Home Blog Page 7

Sebuah Gelas, Sebuah Gaya Hidup

Ada dua jenis pria di dunia ini: mereka yang memesan Martini dengan yakin, dan mereka yang diam-diam mencobanya di rumah. Buku ini dibuat untuk keduanya.

Shaken, Not Stirred: The Martini Manifesto adalah pernyataan sikap dari Burhan Abe, jurnalis gaya hidup yang sudah terlalu lama mengamati dunia urban culture dari dekat. Dalam buku ini, Abe tidak sekadar menulis tentang cara membuat Martini. Ia menulis tentang bagaimana hidup seharusnya dijalani — dengan presisi, dengan gaya, dan tentu saja, dengan rasa.

Martini adalah minuman yang jujur. Terlalu banyak vermouth, terlalu sedikit gin — dan kamu bisa merasakannya dalam satu tegukan. Begitu juga hidup. Kesalahan kecil bisa terasa besar, dan detail bukan sekadar aksesori, tapi esensi.

Buku ini membawa kita menelusuri sejarah Martini, dari bar tua di San Francisco ke layar emas Hollywood. Tapi yang paling menarik adalah bagaimana penulis mengaitkannya dengan karakter pria modern: tidak perlu ribut, cukup tajam. Tidak banyak gaya, tapi penuh kelas.

Download di SINI ya.

Layout buku ini elegan, dengan infografik yang informatif dan ilustrasi yang membuat kamu ingin segera meracik versi kamu sendiri. Di bab “Home Bar ala 007”, Abe membocorkan formula membangun atmosfer di rumah yang membuat siapapun ingin duduk dan mendengarkan musik jazz sambil menyeruput rasa klasik dari gelas segitiga.

Yang membedakan buku ini dari banyak buku cocktail lainnya adalah nadanya: bukan sok tahu, tapi tahu betul apa yang dibicarakan. Dan tahu bagaimana menyampaikannya dengan santai tapi berisi — seperti percakapan larut malam di bar hotel bintang lima.

Martini, seperti kata Abe di halaman terakhirnya, adalah keputusan. Dan pria yang tahu apa yang dia minum, biasanya tahu juga apa yang dia inginkan dalam hidup. (Laurens G. Manus)

📥 Baca dan unduh buku ini di sini: The Martini Manifesto

Slow Burn: Cerutu, Gaya Hidup, dan Maskulinitas yang Disadari

0

Cerutu itu bukan sekadar asap atau gaya. Ini soal sikap. Dan Slow Burn menyajikan semua itu dalam satu paket: informasi, cerita, dan keheningan yang berkelas.

Ditulis oleh jurnalis senior yang telah malang melintang di dunia gaya hidup dan luxury living—buku ini bukan panduan teknis biasa. Ini adalah refleksi tajam, kontemplatif, dan sangat maskulin tentang bagaimana cerutu menjadi bagian dari gaya hidup pria modern yang tahu cara berhenti sejenak, berpikir dalam, dan menikmati waktu.

Di tengah dunia yang serba cepat, penuh notifikasi, dan obrolan kosong, Slow Burn hadir seperti lounge kulit klasik dengan pencahayaan redup dan segelas scotch di tangan kanan. Lewat tujuh babnya, buku ini membedah cerutu bukan hanya dari bentuk dan rasa, tapi dari makna. Dari kebun tembakau Jember, ruang fermentasi di Taru Martani, hingga klub-klub privat dan coffee shop berasap di Jakarta—semua diramu dengan elegan.

Yang menarik, buku ini menyelipkan kisah-kisah tokoh pria besar yang menyatu dengan cerutu: Che Guevara, Winston Churchill, hingga karakter fiksi seperti Don Corleone. Cerutu bukan tentang mengikuti tren, tapi tentang mempertahankan karakter.

Download di SINI ya.

Buku ini juga memperkenalkan kita pada brand lokal seperti BIN Cigar, yang semua produknya diekspor dan JT Royale milik Jeremy Thomas. Ada Benny Prasetyo pengggiat di komunitas cerutu via platformnya, Cigar Universe Asia. Semua menunjukkan bahwa cerutu Indonesia tak kalah dari Kuba, Dominika, atau Nikaragua. Malah, punya soul sendiri—dari tanah vulkanik dan tangan-tangan terampil anak bangsa.

