Home Blog Page 79

All about Belgian Chocolate

0

You are cordially invited to Bloggers Workshop “All about Belgian Chocolate”, featuring A Renowned Chocolatier Laurent Bernard, @ Emilie Restaurant, Jakarta.

UNDANGAN yang dikirim via email itu segera menarik perhatian saya. Pertama, acara itu dituujukan untuk para blogger, yang ternyata kini mulai dihargai sebagaimana wartawan media mainstream. Kedua, memang materinya yang sungguh sayang untuk dilewatkan.

Memang, kuliner memang merupakan salah satu topik menarik, yang saya minati, saya pun pernah memimpin majalah yang berbasis kuliner – meski bungkusnya adalah “gaya hidup”. Coklat tentu tidak sekadar komoditi, sama seperti kopi dan teh, apalagi coklat Belgia yang dikenal memiliki tradisi serta kultur yang adilluhung.

Yang paling seru, tentu saja, workshop kali ini dipandu oleh orang yang benar-benar ahli dalam bidangnya, yakni chocolatier Laurent Bernard. Sebelum membuka Laurent’s Café & Chocolate Bar di Singapura beberapa tahun yang lalu, spesialis coklat ini bahkan sudah mendedikasikan hidupnya untuk menyempurnakan keahliannya dalam pastry.

Setelah lulus dari sekolah kuliner yang mengkhususkan diri pada pembuatan plated dessert, sugar work, modern pastry dan tentu saja coklat, Laurent berkeliling dunia untuk melakukan hal yang dia sukai dan melakukan yang terbaik sebagai chef pastry. Dari kota kelahirannya di Prancis, ia berkelana ke London, Bermuda, AS, bahkan Israel dan terakhir di Singapura tahun 2003, sebagai executive pastry chef di Meritus Mandarin Singapore.

Ia memiliki sejumlah karakter dan keahlian, sebuah harmoni yang sempurna. Awalnya mereka mengembangkan resep di bawah petunjuknya, kemudian mereka membawa hasilnya ke meja berupa penampilan yang artistik dan kreatif.

Photo by Heather Barnes on Unsplash

Begitulah, Laurent telah berpengalaman selama 20 tahun dalam bidang pastry dan coklat. Setelah lulus dari sekolah kuliner di Perancis, Laurent bekerja di beberapa hotel bintang lima yang sangat bergengsi di London, Timur Tengah dan Karibia, ia akhirnya membuka membuka kafe dan bar coklat atas namanya sendiri di Singapura.

Berbicara tentang coklat, menurut Laurent dalam workshop-nya di fine dining restaurant terbaik di Jakarta, ada beberapa jenis coklat yang kita konsumsi setiap hari. Coklat Belgia yang eksotis dapat dijumpai di gerai dan toko khusus. Coklat Belgia dianggap sebagai coklat bercita rasa tinggi karena memenuhi semua standar untuk produk gula-gula. Bahkan Swiss yang terkenal dengan coklatnya yang berkualitas tinggi, ternyata juga mengimpor resep dari ahli coklat Perancis dan Belgia.

Yang membuat coklat Belgia unik adalah kualitas bahan-bahannya dan teknik pengolahan coklat yang bisa dikatakan fanatik dengan teknik “old world”. Bahkan dalam dunia masa kini yang serba mesin dan produksi masal, coklat Belgia masih dibuat dengan tangan di toko-toko kecil dan menggunakan peralatan tradisional.

Kenyataannya, gerai-gerai kecil tersebut justru menarik minat turis untuk mengunjungi Belgia saat ini. Seperti halnya wine tour, berwisata ke toko-toko coklat Belgia meliputi mencicipi coklat dan souvenir yang eksklusif, mulai populer saat ini.

Coklat Belgia populer sejak abad 18, tapi proses baru yang diciptakan oleh Jean Neuhaus tahun 1912 meningkatkan popularitas coklat hingga 10 kali lipat. Neuhaus menggunakan coklat versi khusus yang disebut couverteur, yaitu lapisan dingin yang dia sebut praline. Praline Belgia berbeda dengan isian permen yang terdapat di toko-toko permen Amerika. Praline coklat Belgia bisa diisi dengan macam-macam krim seperti kopi, kacang hazel, buah, atau coklat kental.

Beberapa ahli coklat di masa Neuhaus menduplikasikan rasa yang kompleks dalam praline mereka. Banyak perusahaan praline coklat Belgia masih beroperasi hingga kini, sebutlah Leonidas, Neuhaus, Godiva, dan Nirvana, karena praline mereka yang bercita rasa tinggi.

V-Spa

0

SPA, siapa yang tidak kenal dengan istilah ini. Spa, kendati tidak semua orang tahu kepanjangannya “saulus per aqua” atau “kesehatan dari air”, kini menjadi ikon gaya hidup modern. Para eksekutif muda masa sekarang tidak segan-segan memanfaatkan leisure time di luar rumah dengan mengunjungi mal, music lounge, klub, salon, dan tentu saja spa.

