Home Blog Page 70

Baju Koko SBY, Kaftan Syahrini, dan Kopiah Said Aqil

0

”Di bulan Ramadhan, yang naik tidak hanya harga, tapi juga kejahatan, pengemis jalanan, uang palsu.” Inilah olok-olok seorang remaja putri sambil sibuk browsing serba-serbi fashion Ramadhan, mencarikan untuk orangtuanya tren baru motif bordir baju koko ala SBY. Ia sendiri mencari motif baru kaftan Syahrini, yang serba ”blink” di aksen leher, dada, hingga perut.

Ramadhan memang serba ”blink”. Diperkirakan uang yang berputar senilai Rp 64 triliun. Bahkan, mal-mal menaikkan jumlah penjualan produk mereka hingga 40 persen. Hal ini mencerminkan hasrat-hasrat konsumerisme yang dilegitimasi oleh kebutuhan rohani dan dikapitalisasi oleh industri. Inilah ”industrialisasi puasa”.

Sesungguhnya, puasa bukanlah sekadar tidak makan dan minum selama sebulan penuh, tetapi merujuk perilaku manusia ”muttagin”, yakni nilai keutamaan manusia, seperti tidak tamak, toleran, sabar, berbagi, dan lain-lain. Dengan kata lain, puasa adalah sebuah perlawanan terhadap hasrat-hasrat konsumerisme.

Hasrat konsumerisme adalah cermin sebuah perilaku fashion, layaknya mengonsumsi kaftan Syahrini, tidak lagi sekadar berkehendak, tetapi mengalami, memiliki, serta mengejar, yang tidak pernah berhenti mengikuti tren, sebuah nihilisme yang terus dibarukan dan diremajakan. Inilah kerja kapitalisasi. Celakanya, kapitalisasi sering mengambil jalan pintas, serba vulgar, dan tidak esensial yang menjadi daya hidup era ini.

”NU mengajarkan bahwa kita harus mewarisi tradisi, tetapi terbuka pada inovasi. Sesungguhnya kita banyak mengalami lompatan yang luar biasa, tetapi juga kehilangan yang luar biasa.” Demikian KH Said Aqil, Ketua NU sekaligus Ketua Majelis Wali Amanah UI, menyambut berdirinya Abdurrahman Wahid Center di Universitas Indonesia. Kiai ini mengenakan kopiah ala kiai desa, meski tentu saja kopiahnya tidak sepopuler fashion ala Ustaz Jefry.

Memang benar, negeri ini telah banyak mengalami kehilangan luar biasa. Termasuk kehilangan sebuah kerisauan Gus Dur, yakni hilangnya ruang komunikasi bagi keteladanan kiai-kiai kampung, justru di tengah industrialisasi pesan-pesan agama. Kiai kampung dengan sarung dan kopiah sederhana, yang menghidupi desa-desa dengan bekerja bersama rakyat, mengajar dan menemani daya hidup desa yang beragam. Merekalah yang menghidupi sejarah toleransi Islam serta kebangsaan di sudut-sudut Indonesia.

Oleh karena itu, di bulan Ramadhan yang serba ”blink” ini, saya memilih mendengarkan tembang-tembang santi suaran, tembang Islami dengan iringan gamelan, yang dalam sejarah Islam menghidupi masjid-masjid sebagai bagian dari Islam kultural.

Simaklah cuplikan tembang ”Ilir-ilir” yang digunakan Sunan Kalijogo untuk menumbuhkan Islam di tanah Jawa (terjemahan bebas):

Lir-ilir tandure wis sumilir

Bangunlah, saatnya menanam benih pikiran dengan kejernihan

Tak ijo royo-royo tak senggah temanten anyar

Suburkanlah nilai manfaat, inilah nilai membawa kegembiraan baru

Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi ….

Gembalakan hati kamu, hidupkan dirimu dengan rukun Islam

(Catatan: belimbing dengan lima sisi adalah simbol rukun Islam)

(Oleh Garin Nugroho – Kompas, 23 Juli 2012)

http://ramadhan.kompas.com/read/xml/2012/07/23/15452815/Baju.Koko.SBY.Kaftan.Syahrini.dan.Kopiah.Said.Aqil

Hidangan Berkelas ala Michelin-Starred Chef

0

WISATA kuliner kini menjadi kegiatan yang menyenangkan. Sebab, makanan tidak lagi hanya sebagai kebutuhan dasar untuk hidup, tapi sebuah karya, dan hasil olah makanan oleh Michelin-starred chef boleh dikatakan sebuah maha karya di bidang makanan.

