikan untuk para pria pekerja aktif.  

Berlokasi di Atrium East Mall Grand Indonesia, JOBB menjadi pionir di Indonesia dalam berinovasi melahirkan celana pintar untuk pria pekerja, melalui peluncuran koleksi terbarunya: JOBB The WORX® Smart Pants, Rabu (28/1). Didesain dengan empat keunggulan utama, yakni, Dry, Flex, Care-Free, dan Safe, The WORX® Smart Pants ini adalah tipe celana formal untuk bisa digunakan dalam keseharian, bagi para pria pekerja kantoran maupun mereka yang aktif di lapangan.  

The WORX® Smart Pants mengetengahkan jargon “Feel The Thrill and Experience the Freedom” yang menggambarkan pengalaman menyenangkan dan keleluasaan kala memakai celana tersebut. Dimulai dengan faktor Dry, The WORX® Smart Pants dirancang sebagai celana yang tahan segala cuaca, dengan kemampuan tahan cipratan air (Water Repellent). Jadi, tidak perlu lagi takut akan cipratan air hujan di kala musim penghujan, sebab terdapat proses Water Repellent Treatment yang melapisi bahan celana, di mana memungkinkan air untuk tidak menempel.  

Kemudian faktor Flex, di mana The WORX® Smart Pants mendukung aneka mobilitas tubuh untuk senantiasa bergerak fleksibel dalam kenyamanan. Terbuat dari paduan material comfort stretch, synthetic fiber 100% dan poly cotton (synthetic fiber 65% dan cotton 35%) dengan finishing mechanical stretch yang lembut dan fleksibel, The WORX® Smart Pants didesain untuk secara lentur mengikuti tubuh dan kaki yang bergerak bebas dan aktif.  

Mobile First

0

Internet bakal hilang! Pernyataan mengejutkan itu datang Executive Chairman Google, Eric Schmidt di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, pekan lalu. Ia menjawab awak media yang menanyakan masa depan situs-situs internet.  

Namun, pernyataan tersebut memang patut dicermati. Yang dimaksud adalah, internet kelak bukan lagi sesuatu yang luar biasa, karena  manusia dan Internet akan menjadi kesatuan yang tak terpisahkan. Manusia akan hidup dengan alat serba otomatis dan dinamis, sebagai implementasi atas konsep internet of things. Perkembangan tersebut telah dimulai dengan maraknya produksi wearable gadget dan perangkat pendukung smarthome.  

Lebih jauh lagi, dunia berada di genggaman tangan sudah bukan fantasi lagi. Semua terkoneksi melalui jari-jemari. Segala hal sudah mulai bisa dikerjakan hanya dengan menggunakan ponsel, mulai mengirim uang melalui rekening bank, memesan tiket pesawat, hingga memesan taksi, bahkan menjadikannya remote control televisi.  

Mobile first, itu pula salah satu topik yang mengemuka dalam Rapat Kerja Trans Media (yang terdiri dari Trans TV, Trans 7, detikcom, TransVision, dan CNN Indonesia) di Trans Resort Bali, 1-3 Februari 2015.  

Dulu, ketika pertama kali internet dikenal, kecanggihan teknologi ini bisa dirasakan melalui perangkat komputer yang besar. Seiring dengan berjalannya waktu, personal computer mengalami evolusi, sehingga bentuknya menjadi semakin tipis dan mungil. Lalu kesibukan pelaku industri menuntut adanya alat yang bisa membantu menyelesaikan semua pekerjaannya, tentunya sembari beraktivitas, atau kini dikenal dengan perangkat mobile.  

Pergerakan itu belum berhenti, malah semakin merangsek ke depan. Kebutuhan akan device yang dapat memenuhi keinginan pelaku industri semakin mendesak, tentu dengan tuntutan ukuran yang tak menghalangi penggunanya bergerak. 

Kecanggihan alat komunikasi menjadi syarat yang tak terbantahkan. Sementara sebelumnya ponsel hanya digunakan untuk berkirim pesan dan suara, kini harus bisa dipakai memenuhi keperluan penggunanya.  

Perkembangan fungsi mobile device ini telah dirasakan oleh penyedia jasa game dan media sosial, seperti Zynga serta Facebook. Dalam tulisan Jay Jamison bertajuk “Web 3.0: The Mobile Era” Agustus 2012, di Techcrunch.com, dinyatakan Zynga mengalami penurunan dalam public market-nya.

