Home Blog Page 77

Penang: Pearl of the Orient

0

Malaysia is more than Kuala Lumpur. Take Penang, for instance, which is just as appealing and its development just as dynamic. The island is known not only as a city of education but also as the largest medical tourism destination in Southeast Asia.

Penang, which was the first British trade center in the Far East, is one of the most beautiful cities in the eastern region. Located northeast of the Malaysian peninsula, Penang is named after the pinang (betel nut) tree, which can be found all over the island.

Penang consists of Penang Island and Seberang Perai on the mainland peninsula. The two are connected by the 13.5 km Penang Bridge, which is the longest in Asia, and served by ferries.

Georgetown is a city on Penang Island that was named one of the best cities in Asia by AsiaWeek in 1998 and 2000. UNESCO has recognized it as a city with unique architecture. Georgetown has seen fast development over the last two centuries. Initially it was a swamp, but it was eventually transformed into a bustling trade center.

Downtown Georgetown has many old historical buildings. A British fortress was built in the city by Capt. Francis Light in 1786. Representing the British East India Company, Light accepted Penang in return for a pledge to protect Sultan Kedah from the Siamese. Light renamed it Prince of Wales Island and later established Georgetown in the eastern cape of the island, later known as Semenanjung Daratan.

In 1805, Penang became a dependent of Bengal and was later developed into the fourth Indian Presidency of British India. In 1828, Malacca and Singapore were included into Penang territory and residential areas were established. The economy in Penang developed fast and Georgetown founded the first English school in Southeast Asia in 1816. The Penang of today is a modern city that is considered the Silicon Valley of the East as many IT companies can be found on the island.

Shopping

Like Kuala Lumpur, Penang is also a shopping paradise with goods ranging from electronic gadgets and jewelry to clothes and antiques. Prangin Mall is a good place to start as it is the biggest mall on the island.

Chinatown is a must-see area, considering that the Chinese ethnic population in Penang constitutes the majority. Located in the heart of Georgetown, it is quite busy, particularly with various festivals. Lines of stores serving as the traditional business center, a Chinese temple, a Hindu temple and a mosque can be found here. 

Temples

If you love historical buildings, visit one of the many temples in the area, such as the landmark Kek Lok Si Temple. Built in 1886, it is one of the biggest Buddhist temples in Southeast Asia. It has a 30-meter high pagoda and a giant statue of the Goddess of Mercy, Kuan Yin. 

2010

0

Kita memasuki tahun baru lagi. Ah, rasanya kita baru saja memulai tahun 2009, tahu-tahu sudah masuk 2010. Apa boleh buat, kita membuat resolusi lagi yang akan menuntun langkah kita di tahun ini. Padahal resolusi yang kita buat pada awal tahun lalu belum sepenuhnya terpenuhi.

Tapi kehidupan memang harus berjalan, siap atau pun tidak siap. Tapakilah tahun yang berjalan dengan langkah pasti, songsonglah masa depan dengan optimistis, begitu nasehat orang bijak.

Nasehat yang tidak salah, dan sudah pasti benar. Meski, dalam kondisi yang karut-marut dan pemerintahan yang unpredictable seperti sekarang ini yang tidak mudah meneropong masa depan dengan jelas. Tapi, lagi-lagi kata orang bijak, optimisme adalah bagian dari pemecahan persoalan – sementara pesismisme merupakan dari problem itu sendiri.

”Saya berusaha berempati ke hal-hal yang positif,” begitulah resep yang diberikan oleh Oprah Winfrey dalam salah satu episodenya. Sehingga ketika Halle Berry menerima Oscar, tidak hanya aktris kulit hitam itu yang bangga, tapi Oprah pun ikut bahagia. Juga ketika Barack Obama berhasil menduduki kursi presiden di Amerika Serikat, ratu bincang-bincang itu tidak bisa menyembunyikan rasa harunya.

Positif thinking itu penting, kata yang lain, yang tak kalah bijaknya. Beberapa teman yang membaca status saya di Facebook merasa iri, seolah-olah hidup saya asyik-asyik saja. Jalan-jalan terus, dari party yang satu ke party lain. Padahal jujur saja, itulah cara saya menerapkan positif thinking, yang tidak sekadar pikiran positif, tapi juga melakukannya dengan suka cita – yang ”sebelas dua belas” atau beda-beda tipis dengan hedonisme, bahkan dengan perasaan bahagia, feel happy.