Adalah Mandarin Oriental Hotel Jakarta (MOHJ) yang rajin memanjakan lidah para tamunya dengan menghadirkan berbagai chef yang memiliki predikat Michelin star untuk restorannya. Pencapaian predikat itu sendiri merupakan salah satu aspirasi tertinggi para chef karena persyaratan untuk mencapainya begitu ketat, dan membutuhkan modal, ketekunan, serta keterampilan tingkat tinggi.

Terhitung sejak tahun lalu, MOHJ telah mengundang beberapa chef handal asal Perancis yang telah mendapatkan Michelin star seperti Chef Nicolas Isnard, Chef Fabien Lefebvre, dan Chef Jerome Laurent. Berikutnya yang mendapat giliran adalah Lionel Lévy, yang hadir di restoran ala Prancis yang berlokasi di hotel tersebut, Lyon, 28 – 30 Juni 2012

Orang Prancis dikenal bangga dengan kuliner mereka, sehingga dianggap istimewa jika ada seorang chef Prancis muda yang ambisius mulai mengabaikan dan keluar dari pakem kuliner Prancis.

Chef Lionel Lévy, pemilik restoran Une Table au Sud yang meraih bintang Michelin beberapa tahun yang lalu adalah salah satunya. Berasal dari Vieux Port of Marseille, Chef Lionel Lévy memadukan kecanggihan dan ketajaman dalam kreasinya untuk menciptakan rasa yang super istimewa dan memberi kejutan baik bagi indra penglihatan maupun pengecap Anda.

Sosok yang penuh rasa keingintahuan, dengan segala risiko senang bereksplorasi, Chef Lévy menghabiskan masa mudanya di dapur tetangga, yaitu sebuah restoran Maroko di mana pemiliknya mengingatkannya pada neneknya. Pengalaman masa kecil tersebut mengispirasinya untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah perhotelan di Toulouse.

Akan tetapi yang membuatnya berhasil meraih chef berbintang adalah ketika ia mengembangkan keahliannya dan menimba pengalaman menjadi anak buah beberapa koki ternama. Mulai dari Chef Gérard Garrigues di mana ia belajar untuk selalu memberi yang terbaik. Dari Chef Yves Camdeborde ia menemukan cara mengolah sesuatu yang tidak berarti menjadi hasil yang hebat. Sedang dari Chef Eric D’frechon ia belajar memaksimalkan efisiensi; hingga Chef Alain Ducasse dimana ia belajar menemukan rasa sempurna. Chef Lévy tidak pernah berhenti belajar.

Terinspirasi dari laut Mediterania, warna, bumbu dan produknya, Chef Lévy mengombinasikan bahan-bahan dengan tekstur lembut dan renyah untuk memastikan bahwa setiap piring terisi oleh perpaduan harmonis dengan rasa isitimewa untuk membangkitkan nafsu makan. Beberapa makanan yang akan ia hadirkan antara lain: Revisited Classic Anchoïade with vegetable ratatouille, anchovy espuma and fennel chick pea flour shortbread; Lobster with osso bucco, bisque broth and seasonal carrots; dan Crème Brûlée pastis with perserved black olives and green anise biscuit.

Hidangan istimewa dari Chef Lévy dalam two-course set menu seharga Rp 638.000, three-course set menu dengan harga Rp 788.000, atau six-course menu dengan harga Rp 1.588.000. Untuk pengalaman yang menyeluruh, tersedia pilihan di  Chef’s Table dengan harga Rp 2.588.000 (untuk minimum empat orang dan maksimum enam orang) atau untuk mendapatkan pengalaman dalam dapur bintang Michelin bisa mengikuti cooking demo seharga Rp 899.000, termasuk two-course lunch dan sertifikat.

Begitulah cara Lyon di Mandarin Oriental Hotel Jakarta memanjakan tamunya, sekaligus menunjukkan kelasnya. Tidak heran, karena Mandarin Oriental Hotel Grup adalah pemenang berbagai penghargaan antar hotel dan resor paling bergengsi di dunia. Mandarin Oriental saat ini mengoperasikan, atau telah mengembangkan 41 hotel dengan lebih dari 10.000 kamar di 27 negara, dengan 18 hotel di Asia, 12 di Amerika dan 12 di Eropa dan Timur Tengah. Bon appetit! (Burhan Abe)

From India with Kebab

0

Di antara kuliner dunia, makanan India termasuk yang paling susah ‘berdamai’ dengan lidah saya. Tapi pandangan tersebut tidak berlaku ketika saya menemukan gagrak makanan India yang lain, yakni kebab, di Sailendra Restaurant, Jakarta.

