Statusisasi

SIAPA pun bisa memotret, apalagi di zaman digital dan mobile seperti sekarang ini. Memotret sekarang ini tidak harus profesional, jumlah amatiran malah lebih banyak populasinya, karena begitu banyak tersedia kamera di pasaran, mulai dari SLR, kamera saku, hingga kamera ponsel yang hampir semua orang memilikinya.  

Objek foto sangat beragam, sebutlah pemandangan alam, pertunjukan musik, kegiatan keluarga, aktivitas teman-teman, bahkan makanan yang hendak kita santap.  

Dan yang penting, semua objek itu dengan gampangnya kita posting ke media sosial, baik Twitter, Facebook, atau Instagram yang memang menyediakan ruangnya untuk para anggotanya yang photomaniac, untuk eksistensi diri atau sekadar ”statusisasi” alias meng-update status.     

Tapi jangan sepelekan kamera ponsel yang jumlahnya makin bejibun. Menurut laporan Lyra Research, jumlah ponsel berkamera yang beredar saat ini telah melampui jumlah kamera poket dan DSLR. Kehadiran ponsel dengan sistem operasi Android, iOS, atau Windows Phone, misalnya, memberi pengaruh yang besar terhadap perkembangan fotografi ponsel. Hal itulah yang membuat pengguna smartphonekemudian tertarik menekuni dunia fotografi, tentunya dengan memaksimalkan kemampuan kamera smartphone-nya.    

Mereka kemudian membentuk komunitas-komunitas khusus yang tujuannya untuk memberdayakan diri, sebutlah iPhonesia untuk para iPhoneografer (sebutan untuk fotografer pengguna iPhone) di Indonesia, atau Fotodroid untuk fotografer pengguna kamera ponsel berbasis Android, dan seterusnya.  

Sebenarnya yang memberi pengaruh lainnya terhadap dunia fotografi ponsel adalah aplikasi. Adanya aplikasi tersebut sangat membantu fotografer smartphone mengeksplorasi gambar yang direkamnya. Aplikasi digunakan untuk mengatasi keterbatasan ponsel berkamera dibanding kamera DSLR atau kamera poket. “Karena kebutuhan aplikasi yang kian penting, tidak jarang fotografer smartphone memiliki lebih dari satu aplikasi dalam ponselnya. Saya sendiri memiliki lebih dari 100 aplikasi edit foto,” ujar Hieronimus Gunawan H.P., salah seroang aktivis komunitas iPhonesia (baca MALE Zone – MALE 47).  

Bisa dikatakan kemampuan aplikasi tersebut tidak hanya untuk kebutuhan mengedit. Lebih dari itu, juga bisa digunakan untuk memanipulasi foto, yang sedikit sulit dilakukan saat menggunakan kamera poket atau DSLR. Itu sebabnya, banyak media berani memakai kamera smartphone untuk memproduksi gambar atau pun video untuk kepentingan berita.  

Dengan semakin baiknya kamera di ponsel, khususnya smartphone, faktanya memang memberi perlawanan yang sengit terhadap kamera beneran, kamera  poket dan DSLR. Kualitas foto dari smartphone tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Dengan teknologi kamera smartphoneyang semakin berkembang, tidak ada batasan untuk berbagai jenis fotografi, bahkan untuk kategori terbatas sekalipun.  

Sudah terbayangkah ketika jumlah ponsel berkamera di Indonesia sudah melebihi populasi penduduknya? Dengan 280 juta ponsel, praktis tak ada orang yang berpergian tanpa membawa kamera, dan setiap orang punya kesempatan menempatkan dirinya pada sebuah “galeri” layar kaca.   Layar kaca yang dulu didominasi oleh televisi pun berevolusi dengan hadirnya layar-layar kaca baru: komputer, laptop, tablet, dan smartphone. Semua orang bisa menyebarluaskan berita dan gambar dengan cepat, bahkan memanipulasi. Selamat di era di mana setiap orang, menurut Rhenald Kasali, tiba-tiba sadar tentang dunia pencitraan. (Burhan Abe)

Related Stories

spot_img

Discover

Terus Mau Sampai Kapan Cuma Jadi Penonton? Ini Dua...

Iya, maaf kalau judulnya pedes. Tapi coba tanya diri sendiri:“Usahamu sekarang benar-benar berkembang, atau...

Catatan Seru Buat Kamu yang Lagi Bangun UMKM

Biar Nggak Cuma Posting, Tapi Jualan Beneran Laku Siapa sih yang nggak mau tokonya rame...

Mengubah AI dari Sekadar Tren Jadi Mesin Uang

Catatan untuk Mereka yang Ingin Kerja Lebih Cerdas Kita sedang hidup di masa paling unik...

Rasa yang Membara dan Penuh Elegansi: Cita Rasa Thailand...

Ada kalanya, pengalaman kuliner tak hanya soal rasa, melainkan juga soal suasana, cerita, dan...

Sebuah Gelas, Sebuah Gaya Hidup

Ada dua jenis pria di dunia ini: mereka yang memesan Martini dengan yakin, dan...

Slow Burn: Cerutu, Gaya Hidup, dan Maskulinitas yang Disadari

Cerutu itu bukan sekadar asap atau gaya. Ini soal sikap. Dan Slow Burn menyajikan...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here