Tahun sudah berganti lagi, apa saja yang sudah kita lakukan untuk kehidupan ini – minimal untuk diri sendiri? Mungkin ada mengalami hal-hal yang menyenangkan sepanjang tahun 2009. Atau mencatat prestasi hebat berkat konsistensi dan kerja keras. Ata menjalaninya secara biasa, atau tidak ada yang istimewa, bahkan justru banyak frustrasinya karena beroleh kegagalan.

Apa pun, kita seharusnya mempertanyakan terus-menerus apa yang sudah kita perbuat, dan apa yang kan kita lakukan selanjutnya. Tidak sebatas pada akhir atau awal tahun saja. Kita pertanyakan diri kita, tidak sebatas analisis SWOT (strenght, weakness, opportunity, dan threat) saja, untuk mencapai yang lebih baik. Bukankah Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa orang yang paling celaka di dunia adalah orang tidak mau berubah – menjadi lebih baik dan lebih baik lagi dibandingkan hari sebelumnya.

Anyway (tanpa busway), tahun baru adalah tahun yang baik untuk kita kembali merenungi kembali perjalanan hidup ini, apa yang sudah dan akan kita jalani. Kita hanya berharap bahwa tahun 2010 yang telah kita mulai ini akan berlangsung lebih baik dibandingkan dengan tahun 2009. Selamat Tahun Baru! (Burhan Abe)

Sayang Bordeaux

0

Wine makin mendapat tempat di Indonesia. Paling tidak, jumlah wine lounge di Jakarta makin banyak saja. Bandingkan dengan klub yang itu-itu saja – tahun 2009 memang ada 2-3 new entry, tapi ada beberapa yang tutup juga, sehingga secara kuantitas sebenarnya tidak bertambah.

Selain wine lounge yang tumbuh bak cendawan di musim hujan, klub-klub pecinta wine juga bermunculan. Tidak sekadar wine lover, tapi lebih spesifik, wine kayak apa yang mereka sukai. Contohnya adalah Sayang Bordeaux Indonesia Wine Club.

Dari namanya jelas bahwa mereka adalah sekumpulan orang yang maniak terhadap wine asal Bordeaux, salah satu wilayah penting di Prancis yang menghasilkan wine – di sana banyak viniyard dan wineries yang tersohor di dunia. Selain kerap mengadakan wine tasting, wine dinner, atau wine party, mereka secara berkala juga mengunjungi chateau-chateau di sana, sebutlah Petrus, Haut Brion, Trotanoy, Angelus, dan lain-lain.

Klub itu diresmikan pertengahan November 2009, ditandai dengan wine tasting dan wine dinner di Jakarta. Dihadiri oleh lima wine maker dan pemilik chateau asal Bordeaux: Alain Moueix (Chateau Mazeyrez), Pierre Blois (Chateau Moulin Du Cadet), Dominique Hebrard (Chateau Cheval Blanc, Bellefont Belcier, dan Trianon), Laurence Brun (Chateau Dassault), dan Vincent Priou (Chateau Beauregard). 

Tapi mengapa harus Bordeaux? Apa kelebihannya dibandingkan dengan wine yang berasal Margaux, Medoc, atau Burgundy, misalnya? Kalau hal ini ditanyakan kepada pecinta wine Bordeaux, mereka pasti akan fasih menjawabnya. 

Bordeaux adalah sebuah wilayah barat daya Prancis, terletak di mulut Sungai Gironde. Wilayah ini dikenal sebagai penghasil wine yang sangat penting di dunia, “Banyak wine terbaik berasal dari daerah ini,” ujar Evander Njolito, salah seorang anggota Sayang Bordeaux. Bahkan menurut Hugh Johnson dan Jancis Robinson dalam “The World Atlas of Wine” (2003), Bordeaux adalah “the largest fine wines district in the world.”

Sejarah wine di Bordeaux dimulai sejak zaman Romawi. Tentara Romawi membawa pokok anggur yag ditanam di daerah St Emilion, yang ternyata tumbuh dan dalam waku singkat menjadi salah satu daerah penghasil anggur yang penting di Prancis. Hal ini dimungkinkan karena wilayah dengan sungai besar itu terkenal sebagai daerah subur, dengan kontur tanah serta iklim yang memungkinkan anggur tumbuh subur. Industri wine di sana berkembang pesat dan Bordeaux dikenal sebagai produsen wine berkualitas tinggi.

Inggris menguasai wilayah ini pada abad 12 – 15, dan membawa budaya wine yang memungkinkan Bordeaux menjadi lebih sebagai penghasil wine dunia. Bordeaux kini menghasilkan tak kurang dari 900 juta botol wine per tahun.