Di restoran yang terletak di JW Marriott Hotel itu kita seakan-akan diajak berpetualang rasa melintasi India melalui makanannya yang unik – dengan tajuk “From India with Kebab” yang berlangsung selama 8 hari (mulai 30 Juni hingga 7 Juli 2012).

Event ini diadakan untuk menyambut musim panas di belahan Bumi sana, dan Sailendra Restaurant mengajak tamu-tamu untuk berkeliling India dengan hidangan spesial ala Chef Zulficar Kareem, Chef de Cuisine dari Pune Marriott Hotel and Convention Centre, India.

“Selama festival makanan India ini berlangsung, buffet Sailendra Restaurant siap menyuguhkan hidangan-hidangan kebab yang khas dari India,” ujar Bruno Bohl, director of food and beverage JW Marriott Hotel, Jakarta.

Dengan pengalaman lebih dari 12 tahun, Chef Zulficar adalah ahli dalam menyajikan hidangan dari India. Ia menunjukan keahliannya dalam membuat kebab dan merasakan keunikan dari negara India melalui rasa kebabnya. Dari tangannya lahir kelezatan aneka kebab, seperti tandoori champ (potongan daging domba yang dibumbui dengan cengkeh yang dipanggang di dalam tandoori-tungku tradisional India), bhatti da murgh (ayam panggang tradisional yang dibumbui dengan bumbu-bumbu khas India), machi tawa masala (hidangan ikan yang ditumis dengan lada hijau), makai aur moong phalli ki tikki (hidangan kacang dan jagung yang ditumis), palak aur chane ki shammi (hidangan bayam, kacang lentil yang ditumis dengan daun ketumbar), dan masih banyak lagi.

Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar nama ‘kebab’? Tidak salah, kebab lekat dengan hidangan tradisional dari Timur Tengah, dengan bumbu rempah-rempah yang kaya dan rasanya yang sangat menggugah selera.

Hidangan ini berasal dari Timur Tengah dan banyak sekali diadopsi di negara-negara lainnya seperti Turki, Asia Tenggara dan benua Asia lainnya, kebab adalah hidangan daging yang dimasak dengan cara dipanggang di dekat api besar dengan potongan-potongan kecil atau besar, biasanya disajikan dengan atau tanpa roti.

Di negeri asalnya, kebab terbuat dari daging domba akan tetapi sekarang ini sangat banyak sekali varian rasa yang dapat kita temukan di mana-mana seperti daging sapi, daging ayam, daging kambing, ikan, daging babi bahkan sayuran.

Chef Zulficar datang ke JW Marriott Hotel Jakarta bukan hanya untuk membuat kebab, akan tetapi untuk memperkaya hidangan-hidangan sarapan yang biasa disajikan di Sailendra dengan sejumlah makanan yang bukan hanya lezat, akan tetapi juga khas dari negara India.

So, tidak ada salahnya merasakan pengalamann berwisata kuliner dengan kebab ala India, seperti paneer parantha (potongan keju yang dibumbui dengan jahe, cabai hijau dan jinten lalu dimasukan ke dalam adonan gandum dan dimasak dengan api besar), medhu wada (pangsit goreng dari kacan lentil putih), ajwaini tawa parantha (adonan gandum yang dibumbui dengan carom seed (sejenis rempah khas Timur Tengah) yang dimasak di atas wajan panas), channa masala (kacang polong yang dimasak dengan bawang bombay dan rempah-rempah dari India) dan banyak lagi yang lainnya.

Hidangan kebab untuk makan siang dan makan malam ini tersedia dalam paket denga harga Rp268,000++ per orang.

Datang dan alami sendiri keunikan kuliner ala India, bersiaplah untuk memanjakan lidah dengan hidangan kebab. Acha, acha, acha! (Burhan Abe)

Jason Mraz: Tour Is A Four Letter Word

0

SUDAH lama saya tidak nonton konser musik di Jakarta. Jason Mraz yang tampil di Lapangan D Senayan, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun DKI ke 495, 22 Juni 2012, cukup mengobati kekangenan akan pertunjukan berkualitas. 