Spa secara tradisional menunjuk sebuah tempat di mana air yang diyakini memiliki sifat menyehatkan — biasanya adalah sebuah pemandian air panas atau mineral. Tapi spa modern terletak di sebuah resor atau hotel mewah, yang menawarkan pemandian air panas, dingin, steam, sauna serta fasilitas pijat – yang bisa diperluas bisa menjadi pijat refleksi, manicure & pedicure, scrubbing, dan seterusnya. Semuanya mengacu kepada perawatan tubuh dan pemanjaan diri.

Tapi, percaya atau tidak, spa pada perkembangannya – terutama di Indonesia, lebih merujuk gaya hidup kalangan tertentu (baca; kelas atas). Pusat-pusat perawatan tertentu pun ada yang sengaja menggunakan kata “spa” untuk menaikkan positioning-nya, mulai dari perawaan gigi, kaki, hingga rambut. Spa yang usianya telah ribuan tahun pengertiannya kini bukan hanya terapi untuk memelihara tubuh saja, tapi ada hair spa, foot spa, bahkan v-spa. Yang disebut terakhir ini adalah spa khusus untuk vagina. Aha!

Seorang master bioenergi, Worro Harry Soeharman, mengatakan bahwa terapi ini sebenarnya sudah dikenal di Indonesia sejak dulu. Di zaman Majapahit bangsa Indonesia pra kemerdeakaan sudah mengenalnya. Hanya saja, perawatan untuk bagian intim wanita ini ditutup-tutupi karena dirasa tidak sopan bila digembar-gemborkan. “Padahal, terapi ini selayaknya menjadi gaya hidup, seperti halnya perawatan bagian tubuh yang lain,” ujarnya kepada Kompas.

Dalam v-spa ada teknik pengasapan atau penguapan, teknik pijat akupresur yang diterapkan pada seluruh tubuh, terutama vagina. Ada pula meditasi gerak atau semacam kegel khusus untuk vagina.

Kita tidak membahas detil bagaimana terapi ini dilakukan. Tapi yang jelas, semua bisa terjadi di dunia ini. Hal yang dulu tidak pernah dipikirkan orang kini menjadi sebuah bisnis yang menguntungkan. Di Jakarta para pengusaha sedang mengembangkan spa vagina, di New York ada sebuah spa khusus untuk memperkuat dan mempercantik area alat kelamin wanita. Apa pula ini?

Untuk pengujian ginekologikal, spa yang bernama Phit mengenakan tarif US$150. Dalam uji ini, seperti yang diberitakan New York Times, klien disuruh mengerutkan otot kelaminnya di seputar jari dokter untuk menentukan apakah otot itu lemah, sedang atau kuat. Jika bermasalah si pasien bisa mengambil paket perawatan lanjutan, misalnya latihan menggunakan mesin elektrostimulasi – mesin untuk melatih otot kelamin atau semacam senam kegel.

Begitulah, spa ternyata bisa diterapkan kepada berbagai perawatan – yang umumnya berkaitan dengan gaya hidup dan mempunyai gengsi tinggi. Sama dengan bengkel mobil, untuk menaikkan gengsinya, ada mengubah istilahnya menjadi “salon mobil”. Maka, jangan heran, untuk menaikkan kelasnya beberapa panti pijat di kawasan Kota Jakarta, misalnya, berganti pula menjadi spa. Istilahnya saja yang berubah, tapi yang ditawarkan tetap saja sama; pijat plus. (Abe)

Canton and Szechuan at Table8

0

Table8, inilah restoran baru yang berlokasi di Hotel Mulia Senayan Jakarta. Bukan berarti hanya untuk berdelapan, tapi karena ini chinese restaurant, yang percaya pada keberuntungan angka 8. Saya memang tidak sempat menghadiri pembukaannya, tapi undangan dari Adeza Hamzah, Asisstant Director of Communication Hotel Mulia, tidak mengurangi nilai apreasi saya terhadap restoran ini.

Resto ini menggantikan Samudra Shark’s Fin di lantai dasar, tapi tentu dengan konsep baru, yakni menghadirkan masakan China ala Kanton dan Szechuan. Memasuki pintu resto ini kita seperti diajak untuk bersiap-siap memasuki pengalaman bertualang rasa. Suasananya eksklusif, modern, dan stylish bergaya Chinoiserie yang mendominasi venue ini.

Di dekat pintu masuk terdapat gerai chinese tea yang eksklusif, tersedia berbagai jenis teh, mulai dari black tea, green tea, oolong tea, flower tea, herbal tea hingga teh premium dari China. Yang menarik, jika kita memilihteh sebagai minuman, seorang pramusaji akan menghidangkannya dengan cara yang unik – menuang tehnya dari teko kaca memanjang seperti memperagakan salah satu jurus kungfu.

Yang menjadi pusat perhatian restoran ini terletak di ruang tengah, yakni sebuah meja makan panjang terletak di tengah dengan hiasan 23 pagoda di ketinggian yang berbeda (sampai 6 kaki). Di atasnya terdapat lampu-lampu kristal berbentuk naga yang menjuntai indah. semuanya dirancang secara eksklusif dan custom made. Dengan demikian tamu tak hanya menikmati kelezatan hidangan tetapi suasana nyaman dan bisa “cuci mata” selama bersantap.