Red wine sangat mendominasi wine Bordeaux, meski masih ada beberapa jenis white wine. Varietas anggur yang digunakan untuk pembuatan red wine di sini adalah Merlot dan Cabernet Sauvignon, serta jenis anggur yang lain, seperti Cabernet Franc, Petit Verdot, dan Malbec. Tapi yang menarik, ciri wine asal Bordeaux ini adalah campuran dari beberapa jenis anggur, atau blend

Berpusing-pusing ke Negeri Jiran

0

Malaysia sudah pasti bukan negara yang tidak asing bagi warga negara Indonesia. Selain jaraknya yang hanya “selemparan batu”, bangsa Malaysia, khususnya ras Melayu, mempunyai rumpun yang sama dengan bangsa Indonesia. Itu sebabnya, ketika Malaysia Tourism Promotion Board (MTPB) mengundang Appetite Journey (lagi) untuk mengunjungi negeri jiran tersebut – kali ini dengan tema “Tourism Malaysia & KLM Year End Sale Famtrip”, 1 – 5 Desember 2009, tanpa berpikir dua kali, tawaran itu kami terima dengan senang hati.

Kami bertigabelas, dua orang di antaranya jurnalis (termasuk Appetite Journey), seorang dari KLM Royal Dutch Airlines, dan sisanya (mayoritas) dari agen perjalanan. Farmtrip ini memang diorganisasikan oleh MTPB, tapi pesawatnya disponsori KLM Jakarta. Ya, program ini memang semacam hadiah perjalanan untuk pemilik jasa wisata Indonesia yang berhasil menjual tiket KLM dalam jumlah besar dalam setahun terakhir ini.

Melihat jadwal yang diberikan panitia, berikut tempat-tempat yang akan kami kunjungi, sekilas mungkin tidak ada yang luar biasa. Beberapa tempat bahkan pernah saya sambangi. Namun, selalu saja ada rasa antusiasme yang tinggi mengingat Malaysia adalah negara yang mempunyai kehidupan dinamis, selalu mengejar ketertinggalan sebagai negara berkembang menuju ke negara industri baru.

Boleh saja Malaysia tidak memiliki Candi Borobudur, tapi negara seluas 329.847 km persegi dengan jumlah penduduk 27 juta jiwa itu mempunyai artefak modern, yakni Menara Kembar Petronas, bangunan 88-tingkat yang juga dikenali sebagai KLCC (Kuala Lumpur Convention Centre). Bangunan yang dibangun tahun 1988 merupakan bangunan kembar tertinggi di dunia – sebelum dikalahkan Taipei 101 yang dibangun 2003.

Tapi yang jelas, KLCC adalah salah satu daya tarik utama para turis manca negara untuk mengunjungi Malaysia, khususnya Kuala Lumpur. Menara kembar yang sekaligus ikon negara jiran ini dirancang oleh Cesar Pelli dengan desain yang merefleksikan budaya Islam yang mengakar di Malaysia.

Tidak melulu dua menara kembar tentu saja karena di sekitar kawasan itu pula terdapat berbagai atraksi wisata yang menarik, mulai dari Aquaria – seperti Sea World di Ancol Jakarta, hingga shopping mall, salah satu yang terkenal di kawasan itu adalah Suriah. Mal ini menjadi sasaran empuk para shopaholic dari berbagai negara, termasuk Indonesia tentu saja. 

Ya, Kuala Lumpur kini menjadi destinasi favorit bagi penggemar barang-barang bermerek. Selain di KLCC, Bukit Bintang juga dikenal sebagai kawasan wisata belanja. Tidak hanya toko-toko tradisional, tapi butik-butik modern juga ada di sini.

Jangan lupa, item yang banyak dicari orang Indonesia adalah sepatu merek Vincci – produk dalam negeri andalan Malaysia, yang mempunyai kualitas cukup bagus dengan harga yang relatif murah.

Tidak hanya di Kuala Lumpur sebenarnya, di Sunway Pyramid, Petaling Jaya, juga terdapat mal yang tidak kalah mewahnya. Menjelang akhir tahun mal ini menggelar berbagai acara, dan sejumlah merek menawarkan diskon yang menarik. Tidak hanya wisatawan lokal, banyak turis asing yang berkunjung ke sini. Selain banyak pengunjung asal Indonesia, daerah sekitar Sunway juga merupakan daerahnya mahasiswa Indonesia, tidak heran jika di sekitar mal ini banyak bertebaran restoran-restoran ala Indonesia.

Sebenarnya mal hanya salah satu fasilitas di area ini. Di sini ada Sunway Lagoon Theme Park yang merupakan taman bermain outdoor. Salah satu theme park yang menjadi favorit pengunjung adalah water park – ini mirip water boom di Lippo Cikarang atau taman air di Ancol Jakarta.