Berbekal dua free pass dari www.blibli.com atas jasa baik Regina Reinhart, saya berdua dengan Ollie Sungkar menyaksikan penampilan Jason Mraz. Di lapangan outdoor itu, penyanyi kelahiran Virginia, 23 Juni 1977 itu sempat menyanyikan lagu “Selamat Ulang Tahun” untuk Jakarta, sebelum akhirnya ia sendiri mendapat hadiah lagu ulang tahun juga – mengingat beberapa jam lagi ia juga berulang tahun ke 35. Ribuan penggemarnya, yang nonton malam itu, ikut menyanyikan “Happy Birthday” untuknya.

Jason Mraz kelihatan sangat bahagia. Kebahagiaan itu bahkan mewarnai seluruh penampilannya, sejak awal hingga akhir pertunjukan.

Malam itu Jason Mraz tampil kasual, bahkan hanya dengan T-Shirt dan jins serta topi, menghibur sekitar 6.000 penggemarnya.  Ia tampil menawan bersama Michael “Leroy” Bram (drum), Bruce Hughes (bas), Carlos Sosa (saxophone), Fernando “Fernie” Castillo (terompet), Reggie Warkins (trombone), Eric Hinojosa (keyboard), dan Merritt Lear (vokalis latar, biola, dan mandolin).

Peraih Grammy Award 2010 kategori Best Male Pop Vocal Performance itu menyanyikan lagu-lagu di album barunya, “Love is a Letter Word”. Di antaranya, “I Won’t Give Up”, “Everything is Song”, “93 Million Miles”, The Freedom Song”, dan lain-lain.

Dalam konser bertajuk “Tour Is A Four Letter Word” itu Jason Mraz membawakan 21 lagu. Tidak ketinggalan nomor lawas seperti “I’m Yours” dan “Lucky” yang membuat namanya melambung di industri musik. (Burhan Abe)

Menyusuri Sungai Bawah Tanah Gua Pindul

0

MENYUSURI sungai menggunakan perahu karet merupakan hal yang biasa, namun jika sungai itu mengalir di dalam gua tentu saja akan menjadi petualangan yang mengasyikkan sekaligus menegangkan.

Setidaknya itulah yang saya alami, bersama teman-teman wartawan asal Jakarta, Jumat 15 Juni 2012 — seusai mengikuti pembukaan POP! Hotel Sangaji Tugu Yogyakarta sehari sebelumnya.

Gua Pindul, salah satu gua yang merupakan rangkaian dari 7 gua dengan aliran sungai bawah tanah yang ada di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul, Yogyakarta, menawarkan sensasi petualangan tersebut. Selama kurang lebih 45 – 60 menit wisatawan akan diajak menyusuri sungai di gelapnya perut bumi sepanjang 300 m menggunakan ban pelampung. Petualangan yang memadukan aktivitas body rafting dan cavingini dikenal dengan istilah cave tubing.

Tidak diperlukan persiapan khusus untuk melakukan cave tubing di Gua Pindul. Peralatan yang dibutuhkan hanyalah ban pelampung, life vest, serta head lamp yang semuanya sudah disediakan oleh pengelola. Aliran sungai yang sangat tenang menjadikan aktivitas ini aman dilakukan oleh siapapun, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

Waktu terbaik untuk cave tubing di Gua Pindul adalah pagi hari sekitar pukul 09.00 atau 10.00 WIB. Selain karena airnya tidak terlalu dingin, jika cuaca sedang cerah pada jam-jam tersebut akan muncul cahaya surga yang berasal dari sinar matahari yang menerobos masuk melewati celah besar di atap gua.

Sambil merasakan dinginnya air sungai yang membelai tubuh di tengah gua yang minim pencahayaan, seorang pemandu bercerita tentang asal-usul penamaan Gua Pindul. Menurut legenda yang dipercayai masyarakat dan dikisahkan turun temurun, nama Gua Pindul dan gua-gua lain yang ada di Bejiharjo tak bisa dipisahkan dari cerita pengembaraan Joko Singlulung mencari ayahnya. Setelah menjelajahi hutan lebat, gunung, dan sungai, Joko Singlulung pun memasuki gua-gua yang ada di Bejiharjo. Saat masuk ke salah satu gua mendadak Joko Singlulung terbentur batu, sehingga gua tersebut dinamakan Gua Pindul yang berasal dari kata pipi gebendul.