Masih berdasarkan tulisan tersebut, Richard Greenfield, Financial Analyst BTIG, mengatakan, “Right now, everything is going wrong for Zynga. In a rapidly changing Internet landscape that is moving to mobile, it’s very hard to have confidence these issues are temporary.”  

Begitu juga dengan Facebook, yang memiliki hubungan kerja dengan Zynga. Melambatnya angka pertumbuhan penggunanya tentu menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Bukan hanya itu, melalui pengukuran daily active users dan monthly active users, kala itu diketahui jumlah pemakai media sosial milik Mark Zuckerberg tersebut menunjukkan angka yang sama.  

Dalam pemetaannya, Jamison membagi perkembangan teknologi menjadi tiga era, yaitu Web 1.0, Web 2.0, dan Web 3.0, yang tengah terjadi sekarang ini. Web 1.0 adalah masa ketika konektivitas Internet mengandalkan jaringan pada raksasa seperti AOL, Yahoo, dan Google, yang menguasai masa ini. Kemudian tiba masa Web 2.0, dengan kondisi kebutuhan Internet menjadi bagian dari kehidupan sosial.  

Media sosial pun mulai tumbuh bak cendawan pada musim hujan. Mulai Friendster, Facebook, Twitter, hingga Zynga bermunculan pada era ini. Saat memasuki era Web 3.0, segala sesuatu bergerak dengan real-time. Hal ini dapat dilihat pada koneksi ketika melakukan panggilan video, gambar yang dihadirkan tak putus-putus dan tidak freeze lagi.

Namun tidak berhenti di situ, konon, kini sedang dikembangkan teknologi gadget bernama supercomputer, yang dapat memenuhi semua kebutuhan akan koneksi mobile yang diminta.  

The future is already here, it’s just not evenly distributed,” kata William Gibson, penulis novel asal Amerika Serikat.

Sumber: MALE Zone by Wit Prasetyo, MALE 119

Digital Publishing

0

Evolusi industri penerbitan tengah berlangsung di dunia, dan digitalisasi media memang tak terelakkan. Beberapa penerbit sudah beralih ke digital, beberapa yang lain mungkin baru memulainya. Di Indonesia nyaris semua majalah cetak mempunyai versi digitalnya, meski masih banyak yang belum interaktif, sesuai dengan platform-nya.  

Memang, tidak semua penerbit bisa segera move on, pindah dari cetak ke digital. Apalagi tidak ada jaminan bahwa di platform yang baru mampu memboyong serta para pengiklan. Ini memang problem besar di kalangan penerbit yang sudah merasa nyaman dengan platform lama yang bertaburan iklan. Padahal, kenyamanan tersebut adalah semu, yang tidak berdaya melawan perubahan zaman.  

Tidak hanya itu, pergeseran akibat teknologi mobile lebih cepat dari yang diperkirakan. Bahkan ponsel, tablet, mobile application, dan mobile lifestyle, telah diterima menjadi norma baru generasi kiwari. Teknologi digital terus berkembang dan berdampak bagi kehidupan manusia. Salah satunya pada industri penerbitan digital. Media-media informasi yang pada era sebelumnya didominasi oleh platformcetak, sekarang mulai beralih di digital.  

Yup, surat kabar dan majalah cetak mempunyai pembaca setia, sedangkan televisi adalah media tradisional yang masih memiliki audiens yang sangat besar, apalagi di Indonesia. Tapi yang tidak boleh dilupakan, semua publisher harus mempunyai persiapan untuk menuju ke era digital, kalau tidak ingin hanya menjadi kenangan kelak.

Digital publishing (juga disebut sebagai e-Publishing atau penerbitan elektronik) memang masih tergolong baru. Di platform baru ini, produk tidak lagi statis, banyak fitur-fitur yang tidak bisa disediakan oleh media cetak. Mulai dari audio, video, hyperlink, slideshow, animation, motion graphic, hingga customize gallery, semua bisa diaplikasikan ke dalam media digital. Khusus di majalah MALE, Anda sudah bisa lihat halaman interaktifnya di rubrik-rubrik utama, seperti Insight, Lights On, Movie, Travel, Wheel, Accent, Face to Face, dan lain-lain.  

Sementara pengiklan pun, selain diuntungkan dengan fitur-fitur interaktif tersebut, juga bisa mengukur efektivitas iklannya secara tepat.  

Pemilik lisensi Adobe Digital Publishing Suite (Adobe DPS) bisa melacak jumlah download majalah, jumlah viewer (pembaca) dan klik halaman iklan yang dipasang. Yang menarik, semua bisa tercatat, bahkan ketika pembaca mengakses konten dalam keadaan offline.  