Ada juga extreme park, scream park, wildlife park dan amusement park seperti Dufan tapi dalam versi mini. Di daerah ini pula terdapat Sunway Resort, sehingga menjadi integrated destination yang menarik untuk keluarga.

Wine Tasting, Wine Dinner, Wine Party

0

Beberapa hari terakhir di bulan November lalu undangan acara yang bertemakan wine datang bertubi-tubi. Mulai wine tasing, wine dinner, hingga wine party. Asal wine bisa dari Australia, Amerika, Spanyol, hingga Prancis – bahkan berasal dari wilayah Bordeaux, yang dianggap sebagai salah satu penghasil wine terbaik di dunia. 

Acara-acara tersebut bisa digelar di wine lounge – sebutlah di Vin+ di kawasan Kemang Jakarta, yang selalu mengadakan wine tasting setiap Kamis malam, atau di hotel berbintang seperti di Gran Melia Hotel Jakarta, di Klub Kelapa Gading, salah satu kawasan kuliner penting di Jakarta, bahkan di tempat distributornya langsung – seperti yang diadakan Grup Dima sewaktu memperkenalkan dua merek wine asal Australia: De Bortoli dan Picardy.

Dan yang patut juga dicatat adalah wine dinner di Four Seasons Hotel juga menjadi bagian penting dalam Jakarta Culinary Festival, yang digagas oleh Grup Ismaya, perusahaan yang bergerak dalam bidang F&B, November lalu.

Wine culture memang bukan budaya Indonesia asli. Tapi orang-orang Indonesia yang semakin terbuka menerima berbagai budaya kuliner dari berbagai negara, wine kini mulai menjadi gaya hidup yang tidak bisa diabaikan, terutama di kalangan kelas menengah ke atas. 

Tidak saja makin banyaknya wine lounge di Indonesia, baik yang berdiri sendiri maupun menjadi bagian dari restoran dan hotel, sejumlah perkumpulan wine lover pun banyak bermunculan. Sebut saja Jakarta Wine Society, Wine & Spirit Circle, sampai International Wine & Food Society Indonesia. Rata-rata anggotanya dulu hanya didominasi oleh ekspatriat saja, tapi kini orang domestiknya pun terus bertambah. 

Salah yang klub ekslusif yang semuanya orang lokal adalah Grand Cru. Disebut eksklusif karena jumlah anggotanya hanya 12 orang dan wine yang mereka konsumsi adalah yang khusus premium saja, yang harganya bisa Rp 80 juta per botol. 

Dan yang terbaru adalah klub pecinta wine asal Bordeaux yang disebut Sayang Bordeaux Indonesia Wine Club. Digagas oleh beberapa orang Indonesia, mereka tidak hanya mencintai winenya tapi juga orang-orangnya bahkan budaya yang datang dari salah satu wilayah penting penghasil wine di Prancis itu. Mereka menjalin kerja sama dengan chateau-chateau di sana, sebutlah Petrus, Haut Brion, Trotanoy, Angelus, dan lain-lain.

Klub itu diresmikan pertengah November lalu, ditandai dengan wine tasting dan wine dinner di Jakarta. Dihadiri oleh lima wine maker dan pemilik chateau asal Bordeaux: Alain Moueix (Chateau Mazeyrez), Pierre Blois (Chateau Moulin Du Cadet), Dominique Hebrard (Chateau Cheval Blanc, Bellefont Belcier, dan Trianon), Laurence Brun (Chateau Dassault), dan Vincent Priou (Chateau Beauregard). 

Begitulah, wine ternyata bukan sekadar minuman. Meski hanya cairan hasil fermentasi buah anggur, segelas wine bisa bercerita banyak. Setiap tetesnya mengandung muatan sejarah, geografi, pertanian, bahkan kebudayaan negara tersebut. Negara-negara lama penghasil dengan sejarah panjang menghasilkan wine yang disebut sebagai old world wine, dan negara-negara baru sesudahnya memproduksi new wolrd wine – Indonesia termasuk di dalamnya. Dari segi kualitas mereka tidak ada bedanya, tergantung ketrampilan tangan-tangan pembutanya, bahkan wine yang dikkasifikasikan sebagai new wolrd wine, sering mendapatkan penghargaan tertinggi di berbagai festival wine di dunia. 