Selain menceritakan tentang legenda Gua Pindul, pemandu pun akan menjelaskan ornamen yang ditemui di sepanjang pengarungan. Di gua ini terdapat beberapa ornamen cantik seperti batu kristal, moonmilk, serta stalaktit dan stalagmit yang indah. Sebuah pilar raksasa yang terbentuk dari proses pertemuan stalaktit dan stalagmit yang usianya mencapai ribuan tahun menghadang di depan. Di beberapa bagian atap gua juga terdapat lukisan alami yang diciptakan oleh kelelawar penghuni gua. Di tengah gua terdapat satu tempat yang menyerupai kolam besar dan biasanya dijadikan tempat beristirahat sejenak sehingga wisatawan dapat berenang atau terjun dari ketinggian.

Tatkala kami masih menikmati indahnya ornamen gua di sela bunyi kepak kelelawar dan kecipak air, mendadak pengarungan sudah sampai di mulut keluar gua. Bendungan Banyumoto yang dibangun sejak zaman Belanda dengan latar belakang perbukitan karst pun menyambut. (Burhan Abe, Sumber Utama: YogYES, Photos: Agus Siswanto)

Tarif: Rp. 25.000 (minimal 5 orang)

Fasilitas: Perlengkapan cave tubing, pemandu, kudapan setelah pengarungan.

Jam Buka: Senin – Minggu (pk 08.00 – 16.00 WIB)

POPULAR – Reborn

0

Editor’s Note (untuk POPULAR Edisi “Reborn” Mei 2009)

POPULAR Magazine – Talk About Men’s World

DUNIA makin kompetitif, termasuk industri pers. Kami sadar hanya yang kreatif saja yang mampu bertahan dan menancapkan kredibilitas. Itu sebabnya POPULAR, yang sudah lebih dari dua dekade hadir di Indonesia, berusaha menyajikan yang terbaik, menjadi bacaan wajib bagi para pria dewasa yang membutuhkan informasi dan hiburan.

Seorang pengamat pemasaran mengatakan, merek yang bisa hidup lebih dari dua dekade layak menjadi legendary brand. Tapi, usia saja tidak ada artinya kalau merek tersebut tidak tumbuh dan berkembang mengikuti zaman. Harus selalu ada rejuvenasi dan mampu merespons keinginan pasar dengan perbaikan-perbaikan.

POPULAR yang ada di tangan Anda saat ini, mungkin Anda pangling, adalah perubahan yang cukup besar, sehingga kami menyebutnya sebagai reborn, alias kelahiran kembali. Tanpa menghilangkan “jiwa” sebagai majalah hiburan untuk pria, kami ingin menampilkan POPULAR yang lebih bernas, berkelas, dan modern sesuai dengan tuntutan kekinian.

Di edisi reborn ini Anda bisa menikmati semua yang berkaitan dengan dunia laki-laki, talk about men’s world. Mulai dari gaya hidup, dunia malam, party, kehidupan selebriti, hobi laki-laki, gadget, otomotif, fashion, grooming, tempat gaul yang hip, dan tentu saja…. keindahan wanita!

Selamat membaca!

Burhan Abe – Editor in Chief

100th Anniversary Martell Cordon Bleu

MERAYAKAN usia satu abad pasti seru. Itu pula yang membuat saya datang ke pesta Anniversary 100th Martell Cordon Bleu di Golden Ballroom, Hotel Mulia Jakarta, Rabu 23 Mei lalu. 

Sebelumnya, tepatnya berlangsung dua hari 22- 23 Mei 2012 di hotel yang sama dilangsungkan pula Art Exhibtion. Berkolaborasi dengan kurator museum Amir Sidharta, acara itu dbuka oleh Edhi Sumadi, Commercial Director Of Pernod Ricard Indonesia dan Thierry Giraud sebagai The Heritage Director & Brand Ambassador Martell. 

Dari situ saja terlihat jelas bagaimana Martell Cordon Bleu diposisikan. Cognac ini adalah simbol dari French art de vivre.