Yang menarik, semua pramusaji yang ramah itu berbaju seragam hitam ala gadis-gadis China yang cool. Rambutnya hitam lurus berponi (semua pakai wig), bibirnya berlipstik merah menyala.

Pilihan hidangannya sangat beragam, mulai dari hidangan Szechuan yang pedas hingga masakan Kanton yang lembut, juga aneka jajanan khas China yang mungkin jarang kita jumpai di sini. Chef-nya yang berasal dari China dan Hong Kong, meracik semua hidangan dengan penampilan yang indah, sehingga bercita rasa prima. Hmmm…

Photo by Krista Stucchio on Unsplash

Hidangan andalannya? Ada Braised Superiors Shark’s Fin with Black Truffle – sirip ikan hiu premium disajikan dengan jamur truffle dari Prancis. Sajian kerang-kerangannya juga istimewa, cobalah Dried Scallop Server in Stone Pot, atau Scallop Cake with Asparagus and Shimeji Mushroom in Ebara Sauce.

Kebanyakan orang Indonesia suka pedas, dan di restoran ini kita dimanjakan dengan hidangan ala Szechuan. Tersedia Szechuan Stirfried Chicken Cubes with Dried Chili and Peppercorn. Dari kuliner Hong Kong pun tersedia Table8 Fresh Steamed Bun yang tak lain adalah bakpao dengan beragam pilihan isi, dan Wok Fried Fragnant Rice with Foiegras and Seafood atau nasi goreng dengan hati angsa dan seafood.

Dining Experience with SQ

0

Dining experience in SIA is exquisite, elegant, and exclusive….

Singapura bukan negara yang asing, tapi tetap saja undangan untuk menghadiri event dari negeri tetangga tersebut selalu menarik perhatian. Pengundangnya adalah Singapore Airlines (SIA), acaranya bertajuk Singapore Airlines World Gourmet Forum, 8 – 10 Juli lalu.

Acara itu sebatulnya bagian dari peluncuran sebuah buku kuliner yang diterbitkan SIA, Above and Beyond: A Collection of Recipes from the Singapore Airlines International Culinary Panel, yang dikemas dalam sebuah acara gala dinner.

Perlakukan kepada undangan media agak sedikit berbeda. Selain mendapat kesempatan mengikuti wine dinner tersebut, sebelumnya mendapat kesempatan menengok dapur yang menyediakan makanan bagi penumpang SQ. Saya satu-satunya wartawan Indonesia yang diundang, selebihnya adalah 18 wartawan lainnya yang datang dari berbagai negara. Patut dicatat, separuh dari wartawan tersebut adalah freelancer atau bergagung dengan sindikat – seperti yang saya lakukan saat ini.

Siapa yang tidak ingin tahu rahasia SIA, yang sampai saat dikenal sebagai maskapai dengan pelayanan terbaik di dunia, bagaimana menyajikan menu-menu terbaiknya kepada para penumpang. Buku tersebut berisi 50 delectable recipes, yang dipersembahkan oleh sepuluh chef kelas global, yang bisa biasa berkreasi dengan menu-menu andalannya. Mereka adalah Georges Blanc (Prancis), Sanjeev Kapoor (India), Sam Leong (Singapura), Matt Moran (Australia), Yoshihiro Murata (Jepang), Alfred Portale (USA), Gordon Ramsay (Inggris), Zhu Jun (China), Nancy Oakes (USA), dan Yeung Koon Yat (Hong Kong).

Cookbook yang dikemas mewah itu memang bukan sekadar buku, tapi merupakan sumbangan SIA untuk masyarakat. Peluncurannya yang dikemas mewah diadakan di Shangri-La Hotel, Singapura, 9 Juli 2010. Hasil penjualan buku, dan beberapa barang lelang, yang terkumpul S$1,418 juta, semuanya disumbangkan untuk organisasi nirlaba Singapore’s Community Chest, yang merupakan bagian dari Straits Times Pocket Money Fund dan Business Times Budding Artists Fund.

Setelah peluncuran yang dihadiri oleh Presiden Singapura Nathan dan Mrs. Nathan, buku tersebut dijual juga di toko-toko buku, sebutlah Borders, Times Newslink, Times Travel, juga Relay di Changi Airport, Singapura. Sementara di luar Singapura, orang bisa memesan via pembelian online di krisshop.com, yang jika memesannya sebelum 31 Desember 2010 akan terbebas dari ongkos kirim (disponsori UPS), atau di katalog KrisShop yag ada di SQ.

Penerbitan buku tersebut, demikian Yap Kim Wah, Senior Vice President Product & Services SIA, bukanlah bagian dari bisnis SIA, tapi merupakan SIA untuk masyarakat. “Penumpang yang biasanya terbang bersama SQ, dan mendapatkan pelayanan F&B ala SQ, dapat mencobanya di rumah,” ujar Yap yang juga Chairman of Tradewinds Tours & Travel, a Board Member of the Singapore Land Authority, a Board Director of Virgin Holidays and a Member of the Quality Service Advisory Committee chaired by the Minister State for Trade and Industry.