Ada bab favorit: soal komunitas. Karena cerutu bukan konsumsi solo. Ini tentang pertemanan dan persaudaraan. Obrolan jujur. Percakapan yang pelan tapi dalam. Di lounge Borobudur, Merapi, Bintaro, hingga pojok bar tersembunyi di Bandung—ada semangat pertemanan, bisnis, dan hormat yang dibangun dari satu batang yang terbakar lambat.

Slow Burn adalah ajakan bagi pria untuk kembali menguasai ruang dan waktu. Bukan dengan tergesa, tapi dengan sadar. Bukan dengan pamer, tapi dengan kendali. (Ely Alvaro Gibran)

📘 Kalau kamu menghargai kualitas, tradisi, dan ritme hidup yang tak tergesa—buku ini untukmu.
Download sekarang di:
👉 Slow Burn, Cerita Cerutu dari Jember ke Havana

Belajar Naik Kelas Jadi Pebisnis Digital Lewat Buku Ini

0

Sebagai seseorang yang pernah mencoba berjualan kecil-kecilan—dari frozen food, kopi literan, sampai jasa konten—saya tahu betul rasanya jadi pelaku UMKM yang serba sendiri. Bikin produk, ambil foto, jawab chat, sampai antar pesanan sendiri. Rasanya melelahkan, apalagi saat harus mulai belajar digital marketing, padahal belum tahu bedanya feed dan reels.

Itu sebabnya saya merasa relate banget saat membaca buku UMKM Naik Kelas: Cara Sederhana Go Digital dan Cuan Maksimal. Buku ini bukan teori tinggi atau bahasa rumit ala pelatihan instansi. Justru sebaliknya—sederhana, aplikatif, dan ditulis dengan empati terhadap realitas UMKM di lapangan. Setiap bab-nya seperti teman ngobrol yang paham kondisi kita: modal terbatas, waktu sempit, tapi semangat besar.

Isinya padat tapi ringan. Mulai dari cara memilih platform digital yang tepat, membuat foto produk dengan HP, menulis caption yang menjual, hingga pakai WhatsApp Business dan Canva secara efektif. Bahkan ada bonus worksheet, kartu ucapan, dan template siap pakai yang benar-benar membantu. Saya sendiri langsung pakai salah satu prompt ChatGPT-nya untuk membuat caption jualan!

Yang saya suka, buku ini tak hanya memberi ilmu teknis, tapi juga semangat. Bahwa naik kelas itu bukan soal viral atau banyak modal—tapi soal konsistensi, keberanian belajar, dan memahami pelanggan. Nilai-nilai itu yang sering luput dari pelatihan bisnis formal. (Sumarsih, Jakpreneur, Jakarta Utara)

📥 Kalau kamu pelaku UMKM atau baru mulai usaha, buku ini wajib kamu baca.
Langsung saja unduh di sini: 👉 UMKM Naik Kelas

Kopi 4.0: Menyeduh Gaya Hidup, Meneguk Tren Bisnis Baru

0

Dulu, ngopi itu soal bangun pagi atau begadang malam. Kini, secangkir kopi bisa berarti lebih dari itu—simbol gaya hidup, bahasa pergaulan, bahkan titik temu antara budaya, ekonomi, dan teknologi. Inilah yang digambarkan secara menarik dalam Kopi 4.0, buku terbaru karya jurnalis senior dan praktisi media, Burhan Abe.

Buku ini bukan sekadar cerita soal biji Arabika atau Robusta. Lebih dari itu, Kopi 4.0 membongkar lapis demi lapis transformasi dunia kopi di Indonesia, dari sudut pandang sosial, bisnis, hingga digital. Dalam gaya tulis yang renyah dan informatif, pembaca diajak menelusuri bagaimana kopi—yang dulunya identik dengan warung pinggir jalan atau tongkrongan sederhana—bermutasi menjadi fenomena gaya hidup generasi urban.

Donwload di SINI

Dari gerai kecil seperti Tuku yang meledak berkat kopi susu gula aren, sampai Kopi Kenangan yang mengandalkan strategi branding lokal dan ekspansi agresif lewat aplikasi. Dari eksistensi Starbucks yang membawa budaya “third place” ke Indonesia, sampai kemunculan brand internasional seperti %Arabica yang menjual minimalisme dan estetika rasa.