Martell Cordon Bleu adalah penemuan abadi sejak 1912. Selama 100 tahun, Martell Cordon Bleu telah disuling menjadi cognac yang langka dengan keanggunan dan kehalusan yang tak tertandingi. Ketika diciptakan pada tahun 1912, Martell Cordon Bleu dengan cepat mendapat pengakuan di seluruh dunia. Cognac ini menjadi ikon dan pilihan bagi para pecinta cognac sejati yang cerdas. 

Martell Cordon Bleu dikategorikan sebagai cognac XO (extra old) yang benar-benar unik. Dengan rasa buah manisan dan kue jahe, menjadikannya sebagai cognac yang sangat menarik, dan merupakan ekspresi otentik dari kebun anggur Borderies.

Ketika Edouard Martell menciptakan Martell Cordon Bleu, ia dengan tegas memilih biru sebagai warna dari Martell. Terkait secara sistematis dengan merek ini sejak 1848, warna biru Martell adalah lambang pengakuan untuk garis keturunan pelaut dan karier awal Jean Martell. Dengan memilih menyebutnya sebagai Cordon Bleu, Edouard Martell dengan berani memberi nama yang tepat, dan melepaskan diri dari kebiasaan pada waktu itu, serta menyatukan nama Martell dengan kualitas cognac ini. 

Untuk merayakan ulang tahunnya yang ke 100, Martell mendesain sebuah edisi terbatas. Martell mendandani botol Cordon Bleu, dengan bentuk elegan yang sesuai dengan bentuk aslinya, serta membuatnya sangat mudah untuk dikenali. Botol edisi centenary ini keseluruhannya berwarna biru untuk menghormati warna simbol dari Martell. Lambang centenary, segel, leher dan tutup botol yang berwarna perak ini memperkuat dan mempertegas warna biru dari botol ini.

Keanggunan Cordon Bleu, serta kandungan sejarahnya, malam itu seakan tertumpah. Sejak pintu masuk Golden Ballroom Hotel Mulia sudah ditandai dengan berbagai atribut spirit asal Prancis ini. Mulai dari desain ruangan, ornamen, lampu-lampu, hingga pernik-pernik pesta.

Makanan ala hotel bintang lima disajikan secara prasmanan, dan yang menarik tentu saja minumannya, Martell Gordon Bleu 100 Centenary Edition. Baik yang disajikan murni on ice hingga dicampur dengan aloe vera menjadi cocktail yang menyegarkan. Tidak cukup segelas, tapi menggoda untuk terus tambah dan tambah… 

Selesai acara makan malam, inilah momen yang tidak boleh dilewatkan, fashion show menawan yang tidak hanya menampilkan busana-busana seksi dan elegan, tapi juga menghibur mata – lengkap dengan permainan tata lampu yang menawan. Model-model semampai itu mengenakan busana hasil karya desainer terkenal: Priyo Oktaviano, Oscar Lawalata, Sapto Djojokartiko, dan Rusly Tjohnardi. Koreografi dipercayakan kepada Ari Tulang.

Vox Populi Wine Community

Dari Iseng Hingga Berburu Wine ke Berbagai Negara

MINUM wine di kalangan orang Indonesia kian ngetren. Selain menjadi bagian dari gaya hidup urban, wine merupakan pasar yang sangat potensial untuk terus digarap. Berbagai komunitas pencinta  wine pun bermunculan, salah satunya Vox Populi Wine Community.

Vox Populi Wine Community adalah komunitas pecinta wine, kumpulan orang-orang penyuka wine, minuman yang berasal dari fermentasi dari buah anggur. Minuman ini bisa dibilang minuman khusus orang-orang kelas atas, sebab selain mahal harganya juga tak gampang menemukan barang ini.

Demi mendapat rasa dan kualitas anggur terbaik, para penggila minuman ini rela merogoh koceh hingga puluhan juta. Bahkan mereka juga rela berburu ke berbagai negara lain seperti Eropa hingga Timur Tengah. Seperti yang dilakukan oleh para anggota komunitas wine yang dipelopori oleh Burhan Abe ini. Mereka mengaku awalnya tidak sengaja membentuk komunitas wine ini. Dari iseng-iseng karena sering meliput dan menulis masalah wine, hingga mencari sendiri minuman tersebut, membuat wartawan senior lifestyleini terus selalu berburu minuman itu hingga ke manca negara  – beberapa di antaranya memang ada kaitannya dengan liputan.