Menurut Yap, SIA sampai saat ini memang dikenal sebagai maskapai yang mempertahankan kualitas pelayanannya. Tidak sia-sia, nyaris setiap bulan selalu ada lembaga yang memberikan award kepada ikon Singapura ini.

Memang, tidak bisa dimungkiri, dengan maraknya penerbangan model low cost carrier (LCC) yang bertiket murah, sedikit banyak ikut mengganggu pasar penerbangan berservis. Tapi untuk itu Grup SIA sudah lama menyiapkan ‘second brand’nya, SilkAir dan Tiger, sedangkan untuk SQ (sebutan lain untuk SIA) tetap mempertahankan layanan nomer satu. “Constantly redefine the travel experience and continue the pace of innovation that is a hallmark of SIA,” ujar Yap yang bergabung dengan SIA sejak 1975.

Menggarap Potensi Besar di Dunia Maya

0

Revolusi Internet membuat semuanya berubah. Kebiasaan-kebiasaan banyak orang pun di seluruh dunia ikut berubah, termasuk cara mengomsumsi media. Lihat saja keseharian Nukman Luthfie, misalnya. Bangun tidur di pagi hari, Nukman, Online Strategist dan CEO Virtual Consulting ini langsung menyambar BlackBerry, melihat 140 karakter yang bertebaran di dunia Twitter, menulis kata-kata atau menjawab pertanyaan di jejaring informasi (information networking) tersebut. Setelah itu aktivitas beralih ke Facebook, dan melakukan aktivitas seperlunya di jejaring sosial terbesar di dunia tersebut. “Seusai itu, baru membaca portal berita seperti detik.com, kompas.com, atau vivanews.com,” katanya.

Sebagai seorang yang memang hidup dan berbisnis di dunia maya, perilaku banyak orang mengonsumsi media memang berubah total sejak media sosial lahir. Berbagai isu bisa dipantau via Twitter dan Facebook. Dengan mengikuti akun Twitter portal berita, orang bisa tahu lebih dekat dengan jenis berita apapun yang merkea pilih. Dengan demikian, mereka lebih “well-informed”.

Koran cetak memang masih dibaca, tapi hanya topik-topik penting dan rubrik-rubrik kegemaran saja. Juga mendengarkan radio, yang bisa diikuti sepanjang perjalanan menuju kantor di mobil. Nonton teve? Masih juga, tapi setelah aktivitas media sosial selesai. Kebiasaan seperti itu bukan hanya milik Nukman tentu saja. Banyak pengguna Internet, yang memakai telepon cerdas, memiliki kemiripan dalam mengonsumsi media. 

It’s a Progression Country

“Indonesia saat ini telah menjadi the Republic of the Facebook”, ujar Budi Putra, mantan wartawan Tempo, yang kini aktif di dunia online.

Tidak salah, perkembangan penggunaan Facebook oleh masyarakat Indonesia sudah mencapai pertumbuhan 645% pada tahun 2008. Prestasi ini menjadikan Indonesia sebagai “the fastest growing country on Facebook in Southeast Asia”. Bahkan, angka ini mengalahkan pertumbuhan pengguna Facebook di China dan India yang merupakan peringkat teratas populasi penduduk di dunia (Sahana, 2008).

Facebook, yang digagas Mark Zuckerberg — seorang mahasiswa “droup out” Universitas Harvard Amerika Serikat, pada Januari 2004, adalah sebuah sarana sosial yang membantu masyarakat untuk berkomunikasi secara lebih effisien dengan teman-teman, keluarga, dan teman sekerja. Perusahaan ini mengembangkan teknologi yang memudahkan dalam sharing informasi melewati social graph, digital mapping kehidupan real hubungan sosial manusia. Siapun boleh mendaftar di Facebook dan berinteraksi dengan orang-orang yang mereka kenal dalam lingkungan saling percaya.

Daya tarik itulah yang membuat pengguna Facebook terus bertambah bak deret ukur. Data Checkfacebook.com menunjukkan, Indonesia peringkat ke-7 di dunia, bahkan Indonesia merupakan negara yang paling banyak menambah pengguna Facebook di dunia dengan lebih dari 700.000 pengguna per minggu! Di Indonesia penggunanya kini tercatat lebih 21,5 juta, sedangkan Twitter – media sosial lain yang sedang naik daun, sudah melampuai melebihi 6 juta akun. 

Tren pertumbuhan pengguna kedua media sosial ini masih akan berlanjut. Apalagi, media sosial – termasuk Kaskus, Multiply dan Plurk – pun kini menjadi bagian kehidupan sehari-hari pengguna Internet Indonesia. Bahkan, karena bisa diakses via perangkat mobile, media sosial kini nyaris seperti “telepon selular” yang selalu berada dalam genggaman konsumen.

Jangan heran, mengais rezeki di internet menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan dari komunitas informasi. Situs Facebook, Twitter, dan lain-lain menjadi alternatif wadah mengais rezeki di internet. Caranya pun mudah dan gratis. Kita dapat aktif berdiskusi, menawarkan solusi, menempelkan produk di dinding atau catatan di media sosial tersebut.