Dengan teknologi, semua yang tak mungkin kelak bisa menjadi mungkin. MALE tentu selalu ikut dengan perkembangan zaman, tidak hanya  konten, foto, visual, tapi juga perkembangan teknologinya. (Burhan Abe)  

Sumber: MALE 118

Tren Iklan Digital

0

Bicara tentang digitalisasi memang tidak pernah basi. Di sektor media, misalnya, digitalisasi adalah sebuah keniscayaan. Apalagi, terbukti bahwa industri media cetak sudah masuk sebagai kategori sunset industry. Menutup tahun 2014, banyak media cetak yang menghentikan penerbitannya, tak terkecuali Indonesia.  

Memang, perpindahan pembaca yang luar biasa dari cetak ke digital, tidak serta merta diikuti perpindahan iklan, karena masih ada kendala secara teknis, dan terutama mindset para pemegang kuasa penempatan iklan yang masih merasa comfort dengan dunia cetak. Artinya, ada masa transisi antara dunia cetak dan digital.  

Tapi yang menarik, dengan segala kekurangannya, Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, adalah pasar digital yang diperhitungkan semua kalangan. Kalau tidak mana mungkin platform digital sekelas Google, Yahoo, Facebook, dan belakangan Twitter, tertarik menggarap pasar Indonesia.  

Menurut eMarketer, Indonesia bakal memimpin pertumbuhan iklan digital di kawasan Asia Pasifik. Situs itu memperkirakan bahwa belanja iklan digital di kawasan tersebut tumbuh 18,3% tahun 2014. Hal yang mengejutkan adalah Indonesia akan memimpin pertumbuhan dengan angka 75%. Menurut eMarketer, Indonesia bakal memimpin pertumbuhan iklan digital di kawasan Asia Pasifik. Situs itu memperkirakan bahwa belanja iklan digital di kawasan tersebut tumbuh 18,3% tahun 2014.

Hal yang mengejutkan adalah Indonesia akan memimpin pertumbuhan dengan angka 75%.   Memang, pertumbuhan pendapatan iklan digital di Indonesia tersebut, masih di kisaran single digit untuk periode 2013 – 2018. Redwing Asia menyebutkan, pada 2013 pendapatan iklan digital di Indonesia mencapai U$ 300 juta atau tumbuh 3,1%.

Pada 2014 omzet iklan digital diperkirakan bisa mencapai US$ 500 juta atau naik 5,1%. Dalam tiga tahun berikutnya berturut-turut diperkirakan akan membesar menjadi US$ 800 juta (2015), US$ 1,2 miliar (2016), dan 1,6 miliar (2017), atau tumbuh 8,8%.

Sedikit berbeda, ZenithOptimedia dan Magna Global meramalkan, tahun 2015 porsi iklan digital di Indonesia akan mencapai US$ 950 juta (sekitar Rp 12 triliun). Nilai tersebut, yang mengambil porsi 7,3% dari total belanja iklan, masih belum menembus angka psikologis US$ 1 miliar, meski terjadi peningkatan 80% ketimbang tahun sebelumnya.

Asal tahu saja, saat ini kue iklan terbesar di Indonesia masih didominasi media televisi yang mencapai lebih dari 60%. Ada pun perkiraan total belanja iklan di semua lini di Indonesia hingga tahun 2017 tumbuh 15-17% per tahun.

Yang jelas, cepat atau lambat, iklan digital tumbuh secara positif, bahkan eMarketer memperkirakan, kalau tahun 2015 porsinya cuma 7,3%, maka tahun 2018 bisa mencapai 20% dari total belanja iklan. Membesarnya pasar iklan digital tersebut didorong oleh munculnya kelas menengah baru, persaingan antarmerek, dan maraknya pemakaian teknologi baru dalam industri telekomunikasi seluler. (Burhan Abe)

Sumber: Editor’s Note – MALE 117

Signora Pasta, Restoran Otentik ala Italia @ The Breeze BSD City

0
  • Signora Pasta adalah restoran berkonsep authentic and affordable Italian food
  • Signora Pasta menyajikan menu makanan rumahan khas Italia di lokasi yang nyaman dan homey
  • Signora Pasta memanjakan para pengunjung The Breeze BSD City dengan harga terjangkau, yakni range harga dari Rp 15 – 99 ribu
  • Signora Pasta di The Breeze BSD City memiliki 2 lantai dan dapat menampung 100 orang pengunjung

The Breeze BSD City, Lifestyle Center pertama di Indonesia yang terintegrasi dengan danau dan pemandangan alami sungai Cisadane mempersembahkan tenant terbaru yaitu Signora Pasta, restoran yang berkonsep authentic and affordable Italian food. Restoran ini resmi dibuka di The Breeze BSD City pada 15 Desember 2014 dan siap untuk memberikan kenikmatan cita rasa makanan rumahan khas Italia di lokasi yang nyaman dan homey dengan harga yang terjangkau bagi para pengunjung.    