“Terbentuknya komunitas pecinta wine ini sebetulnya tidak sengaja, pada awalnya kami hanya kumpul-kumpul di suatu tempat, karena pekerjaan sebagai wartawan, lama-kelamaan jadi keseringan sehingga kami rutin minum-minum wine, maka terbentuklah komunitas ini,” kata Burhanuddin Abe, ketua Vox Populi Wine Community. Di luar wine, Vox Populi sendiri sebetulnya adalah sebuah creativesyndicate, yang di dalamnya terdiri dari para penulis dan wartawan freelance, yang terbentuk sekitar enam tahun yang lalu.

Kembali ke soal wine, “minuman ini sejarahnya sudah ada lebih dari 1.000 tahun sebelum Masehi, berawal dari Iran itu penghasil wine, akhirnya tersebar ke banyak negara, ke seluruh penjuru dunia,” ujarnya.

Menurut Burhan Abe banyak negara sudah memiliki kebun anggur dan pengolahan wine, termasuk di Indonesia, “Kalau bicara soal wine, dan wineries, sejarahnya memang sudah lama banget. Prancis dikenal sebagai salah satu penghasil wine terlama dan terbaik di dunia. Kalau di Australia, yang anggurnya dikenal sebagai new world wine, juga tidak kalah serunya, bahkan kini menjadi salah satu negera penghasil wine terbesar. Hampir semua negara mempunyai produk wine, minimal penduduknya mengonsumsi wine. Indonesia juga punya wine, yang diproduksi di Bali, mereknya Hatten,“ katanya.

Permintaan wine dan tradisi minum wine di Indonesia, khususnya di Jakarta dan beberapa kota besar, memang mulai tinggi, bahkan sejak tahun 2000-an banyak bermunculan komunitas-komunitas dan klub-klub pecinta wine – yang sebelumnya hanya monopoli para ekspat. “Apalagi banyak distributor wine yang bermunculan, juga wine lounge yang banyak dibuka di Jakarta,” jelasnya.

Tujuan membentuk komunitas wine lanjut Burhan, bukan sekadar untuk mabuk-mabukan pastinya. “Sebagian orang kalau mendengar anggur itu kesannya adalah minuman memabukkan. Padahal wine ini beda dengan minuman keras pada umumnya, cara minumnya ada seni tersendiri. Wine itu adalah social drink, ada ritualnya, dan dinikmati rame-rame dalam sebuah perjamuan, misalnya wine dinner. Sambil berkumpul, menikmati makanan dan minuman, mereka bisa saling bertukar pikiran, minimal networking,”  tandasnya. (YKO)

Sumber: Nonstop, 22 April 2012

Mengenal Jenis Wine

0

SOAL harga memang relatif. Tapi tidak bisa dipungkiri, wine di Indonesia, menurut Burhan Abe, tergolong mahal – bahkan lebih mahal dibandingkan di negara asalnya. “Hal lain yang membuat wine di sini sangat mahal, terutama ada pajak minuman beralkohol yang dikategorikan sebagai barang mewah. Belum lagi ongkos pengiriman barangnya,” tuturnya.  

Wine atau minuman beralkohol yang terbuat dari sari anggur jenis vitis vinifera ini masuk ke Indonesia sekitar tahun 1980-an. Soal jenisnya, minuman yang dibuat melalui fermentasi gula di dalam anggur itu memang banyak. “Wine memang ribuan jenisnya, tapi tidak perlu dihapal kok, yang penting kita bisa menikmatinya,” katanya.  

Memang, ada beberapa jenis anggur yang populer. Jenis anggur merah yang terkenal di kalangan peminum wine di Indonesia antara lain Merlot, Cabernet Sauvignon, Shiraz, dan Pinot Noir. Sementara untuk anggur putih yang populer seperti Chardonnay, Sauvignon Blanc, Semillon, Riesling, dan Chenin Blanc.  

Secara garis besar, anggur terbagi menjadi dua, merah dan putih. Tapi di luar itu ada rose wine, wine berwarna merah muda dibuat dari anggur merah namun dengan proses ekstraksi warna yang lebih singkat dibandingkan dengan proses pembuatan red wine. Sementara sparkling wine adalah wine yang mengandung cukup banyak gelembung karbondioksida di dalamnya. Champagne adalah sparkling wine, tapi dihasilkan di wilayah yang sama di Prancis, yakni Champagne. Ada pula sweet wine dan fortified wine.  Sudah menemukan wine pilihan? Let’s toast! (YKO)  

Sumber: Nonstop, 22 April 2012

Burhan Abe: Wine is A Lifestyle

UNTUK menegok komunitas wine yang berada di Jakarta rasanya tak begitu jelas jika tidak langsung menyapa atau bertemu dengan para penggila wine ini. Berikut petikan wawancara reporter Nonstop Suyoko dengan ketua komunitas pecinta wine yang dijumpai di Ephicure Wine Lounge, FX Senayan, Jakarta.