Selain media sosial asing tersebut, Kaskus juga menarik dicermati, salah satunya adalah forum jual beli di situs tersebut. Menurut Andrew Darwis, salah seorang pendiri Kaskus, peredaran uang di situs pertemanan itu lumayan besar. Seorang penjual kamera digital dapat memutarkan Rp 100 juta per minggu tanpa stok barang! Barang diambil dari distributor saat ada pemesanan.

Kaskus lahir pada 6 November 1999 oleh tiga pemuda asal Indonesia yaitu Andrew Darwis, Ronald, dan Budi, yang sedang melanjutkan studi di Seattle, Amerika Serikat. Situs ini dikelola oleh PT Darta Media Indonesia. Anggotanya, yang berjumlah lebih dari 1,8 juta anggota, tidak hanya berdomisili dari Indonesia namun tersebar juga hingga negara lainnya. Pengguna Kaskus umumnya berasal dari kalangan remaja hingga orang dewasa.

Singapore Banking on Medical Tourism

0

What comes to mind when someone mentions Singapore? A shoppers’ paradise? Well, you are not wrong, as this city state is truly heaven for those who love shopping at favorite shopping hubs such as on Orchard Road and shopping centers like the computer trading center Funan DigitalLife Mall, Sim Lim Square, or Vivo City, which is the largest mall there.

But it is also not wrong to call Singapore a medical tourism destination. Many high ranking officials and rich people from neighboring countries come to Singapore for medical purposes. In 2000 the World Health Organization (WHO) recognized Singapore as having the best medical services in Asia and ranked the city state number six in the world.

Patient registration and complete information about hospitals in Singapore, including telephone numbers and email addresses, is available through International Patient Service Centres. The cost of medical services used to be regulated by the government but not any longer. However, they still abide by guidelines provided by the Singapore Medical Association.

Singapore is well known for its reliable, experienced doctors and sophisticated hospitals. One of the international standard hospitals is Novena Medical Center, which is located above the MRT Novena Station next to Tan Tock Seng Hospital. This medical center is strategically located right in the heart of upper class communities, office buildings, modern malls as well as various health and medical centers with complete facilities, such as Tan Tock Seng Hospital, National Neuroscience Institute, Thomson Medical Centre, National Skin Centre and KK Women’s and Children’s Hospital.

Novena Medical Center encompasses a 140,000 square feet area with 145 medical rooms and is conveniently connected with Tan Tock Seng Hospital through a covered pedestrian bridge. Collaborating with a number of major hospitals Novena Medical Center provides its patients with the services of expert, multi disciplinary specialists to ensure the most complete, efficient and effective service.

Novena said in a statement that Novena Surgery is the first 24/7 surgery facility within the Singapore private medical sector to offer modular operating theaters with cable-less pendant systems, allowing surgeons to operate free of stray wiring and obstructions. “Our endoscopy suites are equipped with the latest bronchoscopes, GI endoscopes and high definition camera-video systems that offer unprecedented clarity,” the hospital said, adding that a mini-view X-ray machine facilitates accurate placement of surgical implants.

Not only patients from neighboring and developing countries come to Singapore. For some time now patients from highly developed countries have been frequenting the city state for medical treatment. This is because medical expertise and state of the art equipment are no longer the monopoly of a few highly advanced countries. On top of that the cost is much lower in Singapore than say the United States, for example. High quality affordable medical services have attracted numerous patients to Singapore as well as several other Asian countries.

Malaysia is one such country. For years it has enjoyed high revenue from foreign patients. The Malaysian Hospitals Association estimates that this sector will contribute as much as Rp 1.78 trillion in 2010 from about 625,000 foreign patients.

According to Eugene van de Weerd, country director of Frost & Sullivan Indonesia, medical tourism provides a significant contribution to the economy of a number of Asian countries and it is an important component in the planning and developing of the country’s medical service. “The market value of this business in Asia generally or particularly in Singapore, Malaysia, Thailand and India was about US$3 billion from 2007 to 2008 and the figure will increase to $4.4 billion by 2012,” said Weerd in a press release.

In view of this fantastic potential it is not surprising that Singapore is aggressively developing its medical tourism potential. The obvious plus point is that the country’s medical facilities are acknowledged as the best in Southeast Asia. The government along with the hospitals is continuously striving to make breakthroughs and further developments in medical research.

‘It’s About Taste’, Culinary Journey in 3 Hotels

0

Bagaimana rasanya berwisata kuliner di tiga hotel sekaligus? Pengalaman itulah yang ditawarkan dalam program ‘Taste’, rangkaian petualangan kuliner di The Ritz-Carlton Jakarta (Pacific Place dan Mega Kuningan) dan JW Marriott (Mega Kuningan), 8 – 29 Juli 2010. 