Buku ini merangkum semuanya dengan jernih, lengkap dengan data, insight pasar, dan kisah-kisah menarik di balik cangkir kopi yang kita nikmati hari ini.

Buku ini cocok dibaca oleh siapa saja: pecinta kopi yang ingin tahu lebih dari sekadar rasa, pelaku usaha yang tertarik masuk ke industri F&B, pegiat startup yang ingin belajar dari model bisnis disruptif, hingga mahasiswa dan profesional di bidang pemasaran atau gaya hidup.

Apa yang membuat Kopi 4.0 istimewa adalah kemampuannya menangkap zeitgeist—semangat zaman—dengan pendekatan yang tidak menggurui.

Penulis tidak hanya menyajikan fakta dan angka, tapi juga menghubungkannya dengan realitas sehari-hari: bagaimana budaya ngopi membentuk perilaku konsumen, bagaimana media sosial menciptakan tren minuman viral, hingga bagaimana perubahan pasca-pandemi mempercepat adopsi layanan digital dalam industri kopi.

Buku ini terasa seperti obrolan santai dengan teman yang paham betul dunia kopi, bisnis, dan gaya hidup—dan tahu caranya membuat semuanya relevan untuk dibaca siapa pun.

Di bagian akhir, Kopi 4.0 juga menyajikan lampiran-lampiran yang menarik: mulai dari infografik tren kopi kekinian, peta brand kopi lokal, sampai panduan singkat memilih jenis kopi yang cocok dengan kepribadian atau gaya hidupmu.

Ini bukan sekadar tambahan, tapi bentuk konkret dari semangat buku ini—bahwa memahami dunia kopi hari ini juga berarti memahami dinamika sosial, ekonomi, bahkan psikologis yang membentuknya.

Kopi 4.0 adalah buku yang menyegarkan seperti es kopi susu di siang panas—dan cukup berbobot untuk dinikmati perlahan seperti long black di sore hari. (Reyhan Fabiano)

📘 Download bukunya sekarang di sini: KOPI 4.0

Banyan Tree Mengajak Dunia Mengambil “Sacred Pause” Lewat Kampanye Global #ThisRightNow di Hari Kesehatan Dunia 2025

0

Dari lembah gurun hingga karang tropis, dari kuil sakral hingga gunung bersalju—Banyan Tree menghadirkan pengalaman menyentuh jiwa demi menyambut momen kehadiran yang sejati.

Dalam semangat Global Wellness Day 2025, Banyan Tree, merek utama dari Banyan Group (SGX: B58), meluncurkan kampanye global bertajuk #ThisRightNow—sebuah ajakan untuk jeda sejenak, bernapas dalam, dan kembali terkoneksi dengan apa yang benar-benar penting.

Melalui rangkaian pengalaman imersif di berbagai sanctuary eksotis milik Banyan Tree di seluruh dunia, #ThisRightNow mengajak para pelancong modern untuk menjalani momen dengan penuh kesadaran. Setiap pengalaman dirancang untuk menciptakan koneksi mendalam antara manusia dan alam, terinspirasi dari kearifan lokal, ritme leluhur, dan lanskap bumi yang memukau.

Menghidupkan Momen Hadir di Berbagai Sudut Dunia

Dari Banyan Tree AlUla di Arab Saudi dengan malam penuh bintang di Lembah Ashar, hingga Buahan, a Banyan Tree Escape di Bali yang menghadirkan berkat kuil dan ritual astrologi yang membumi—setiap lokasi menawarkan sacred pause yang berbeda.

  • Banyan Tree Lijiang: Kemegahan sunyi Gunung Salju Jade Dragon menyuguhkan kehadiran yang melampaui kata-kata.
  • Banyan Tree Ringha: Lembah Himalaya memeluk pengunjung dalam ketenangan spiritual yang langka.
  • Banyan Tree Mayakoba: Situs suci Maya menyampaikan bisikan kebijaksanaan dari masa lampau.
  • Banyan Tree Dubai: Jalur hidrotermal Rainforest Trail membuka jalan menuju refleksi batin.
  • Banyan Tree Vabbinfaru: Irama kehidupan bawah laut membangkitkan kesadaran yang lebih dalam.
  • Banyan Tree Phuket dan Krabi: Hutan mangrove dan laguna tenang menciptakan ruang untuk introspeksi dan keheningan pantai yang menyegarkan jiwa.