Pinot Noir, The World’s Most Seductive Wine

0

Pinor Noir naik daun. Setidaknya, di Wine for Asia (WFA) 2009 di Singapura, misalnya, untuk pertama kalinya Pinot Noir Forum digelar bersamaan dengan penyelenggaraan event wine berkelas dunia tersebut.

Bertema “Pinot Noir Wine Styles – the Traditional and the Generation NEXT”, forum yang berlangsung pada 23 Oktober lalu membawa para peserta seminar, yang terdiri dari pebisnis, distributor wine, wine enthusiasts dan undangan-undangan VIP, ke sebuah sisi lain dari red wine. Forum ini bertujuan untuk memberikan para peserta seminar pandangan dan nuansa dari perkembangan Pinot Noir di dunia. Lebih dari 100 pebisnis wine dari negara-negara seperti Malaysia, India, Vietnam, Thailand, Indonesia, Cina dan Jepang turut berpartisipasi pada forum ini.

Adalah Pinot Noir, full-bodied red wine dengan rasa kompleks menjadi fokus para peserta seminar. Reputasi dari Pinot Noir memang selalu disejajarkan dengan wine dari Burgundy (Bourgogne), Perancis.

Hampir dari seluruh perjalanan sejarah wine mencatat sebuah landmark dari Pinot Noir. Sepanjang 50 km ke arah pegunungan Côte-d’or adalah di mana sejarah menjadi saksi dalam pembuatan vintage Pinot Noir yang telah dilakukan lebih dari 2.000 tahun silam.

Dalam forum elegan tersebut, sejajaran jenis dari kualitas teratas Pinot Noir asal wineries seluruh dunia difitur ke dalam sebuah vertical wine tasting, diskusi dan tanya-jawab yang menarik.

Sebagai moderator pada forum berkelas ini adalah Ch’ng Poh Tiong, seorang penulis wine ternama dari Wine Review.

Menurut Ch’ng, Pinot Noir sebagai full-bodied red wine sudah menjadi pilihan para wine lover ataupun wine aficionado terlepas dari kepopuleran tradisionalitas Cabernet, Merlot, and Shiraz.

Sering Burgundy menjadi ikon daerah asal untuk jenis red wine Pinot Noir, disusul oleh Selandia Baru. Meskipun demikian, popularitas Pinot Noir di dunia vintage telah membangunkan konsumen Asia untuk mengeksplorasi gaya dan jenis Pinot Noir ke negara lainnya seperti Chile, Afrika Selatan, dan Jerman.

Seorang ahli Burgundy asal Perancis, Jean Pierre Rénard, hadir dalam forum ini sebagai lead speaker menjelaskan bahwa produksi Pinot Noir membutuhkan cuaca malam dan suhu udara siang yang bervariasi. “Ditambah dengan kondisi dan kualitas dari lahan yang subur, ini akan dapat memproduksi wine dengan rasa citra yang berkualitas,” paparnya.

Pinot Noir adalah wine yang terbuat dari variasi anggur hitam pilihan. Sejarah wine itu sendiri bisa ditelusuri kembali ke masa abad keempat di daerah Burgundy. Kebanyakan wine jenis Pinot Noir memiliki rasa yang berkelas jika di-harvest dan dikultivikasi di region Burgundy, Perancis, terutama di area sekitar Côte-d’or. Akan tetapi banyak daerah sejuk di pelosok dunia yang memungkinkan memproduksi Pinot Noir dengan keunggulan sendiri pada rasa, tingkat keasaman, dan tentunya kualitas yang membedakkan satu jenis Pinot Noir ke jenis lainnya.

Beautiful and Healthy ala SPA

0

Feeling drained due to hard work that saps your mind and energy? Perhaps it’s time to pamper yourself with a spa treatment.

Spa is an abbreviation of solus per aqua, which means health by or through water. However, it has developed to include massage and other salon and body care treatments. While in 15th century Egypt the spa was part of the world of doctors and medicine, the modern spa is synonymous with the beauty parlor and provides body and health care in great comfort. Spas offer holistic treatments that cover body massages, body scrubs, whitening masks, aroma therapy, milk baths and music.

Spa treatments usually take between one and a half and two hours for massage, body scrub, bathing and soaking in refreshing spices. Spa treatments have a lot of benefi ts as they smoothen, tighten, whiten and nourish the skin, relax the muscles and detoxify the body.

The spa in modern times is an oasis for women and men who crave beauty and health. Spa treatments are not exclusively for high-income earners but are also coveted by many middle income earners, although most may fi nd them beyond their budget. Spa treatments have indeed become a new lifestyle.