Signora Pasta menjadikan tenant-tenant yang terdapat di The Breeze BSD City lebih bervariasi dan spesial karena menyajikan makanan khas Italia yang tentunya jarang dijumpai di tempat umum. Sebagai bagian dari program promo opening, Signora Pasta menyediakan free complementary garlic bread.  

Panji Himawan, Head of Corporate Communication Sinar Mas Land, menungkapkan, ”Signora Pasta adalah restoran Italia dengan kualifikasi terbaik untuk memberikan sensasi dan variasi cita rasa baru bagi para pengunjung The Breeze BSD City. Target market dari restoran ini adalah para pengunjung dari segala usia serta keluarga. Bagi masyarakat yang ingin mencicipi hidangan ala negeri spaghetti sembari menikmati quality time bersama keluarga di lokasi tak terlupakan, maka Signora Pasta di The Breeze BSD City adalah pilihan paling tepat!”

Konsep & Desain Interior Signora Pasta

Signora Pasta berkonsep authentic and affordable Italian food karena menyajikan beragam menu khas Italia dengan kelezatan yang tak terlupakan, serta bisa dinikmati oleh masyarakat dari beragam usia.

Lebih istimewanya adalah harga menu yang terjangkau untuk semua kalangan, karena dengan range harga dari 15 ribu rupiah hingga 99 ribu rupiah, masyarakat dapat menikmati menu spesial seperti bruschetta dan salad tuna untuk appetizer, lalu ada Fettuccine Alla Panna yaitu pasta fettuccine krim dengan jamur dan smoked beef ditabur keju parmigiano untuk pasta, serta untuk pizza tersedia menu Pizza Ai Quatro Formaggi dan Signora Pizza di mana konsumen dapat mix 2 varian rasa.

“Dengan interior yang homey dan berbentuk casual family resto yang memiliki 2 lantai dan dapat menampung 100 orang, Signora Pasta diharapkan mampu menjadi salah satu resto unggulan favorit bagi para pengunjung The Breeze BSD City. Tak hanya itu, Signora Pasta juga menyediakan layanan service delivery khusus area BSD dan sekitarnya untuk memanjakan para pelanggannya di rumah,” papar Panji Himawan.

BSD City terletak 25 km dari barat daya Jakarta, yang dapat diakses melalui jalan tol dan jalur kereta api. Ini merupakan kelebihan yang dimiliki oleh BSD City. Saat ini, BSD City telah mengembangkan Tahap I seluas 1.500 ha dan sedang membangun Tahap II seluas 2.000 ha hingga 2020. Sedangkan untuk Tahap III BSDE telah menyiapkan lahan seluas 2.450 ha.

Kinerja BSDE pun terus tumbuh menyakinkan, pada triwulan III-2012 laba bersih BSDE tercatat Rp 901,58 miliar. Perolehan ini setara pertumbuhan 31,25% dibandingkan laba bersih pada periode yang sama tahun 2011 sebesar Rp 686,90 miliar.

Lobo’s Favorite Under 300 Calories!

0

Happy New Year 2015. Let us begin this year with healthy living and eat-well resolution! As trend of healthy lifestyle is currently popular among city’s urban population, the creative culinary team of Lobo Restaurant offers delicious series of high-nutrition and low calories menu options. It is another way of fine dining experience with better feeling after the indulgence, yet still consume great amount of nutrition. Led by Chef de Cuisine Jordi Bernus, enjoy the special low calories recipe from the kitchen, Lobo’s Favorite Under 300 Calories! for month of January.  

The series of low calories menu are ready to tantalize guest’s buds, while it recovers from the guilty feeling after the overindulgence during year-end holiday. By having the information amount of calories in each menu, guest would be able to monitor the calories intake and happily enjoy the delicious meals.  

The menu starts with Rocket salad with Japanese tomato and eggplant or Stuffed hard boil egg with guacamole, mesclun salad lemon dressing. For the entrée, have a tasty Vegetable wok with tofu, Butternut pumpkin soup or fresh Tomato, mozzarella, fresh basil and olive oil.