Ketiga venue yang berada dalam satu kepemilikan itu mempersembahkan berbagai promosi eksklusif, mulai dari makanan, minuman, bahkan hiburan yang semuanya dikemas sebagai paket “gaya hidup” ala kaum urban Jakarta. Saya dan teman-teman media berkesempatan menikmati preview-nya, mulai dari merasakan black truffle, jamur termahal ala Italia, yang disajikan oleh seorang celebrity chef, sajian Jepang Omakase, Bastille Party oleh DJ Ceet, sampai kolaborasi fashion yang akan ditampilkan dalam sebuah peragaan.

Dalam acara ‘It’s About Taste’ yang digelar untuk kalangan terbatas, dalam hal ini pers itu, merupakan petualangan kuliner ke tiap-tiap gerai restoran di mana promo tersebut akan berlangsung. Tur eksklusif itu dipandu langsung oleh Desiree Merlina, selaku Marketing & Communications Manager The Ritz-Carlton, Jakarta dan Ina Ilmiaviatta selaku Marketing & Communications Manager Hotel JW Marriott. 

Petulangan kuliner dimulai di The Ritz-Carlton, Pacific Place, yakni Italian Black Truffle. Jamur hitam ini awalnya ditemukan di Piedmonte, tapi juga terdapat bagian selatan di Italia, yakni Umbria. Dennis Mifsud, seorang celebrity guest chef, melalui teleconference mengatakan akan menghidangkan kepada para tamu sajian eksklusifnya yang berbahan dasar truffle tersebut. Menu akan disajikan bersama wine yang disiapkan oleh John Horgan, pembuat wine terbaik dari Salitage, Pemberton, daerah penghasil wine di Australia.

Sebetulnya acara wine dinner tersebut rencananya akan digelar di akhir masa promosi, yakni 29 Juli di Pacific Restaurant & Lounge di hotel tersebut. Sebelumnya acara serupa, di awal rangkaian petulangan kuliner sesungguhnya yang ditujukan untuk umum justru dimulai dari Lobo, restoran Italia terbaik yang berlokasi The Ritz Carlton Jakarta, Mega Kuningan. Chef de Cuisine Mariano Liuzza akan menghidangkan secara khusus lima menu eksotis yang disajikan bersama wine terbaik dari Eropa.

Buat pecinta hidangan Jepang jangan lewatkan ‘Omakase and Sake Pairing Dinner’ di Asuka Japanese Dining. Restoran Jepang yang berada di lobby level, JW Marriott ini memang menjadi salah satu yang terbaik di Jakarta. Executive Japanese Chef, Nishiura Osamu bakal menyuguhkan produk seasonal segar yang langsung diterbangkan dari pasar ikan Tsukiji dan Fukuoka Jepang lengkap bersama sake Jepang, sebutlah Ayu Potatikomi, Hamo Sumashigitate, dan masih banyak lagi. 

Sambil menikmati kelezatan hidangan yang tersedia, seroang Master Sake dari Jepang memberikan penjelasan mengenai sake yang disajikan bersama menu Omakase seperti Sake Fukumitsuya Kagatobijunmai dan Sake Takobi Junmai Koshininatsuume Niigutajunmai.

Sementara itu Blu Martini yang terkenal dengan 88 jenis Martini akan menjadi tuan rumah dari acara “X-cite Your Sense” pada 22 Juli 2010. Acara yang satu ini akan memadukan fashion dan seni meracik minuman atau cocktail. Seorang perancang busana muda berbakat Kleting Titis Wiganti, akan menampilkan label KLE-nya. Sedangkan Joseph Boroski, seorang MixsultantTM, bersama Liquid Chef dari Blu Martini, akan membuat kreasi cocktail unik dengan sentuhan molecular yang cita rasanya unik.

Tidak ketinggalan, dalam program ‘Taste’ ini juga ada cooking class di Lobo, yang diberi tajuk Pasta VS Pastry. Chef Mariano Liuzza membagikan tiga resep rahasianya dalam pembuatan pasta dan juga saus “al dente” dan Pesto alla Genovese. Sedangkan Chef I Made Kona mendemonstrasikan pembuatan tiramisu yang lezat. Hmmm… 

Photo by Streets of Food on Unsplash

Jangan lupa pada 26 Juli, jam 10.00 – 12.00 WIB, Pearl Chinese Restaurant di JW Marriott yang banyak menggaet gelar Best Chinese Restaurant, akan mengadakan kelas memasak dengan praktek langsung di dapurnya. Executive Chinese Chef John Chu akan membagikan resep favoritnya yang selama ini dirahasiakan. Ia akan menunjukkan kepada para tamu bagaimana cara memasak hidangan ala Kanton dengan gaya modern. 

Eksotisme Hidangan Sang Nyonya

0

Kuliner Singapura tidak jauh dengan Indonesia. Itu sebabnya, ketika berkunjung ke Negeri Singa tersebut, lidah sudah tidak asing lagi dengan makanan setempat. Nasi lemak, roti canai, laksa, itulah beberapa nama makanan yang populer. Agaknya makanan Malaysia tidak jauh berbeda dengan Indonesia, terutama dari gagrak masakan Melayu yang sama-sama makanan pokoknya nasi.