Many spas have mushroomed in the country’s major cities, including one established by the Martha Tilaar Group, which operate many branches through a subsidiary, PT Cantika Puspa Pesona (CPP). The company now owns 68 spa centers both in Indonesia and abroad, such as in Greece, Japan and Ukraine, franchised or owned by the company under the name Salon & Day Spa.

To appear beautiful, attractive and fresh is the dream of every woman and this is the platform on which Martha Tilaar’s business is based. It is able to harmoniously unite physical and inner beauty using the ancient Javanese practice of combining physical treatment with meditation and bio energy, which encompasses aroma and other therapies.

The Martha Tilaar Group offers various spa treatments, such as body scrub malih warni (change of skin color), Dewi Sri Spa, Sekar Sari Spa and Dara Putih aromatic milk spa. “Apart from offering physical beauty, our spas also make the body fresh and more relaxed with aroma therapy,” said one of the therapists.

Personalized service and a comfortable atmosphere are also offered by Reggia Spa Sanctuary, which is located in Kebayoran Baru, South Jakarta. It understands the unique and different needs of every individual and strives to meet their demands.

It specializes in the medical spa. It is very similar to most spas except that the therapists have basic medical knowledge. It is a solution for physical care using a non-surgical method and the world’s premium brands, sophisticated technology and fi ve-star service to ensure customer satisfaction.

Unlike in the US and Europe, the medical spa concept is not very common in Indonesia. “Supervision by professional doctors is required to monitor a customer’s condition during and after treatment to see the progress of the treatment and to provide solutions should there be problems,” said one of the doctors at such a medical spa.

Wine for Asia

0

WINE bukan hanya milik Prancis tentu saja. Juga bukan monopoli negara-negara penghasil wine yang lain, baik oldworld yang diwakili oleh Prancis, Italia, Spanyol, Portugal, Austria, dan Yunani, atau pun newworld, seperti Amerika, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Chile, Argentina, Kanada, dan lain-lain.  

Kawasan Asia yang selama ini dianggap jauh dari tradisi wine ternyata mempunyai fakta yang cukup mencengangkan. Dalam sebuah riset terungkap bahwa wine di Asia bisa tumbuh sekitar 10 – 20 persen per tahun. Kawasan tersebut diwakili oleh China, Hong Kong, Taiwan, Singapura, dan Korea sebagai pemimpinnya. Nilai konsumsi di Asia (tidak termasuk Jepang) mempunyai potensi meningkat hingga dua kali lipat, mencapai US$17 miliar pada 2012 dan melonjak menjadi US$ 27 miliar pada 2017.  

Fakta itulah yang menjadi keniscayaan bagi negara seperti Singapura untuk menjadi tuan rumah bagi sebuah event penting yang disebut “Wine for Asia” (WFA), yang tahun 2009 memasuki tahun ke tujuh. Acara yang bertempat di Suntec Singapura dan berlangsung pada 22-24 Oktober ini diselenggarakan oleh MP Wine Resources, gabungan kerjasama antara MP International dan Wine Resources.  

WFA memamerkan wine internasional paling komprehensif di kawasan regional dan mampu menghadirkan exhibitor baik dari 350 perusahaan lokal maupun internasional. Sekitar 5.000 pengunjung berdatangan dari negara-negara Asia dan Pasifik bergabung dalam acara ini, termasuk dari Indonesia.  

Menurut Chooi Yee Choong, Regional Director of ASEAN (Islands) and Oceania, Singapore Tourism Board, dalam beberapa tahun terakhir ini, industri wine di Asia telah tumbuh sangat cepat. “Event ini menawarkan one-stop platform untuk tetap berdampingan dengan penawaran-penawaran wine terbaru, melengkapi jumlah yang tak terhitung banyaknya di bisnis fisrt-class, edukasi, dan kesempatan networking serta pencinta gaya hidup,” katanya di Decanter, winelounge yang berlokasi di Kuningan, Jakarta, beberapa waktu yang lalu.  

Ini merupakan momentum yang sangat tepat bagi mereka yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai wine. Apalagi, tidak hanya pameran, dalam WFA juga ada sesi edukasi bagaimana cara menikmati wine secara benar. Misalnya, bagaimana cara menikmati wine Bordeaux dari chateaux-chateaux terkemuka. Winetasting bersama Penfolds Brand Ambassador, Jamie Sach, serta mengetahui mengapa Penfolds Grange adalah salah satu wine paling terkenal di dunia dalam cita rasa eksklusif.  