For heavier filling, choose from Fresh fettuccine with arrabiatta and parmesan, Grilled chicken breast and asparagus, or Steam garoupa with coriander and lemongrass and Soba noodle with tuna for Asian taste.

The guilt-free dessert of Yogurt foam with pineapple, honey and kaffir lime or our home made raspberry sorbet, will remark a sweet ending of your dining. Choose any dish that you prefer from starters, entrée, main course and dessert, and still successfully consume around of 600 calories per dining. The special low-calories menu price start from Rp95,000++ per dish.  

Setting a new standard of luxury in the Indonesian capital city, The Ritz-Carlton Jakarta, Mega Kuningan is situated in an open area affording beautiful views. Sleek sophistication outside provides a way to warm elegance inside, where each guest room and suite offer an oasis of pampering and prestige. Accommodations are one of Jakarta’s most spacious. The baths feature floor-to-ceiling windows overlooking the city. Luxury amenities such as fine linens, designer bath essentials and a 55-inch LED screen television enhance each stay.

For dining options, guests can choose from: Asia, featuring Jakarta’s largest Island Buffet Restaurant, Lobo, Jakarta’s contemporary restaurant, where finest USDA prime beef steak are prepared in a spectacular display of modern interior design for bar, lounge and dining destination and TEMPUS, a hot spot hosting two different zones of Avanti for cozy lounge with compelling dance floor and JADE for elegant and spacious karaoke.  

For further information, please contact at (021) 25518380/8321

Colonial Cuisine & Molecular: Rasa yang Tak Biasa

0

Walaupun kebanyakan makanannya bergaya Prancis, pengunjung akan menemukan juga beragam ingredients Indonesia.

Bagi pecinta kuliner yang menyenangi petualangan rasa dan keunikan makanan, bisa mencoba mendatangi Colonial Cuisine & Molecular. Restoran yang terletak di Lippo Kemang Village ini mengusung konsep masakan Prancis casual fine dining. Di sini pengunjung dapat menikmati hidangan lezat bersama keluarga maupun kerabat dalam suasana hangat dan menyenangkan.  

Interior tempat ini dibuat mengikuti tahun 1930 saat terjadi era kolonialisme di Eropa yang memberikan kesan klasik. Area restoran dibagi menjadi tiga bagian, yaitu indoor, outdoor, dan bar. Di bagian indoor terdapat satu dinding dipenuhi sketsa yang menggambarkan suasana tahun tersebut.          

“Dari segi makanannya sendiri, kami telah mengganti menu tahun lalu. Saat pertama dibuka ada sajian ala Asia, Prancis, dan Amerika. Namun, sejak 26 September tahun lalu, kami mengubah kebanyakan menu ke masakan Prancis,” jelas Yugie Kartaatmaja, marketing & manager Colonial Cuisine & Molecular.  

PRANCIS MIX LOKAL

Apakah keunikan restoran ini? Konsep Colonial Cuisine & Molecular,  sesuai namanya adalah menikmati makanan dengan gaya molecular gastronomy. Yaitu, eksplorasi gastronomi yang mempelajari transformasi fisiokimiawi dari bahan pangan selama proses memasak, hingga menghasilkan sesuatu yang berbeda. Intinya, ragam hidangan di sini merupakan perpaduan keahlian memasak molecular gastronomy dan science.            

Selain mengusung gaya molecular, olahan masakan di sini terhitung unik. Walaupun, kebanyakan makanannya bergaya Prancis, pengunjung akan menemukan beragam ingredients Indonesia. “Inilah yang saya namakan deconstructed food, cara mengolah makanan dengan mengutamakan semua bahan yang ada. Jangan heran, di kicthen saya juga ada tempe, kecombrang, keluwek, asam jawa, buah buni, jamblang, dan lainnya. Saya ingin membawa masakan Indonesia lebih dikenal luas,” jelas Zulkarnaini Dahlan, executive chef Colonial Cuisine & Molecular.   

“Kami membutuhkan waktu lama untuk mempersiapkan masakan, karena teknik yang digunakan rumit.” – ‘Surat Cinta’ Chef

Saat berada di Colonial Cuisine & Molecular,  pengungung akan menemui ‘surat cinta’ dalam daftar menu. “Kami memberitahu kepada pengunjung bahwa proses makanan di sini membutuhkan waktu lama, karena teknik memasak yang digunakan rumit. Kalau tidak sabar menunggu mungkin lebih baik mencari tempat lain. Namun dengan kesabaran menunggu, kami jamin customer mendapat hidangan yang lezat dan spesial,” jelas Zulkarnaini.