Secara garis besar masakan Singapura terdiri atas tiga jenis utama, yakni masakan China, Melayu, dan India. Masing-masing punya ciri khas dan rasa istimewa. Selain itu, juga ada masakan pembauran budaya dari masyarakat Nonya (keturunan) dan India Islam. Sedang menu-menu internasional, sebutlah makanan Eropa dan Mediterania tersedia pula. Apa saja kayaknya tersedia di negara pulau itu.

Pada suatu kesempatan ke Singapura saya ingin mencoba makanan Nonya — suatu istilah dalam bahasa Melayu lama yang digunakan sebagai tanda hormat kepada wanita dengan kedudukan sosial yang tinggi –, agaknya tidak salah kalau saya (dan gang media) memilih True Blue di Armenian Street. Inilah restoran peranakan yang mengusung nuansa kemewahan klasik, yang tercermi mulai dari dekorasi cantik hingga barang-barang pernik lainnya.

True Blue Cuisine yang berlokasi di sebelah Museum Peranakan itu berdiri pada November 2003. Ini memang bukan sekadar restoran, karena interiornya juga dirancang sesuai dengan sejarah kebudayaan peranakanan.

Di sini saya terkesan dengan perabotan antik, mulai dari lemari, meja, kursi, dan lain-lain. Beberapa perabot ternyata dijual, juga ada beberapa kebaya antik ala Nyonya tradisional, yang juga dijual di situ.

Dengan suasana yang sempurna untuk menikmati citarasa unik budaya Nyonya ini, saya mencoba berbagai masakan tradisional peranakan, seperti otak-otak, ayam buah keluak, yaitu hidangan ayam yang dimasak dengan saus kacang yang kental, serta itek tim, sup klasik yang dibuat dengan bebek, tomat, paprika, sayuran asin dan plum asam awetan yang dididihkan perlahan. Sedangkan dessert khas Nonya adalah kue dengan rasa kelapa dan aneka kue manis.

“Kami yakin, cara terbaik untuk menikmati makanan ala peranakan adalah makan di restoran ini, di mana atmosfer kebudayaan peranakan masih terjaga. It’s a living heritage,” ujar pemilik dan chef True Blue Cuisine, Benjamin Seck.

Beruntung saya dapat kesempatan mencicipi makanan peranakan di restoran yang tepat. Makanan Nonya memang berbeda dengan makanan Melayu atau pun China, meski unsur keduanya sangat kental mempengaruhi citarasa makanan ini.

Mengutip YourSingapore.com, citarasa makanan Nonya datang dari kaum peranakan, keturunan para imigran China awal yang menetap di Penang, Malaka, Indonesia, dan Singapura, untuk kemudian menikah dengan kaum Melayu setempat.

Rahasia kelezatan masakan peranakan ini adalah “rempah” yang terkandung di dalamnya, yaitu kombinasi bumbu dengan ukuran dan tekstur yang sangat spesifik, yang kemudian ditumbuk dalam lumpang atau cobek, yang menghasilkan menjadi pasta.

Makanan Nonya juga banyak menggunakan cabai, terasi, dan santan sebagai bahan penting saat memasak. Cara memasak mereka mencampurkan bahan-bahan dengan teknik memasak di wajan ala China, ditambah bumbu-bumbu yang digunakan oleh komunitas Melayu dan Indonesia untuk menciptakan hidangan yang memiliki rasa kuat, aromatik dan pedas. Hmmm… (Burhan Abe)

Culinary Legends of Batavia

0

Re-discover Batavian favorite recipes such as Soto Betawi, Sop Kaki Tanah Abang, Semoer Daging Betawi, Kerak Telor and much more. All are prepared by Chef Syaiful Bahri and his team for you to enjoy @ Asia Restaurant, The Ritz-Carlton, Jakarta.

Saya pasang flyer tersebut di wall FaceBook saya, lengkap dengan gambar suasana Betawi tempo dulu. Ternyata banyak yang menanggapi positif, jempol-jempol diberikan, bahkan ada teman berasal dari Filipina, yang pernah tinggal di Singapura dan Jakarta memberi komentar, “Another great reason to visit Jakarta!”

Di tengah serbuan makanan asing, makanan legendaris Betawi di Jakarta ternyata masih mendapat tempat di hati masyarakat, terutama pecinta kuliner. Dan memang tidak salah kalau holet sekelas The Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta menggagas festival makanan bertema Culinary Legends of Batavia di salah satu restorannya, Asia, sekalian menyambut haru ulang tahun Kota Jakarta yang ke 483. Hmmm… Jakarta ternyata lebih tua dari usia negara Indonesia.

Apa yang ada di benak Anda ketika mendengar kulinari Betawi? Pasti banyak, meski beberapa di antaranya sangat susah dicari. Chef de Cuisine Syaiful Bahri dan tim kulinernya sudah menyiapkan hidangan Betawi. Aneka resep terbaik para leluhur saat Jakarta masih bernama Batavia pada abad 16 silam, ada di sini.

Beruntung saya dan para wartawan kuliner dan gaya hidup mendapat kesempatan megikuti pembukaan festival makanan tersebut acara yang berlangsung pada 16 hingga 25 Juni 2010.