Ada juga sesi bertopik bisnis yang membagikan pengalaman para pemain di industri wine, juga bagaimana kiat bertahan dan berkembang di masa resesi seperti saat ini. Dalam kelas yang disebut International Wine Importer Course, melengkapi kemampuan bisnis wine-related untuk memberikan mutu terbaik bagi bisnis wine. Pendeknya, apa saja yang berhubungan dengan wine – baik gaya hidup maupun bisnisnya ada di event ini, termasuk Southeast Asia Best Sommelier Competition 2009.  

Asia sudah menjadi kawasan yang sangat potensial sebagai pasar wine dunia. Singapura agaknya telah memanfaatkan kesempatan ini, dan mengambil peluang bisnis dari pertumbuhan wine yang pesat ini di Asia. Bagaimana dengan Indonesia?  

Memang belum ada data yang akurat tentang pertumbuhan industri wine di Indonesia. Namun, meski dengan segala kendala yang ada, mulai dari kuota, cukai yang masih tinggi, hingga tata niaga yang masih “amburadul”, nilai konsumsi wine di Indonesia terus meningkat dalam lima tahun belakangan ini. Terbukti, winelounges terutama di kota-kota besar sebutlah Jakarta, terus bermunculan. Tidak hanya hanya melengkapi fasilitas hotel-hotel berbintang, tapi di mal-mal bahkan gedung perkantoran sudah gampang ditemui tempat minun wine.  

Sayangnya event-event yang berkaitan dengan wine masih sedikit, bahkan masih bisa dihitung dengan jari. Festival wine baru terselenggara dua kali di Jakarta, yakni yang disebut sebagai WineFest, yang dimotori salah satu distributor wine, Danisa Textindo. Memang ada beberapa event yang berkaitan dengan wine, tapi hanya tambahan dari acara yang lebih besar, sebutlah festival wine yang menjadi bagian dari Jakarta Fashion & Food Festival yang diselenggarakan Summarecon Group di Kelapa Gading Jakarta.  

Sementara kompetisi sommelier yang cukup representatif baru terselenggara tahun ini, oleh ISA (Indonesia Sommelier Association) – yang juga terbentuk tahun ini, bekerja sama dengan Sopexa, Ministere de l’Agriculture et de la Peche (Prancis), dan Wine for Asia (Singapura).  

Sudah saatnya Indonesia wine society memikirkan terobosan-terobosan baru untuk membuat event-event wine yang lebih kreatif, kalau perlu bertaraf internasional. Tidak hanya untuk sosialisasi dan edukasi soal wine, tapi juga menumbuhkan dan menata sektor industri yang masih tergolong baru ini. Cheers! (Burhan Abe)

50.000 Botol Wine dari 30 Negara

0

Industri wine di berbagai belahan bagian dunia dalam beberapa tahun terakhir ini telah tumbuh sangat cepat. Di wilayah ASEAN Singapura boleh jadi menjadi pelopor, minimal dalam menangkap peluang menyelenggarakan event yang berkaitan dengan dunia wine. “Wine for Asia” (WFA), itulah judul acara tersebut yang tahun ini memasuki tahun ke tujuh.

Event ini akan berlangsung dari 22 hingga 24 Oktober 2009 ini diselenggarakan oleh MP Wine Resources, gabungan kerjasama antara MP International dan Wine Resources. Di Suntec, yang makin populer sebagai gedung pameran di Singapura yang luas keseluruhan kini mencapai 5.800 meter persegi, hadir tak kurang dari eksibitor dari sekitar 376 perusahaan baik lokal maupun internasional. Atau ada sekitar 50.000 botol wine berbagai merek dari 30 negara.

“Kami bangga menjadi tuan rumah WFA 2009 dan kami menyambut baik seluruh pecinta wine, baik yang profesional, dari kalangan perdagangan wine serta para pelaku bisnis yang terkait di industri wine,” ujar Malcolm Tham, konsultan proyek WFA 2009.

Malcolm yang juga dosen di Science and Art of Wine dan International Wine Importer Course itu menambahkan bahwa event ini menyedot tak kurang dari 5.000 pengunjung dengan latar belakang trade dari Asia dan Pasifik, termasuk Indonesia tentu saja.

Banyak benefit yang bisa dicapat dari acara tersebut. Paling tidak seperti yang diakui Richard Lieu, Director – Trade Promotions California Wines, “Acara ini penting untuk mempertemukan penjual dan pembeli, dengan pasar Asia Pasifik.”

Hal senada diungkapkan oleh Eddy Sugiri, pemilik restoran The Peak di Bandung dan beberapa wine lounges di Bandung dan Jakarta. “Saya banyak belajar dari acara ini, baik dalam hal penyelenggaraan maupu ilmu tentang wine yang makin spesifik,” katanya.