Ada syarat khusus untuk bergabung di komunitas wine, Vox Populi?

Nggak ada syarat untuk bergabung, yang penting saling kenal. Karena biasanya paling banyak untuk wine dinner sekitar 12 orang, untuk hasil yang lebih optimal. Hanya saja, cara minum di sini tidak kaku juga kok. Kasual saja…

Di mana saja tempat di Indonesia bisa ditemui wine ini?

Sekarang sudah banyak. Hampir semua hotel berbintang di Jakarta punya wine lounge.  Di luar itu juga banyak pilihannya, dari yang kecil spesifik hingga yang luas, di mana winelounge menjadi bagian dari bar dan restoran.

Must read book: Segelas Cerita, Secuil Gaya Hidup

Apakah ada kegiatan rutin di komunitas ini?

Kalau ini kan dadakan, kami biasanya punya kesibukan masing-masing. Biasanya, karena kami juga penulis kita sering diundang oleh distributor, wine lounge, atau hotel-hotel yang ingin mengenalkan produk winenya. Biasanya tidak hanya wine saja, ada juga hotel yang mengenalkan produk lainnya, F&B pada umumnya, kami juga diundang dan lain-lain. Di luar itu kami juga sering ngumpul-ngumpul di wine lounge tertentu di Jakarta.

Kesulitan untuk mengembangkan komunitas  dan prestasi apa yang sudah didapat?

Kami punya misi agar para wartawan yang menulis tentang wine itu mempunyai pengetahuan yang baik tentang baik. Kalau di Perancis, ketika produsen mengeluarkan produk baru, biasanya wartawan yang mendapat kesempatan pertama – sama seperti fim-film baru, wartawanlah yang mendapat kesempatan pertama untuk membuat review-nya. Jadi keluarnya produk wine di sana yang menilai itu dari wartawan.

Kesulitan kita karena di sini penulis wine bisa dihitung dengan jari. Maka dari itu, kami sering mengadakan wine education untuk wartawan gaya hidup, khususnya kuliner,  dengan sponsor distributor wine. Tujuannya adalah mereka bisa menulis wine dengan benar, dengan terminologi yang benar pula, minimal biar tidak malu-maluin.

Sudah berburu wine ke negara mana saja?

Paling sering memang ke Singapura, di event-event internasional, seperti Wine for Asia, World Gourmet Summit, Master of Spirits, dan lain-lain. Saya juga pernah ke Australia, mencicipi  makanan dan anggur terbaiknya, dalam acara Epicurean Theme Tour bersama para wartawan dari berbagai negara.

Kenal wine dari tahun berapa?

Sekitar tahun 1990-an sudah kenal, tapi mulai menikmatinya dan menuangkannya dalam sebuah tulisan mungkin awal 2000-an. Sekarang sering diundang dinner yang mengandung wine, lama-lama juga ada acara yang memang mengkhususkan wine, seperti wine tasting atau pun wine dinner. Semua pengalaman ini mengalir begitu saja, ini karena saya memang wartawan bisnis dan lifestyle, pernah bekerja di beberapa media, serta pernah memimpin majalah Appetite Journey, yang mengkhususkan diri pada F&B lifestyle.

Tanggapan keluarga bagaimana?

Biasa saja, apalagi saya cenderung menikmati wine sendiri, sebagai bagian dari pekerjaan, juga sebetulnya saya tidak punya tempat khusus wine cellar di rumah.

Tanggapan Anda soal anggapan minuman haram?

Orang boleh berpendapat apa saja. Tapi saya menganggap wine is a lifestyle. Wine juga bukan untuk mabuk-mabukan, ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup, ada juga sebagian anggur yang mempunyai fungsi untuk kesehatan tubuh, ada penelitian ilmiahnya – red wine bisa mengurangi risiko penyakit jantung koroner, tujuan kita cuma ingin menikmati saja. (YKO)

Sumber: Nonstop, 22 April 2012