Daftar makanan yang dihidangkan memang banyak, dan setiap hari sangat bervariasi. Sebutlah Sop Kaki Kambing Tanah Abang, Macaroni Dutch (macaroni met ham en kaas), Bitter Ballen with Mustard Honey Sauce, Sayur Besan, Pepes Ikan Salem Mangga Muda, Gado-gado, Oseng-oseng Kangkung Jamur, Terik Daging Ayam Opor Kuning Jambal Pete Goreng Pedas, Tongseng Kambing Kwitang Kambing Bumbu Kecap Benteng, Gulai Sotong Muara Karang, Ayam Bakar Tanah Abang Nasi Goreng Udik, Kerak Telor “Bang Somad”, Gabus Pucung dan Saus Semur, Beer Pletok, dan masih banyak lagi.

Jangan lupa, sambil bersantap pengunjung bisa mendengarkan alunan musik khas Betawi, seperti Jali-Jali, Keroncong Kemayoran, Ondel-ondel, Lenggang Kangkung, dan lain-lain. Juga musik gambang kromong dengan penyanyi legendaris H. Benyamin Sueb.

Tidak hanya makanan dan hiburan memang, karena pernik-pernik pajangannya juga ikut menyesuaikan dengan suasana Betawi. Asia Restaurant sendiri disulap menajdi kota tua Batavia, dengan meletakkan barang-barang antik di depan dan sepanjang area restoran, seperti delman, becak dengan berbagai buah dan sayur mayur di dalamnya — ada kelapa, salak, pepaya, terong, dan lain-lain.

Di sebelah restoran juga ada window display rumah ala Betawi, kursi kayu, lemari kuno dengan barang-barang antik di atasnya, seperti piringan hitam zaman dahulu, setrika arang, radio tua, dan lain sebagainya. Untuk melengkapi atmosfer “tempo doeloe” tersebut, mobil antik Mercedes-Benz SL dan Pagoda ikut nongkrong di situ.

Sungguh sebuah pengalaman bersantap yang tak terlupakan! (Burhan Abe)

Table for Seven

0

Tonight’s dinner at Ce Wei, GF, Intiland Tower (used to be Dharmala Sakti) next to ANZ Building Jl Jend Sudirman/KH Mas Mansyur Jakarta. @7.30pm, 7 of us. Cu!

Pesan pengingat itu dikirim melalui Facebook Mobile. Ya, untuk kesekian kalinya kami berkumpul dalam sebuah perjamuan makan malam dengan pilihan tempat yang berpindah-pindah. Kami sebut ini sebuah ritual – menikmati wine dinner sambil mengobrol ringan.

Penggagasnya adalah Ida Bayuni, pemilik konsultan PR (public relations) B&W Communications, yang didirikannya sejak Juni 2001. Pesertanya adalah beberapa wartawan senior, serta klien B&W yang kebetulan kali ini adalah Singapore Tourism Board (STB), Jakarta – diwakili oleh Chooi Yee Choong (Regional Director ASEAN & Oceania) dan Retno Putri Nugroho (Asst. Manager, Tourism Business Indonesia). Para wartawan yang hadir, selain saya adalah M. Rasyid Ganie (Djakarta), Wahyu Indrasto (Eksekutif), dan Sari Narulita (Her World).

Ce Wei Restaurant yang berlokasi di Intiland Tower Jakarta itu adalah venue ke sekian yang kami pilih. Kalau biasanya yang kami kunjungi adalah wine lounge, kali ini adalah restoran cina. Master chefs-nya berasal dari Hong Kong, Malaysia, dan Singapura.

Cina mempunyai kekayaan kuliner yang kaya, serta mengembangkan seni masak-memasak yang mengagumkan. Ragam maupun gaya masakanya unik dari daerah ke daerah, masing-masing dengan kekhasan masakan tersendiri. Mulai dari hidangan ringan dan lembut hingga yang sophisticated dan penuh gaya.

Di Ce Wei kami bertujuh bisa merasakan hidangan manis asam ala Hunan, atau masakan ala Szechuan yang pedas, atau ala Kanton yang khas dengan tumis-tumisannya. Sekadar pengetahuan, harga makanan di Ce Wei dengan porsi standar berkisar 10 – 30 dolar AS per orang.

Yang sulit adalah bagaimana memadukan makanan tersebut dengan wine? Selain tidak ada sommelier-nya di restoran tersebut, yang lebih parah wine cellar-nya juga tidak ada. Tapi itu bukan halangan, Pak Chooi dari STB sudah berniat membawa sendiri minuman, tidak hanya wine tapi juga Baileys Irish Cream.

Minuman pertama, white wine asal Napa Valley, California. Wine Chardonnay tahun 2006 ini pas untuk pembuka, rasanya sedikit manis, dan menerbitkan selera untuk mencoba course-course yang lain.

Wine berikutnya adalah jenis merah Cabernet Merlot tahun 2004, asal Australia. Rasanya kompleks, dengan meski masih tergolong ringan. “Pilihan saya selalu red wine,” ujar Ida, dan ini diamini oleh yang lain.