Memang, WFA 2009 tidak hanya pameran. Lebih dari itu, acara ini menawarkan one-stop platform dengan penawaran-penawaran wine terbaru, kelas-kelas, dan tentu saja kesempatan networking bagi sesama pencinta gaya hidup, khususnya wine lovers.

Beberapa event khusus dalam WFA, antara lain “Penfolds Grange Vertical Tasting”, yakni mengenal Penfolds Grange lebih dalam, dan mengapa menjadi salah satu wine paling terkenal di dunia dalam cita rasa eksklusif. Pemandunya adalah Penfolds Brand Ambassador, Jamie Sach dan penerbit dari The Wine Review, Ch’ng Poh Tiong, yang telah mengadakan vertical tasting selama lebih dari 20 tahun meliputi periode 1983, 1990, 1991, 1998, 1999, 2002 dan yang baru saja dirilis, Spectacular 2004 Vintages. Inilah pengalaman sederhana, menikmati wine dari tujuh hasil panen terbaik yang pernah diproduksi, yang menyenangkan bagi pecinta wine!

Yang juga menarik adalah “Pinot Noir Forum”. Kelas ini berbicara tentang salah satu jenis wine yang populer di dunia, juga Asia tentu saja. Dalam beberapa tahun belakangan Pinot Noir telah meningkatkan penjualannya di Asia. Masyarakat Asia telah dipresentasikan dengan gaya yang berbeda dari Pinot Noir yang datang dari region yang berbeda di seluruh dunia, seperti Burgundy, Oregon, dan New Zealand. Pembicara utama dalam forum tersebut adalah ahli Burgundy, Jean Pierre Renard.

Juga, jangan lupa, sommeliers terbaik di Asia diadakan di WFA. Diselenggarakan oleh SOPEXA dan didukung oleh WFA tentu saja, kompetisi best sommeliers pertama di Asia Tenggara ini merupakan inaugurasi event landmark untuk sommelier lokal maupun internasional untuk berkompetisi di level internasional.

Savoring Food from the Land of Ginseng

0

All kinds of local and most foreign food are available in major Indonesian cities, especially in Jakarta. This includes Korean food, and restaurants serving this food are usually located in areas with a large Korean population, such as Kebayoran Baru, South Jakarta, and in Lippo Village, Tangerang.

Korean restaurants can also be found in malls, where people of all backgrounds can taste this delicious food from the land of ginseng, as Korea is popularly known here.

So, what is specific about Korean food? It includes food for kings that is complicated to prepare as well as traditional and modern culinary. These days, a lot of Korean dishes are well known in many parts of the world, such as kimchi, galbi, bulgogi, hoe, makchang and gobchang. Kimchi is pickled mustard greens and is more often than not served as an accompaniment to a meal.

Photo by Vicky Ng on Unsplash

The staples of Korean food are rice, noodles and tofu. Koreans also love to eat meat and vegetables (banchan) accompanied by soup. Korean food usually contains sesame oil, doenjang, soy sauce, salt, garlic, ginger and chili sauce (gochujang). The Koreans are the world’s largest consumers of garlic, and eat much more of it than the Chinese, Thais, Japanese, Spanish, Italians and Greeks.

Korean food differs according to the season. In winter, Koreans consume kimchi and various vegetables that are covered with salt and preserved in large earthenware bowls.

Meanwhile, traditional food that used to be served in the palace during the Joseon dynasty takes hours to prepare as it has to possess a harmony and a contrasting character between hot and cold, spicy and mild, hard and soft, solid and liquid as well as a balance in the colors.

Koreans eat their meal sitting cross legged on cushions at low tables. They use chopsticks and long spoons, both of which are called sujeo. Unlike chopstick users from other countries, the Koreans started using spoons in the fifth century.

When eating, unlike the Chinese or the Japanese, Koreans may not lift the soup or rice bowls from the table, and they eat using the spoons. Banchan, which is served in small bowls, is consumed with chopsticks. In public places, such as restaurants, Koreans drink water or barley tea. Another popular drink is soju, which is alcohol made from fermented rice or wheat or potatoes.

Of course, when eating a Korean meal, non-Koreans do not have to follow their eating customs rigidly. Some restaurants serve Korean food Western style, and some even sell fast food. In Muslim areas pork is not on the menu and beef is served instead. A very popular Korean dish is bibimbap, which is rice mixed with various vegetables, beef, egg and gochujang.

Another dish is yukhoe bibimbap, which is raw beef and raw egg bibimbap. There is another kind of bibimbap that is served on a hot stone griddle.