Baca juga: Wine Not? Segelas Cerita, Secuil Gaya Hidup

Ekosistem Wellbeing Terpadu untuk Pelancong Modern

Sebagai pionir dalam dunia holistic wellbeing, Banyan Tree terus mengembangkan layanan dan fasilitas yang dirancang untuk keseimbangan tubuh, pikiran, dan jiwa. Termasuk di dalamnya:

  • Banyan Tree Connections: Retreat personal untuk dua orang yang menyatukan gerakan, mindfulness, dan ritual keseharian.
  • Wellbeing Sanctuary: Kategori kamar khusus dengan ritual tidur, kuliner sehat, dan praktik harian yang diinspirasi oleh lokasi.
  • Visiting Practitioners Programme: Sesi eksklusif bersama pakar global seperti Laura Hof (metode Wim Hof), Harriet Emily (sound healing), dan Gabrielle Mendoza (restorative yoga).

Bermimpi Jadi Unicorn? Mulai dari 3 Buku Ini

0

Ingin membangun startup tapi bingung mulai dari mana? Atau sedang dalam fase tumbuh tapi merasa timmu belum solid? Atau mungkin kamu sedang terjebak dalam kebuntuan dan butuh inspirasi dari mereka yang pernah gagal tapi akhirnya sukses?

Tiga e-book tulisan Burhan Abe ini bisa menjadi panduan praktis dan inspiratif yang kamu butuhkan. Dirancang sebagai trilogi, buku-buku ini membahas setiap tahap dalam perjalanan sebuah startup: dari membangun fondasi yang kokoh, mengembangkan bisnis secara strategis, hingga bertahan dan bangkit dalam menghadapi tantangan.

Mari kita mulai menelusuri satu per satu.

1. Startup 101 – Membangun Fondasi Bisnis dari Nol

📘 Baca di sini

Buku pertama ini adalah titik awal yang solid bagi siapa saja yang ingin memahami dunia startup dari dasar. Di era digital saat ini, membangun bisnis tidak cukup hanya dengan ide keren—yang dibutuhkan adalah fondasi yang kuat dan mindset yang tepat.

Startup 101 membahas fase awal membangun startup: mulai dari bagaimana menemukan dan memvalidasi ide, menyusun rencana bisnis, hingga strategi pendanaan awal. Tak hanya itu, buku ini juga mengupas tentang pentingnya memahami pasar, pelanggan, dan kebutuhan yang ingin dipecahkan oleh startup-mu.

Cocok untuk calon founder, mahasiswa, profesional muda, atau siapa saja yang tengah mempersiapkan langkah awal menuju dunia bisnis digital. Buku ini menyederhanakan konsep-konsep yang kompleks dan menyajikannya dengan gaya yang mudah dicerna.

Highlight:
  • Panduan memulai dari nol, bukan dari “punya modal dulu”
  • Menjawab pertanyaan: apakah ide saya cukup layak untuk dijalankan?
  • Cocok sebagai bacaan awal sebelum pitching ke investor

Gaya Kepemimpinan Efektif: Antara Power, People, dan Playbook

0
Oleh Maureen ASD, Rizkiana Shadewi, & Eileen Rachman

Di dunia kerja, bos keren bukan cuma soal seberapa tinggi jabatan di kartu nama. Tapi tentang seberapa mampu dia bikin timnya nyala terus, target tercapai, dan semua tetap waras.

Nah, gaya kepemimpinan itu ibarat playlist: salah pilih genre bisa bikin suasana jadi hambar atau malah chaos. Tapi kalau pas? Dijamin, tim bisa perform kayak band papan atas—kompak, kreatif, dan produktif.

Kenalan Dulu Sama Enam Gaya Utama

Menurut Hogan Assessment, ada enam gaya kepemimpinan utama yang bisa lo pahami lewat konsep Leader Focus. Nggak ada yang paling benar, tapi yang paling pas buat situasi dan karakter lo.

Bacaan Menarik: Membangun Mesin Uang di Era AI 

  1. Result Leader – Fokusnya? Target, target, dan target! Tipe ini cocok buat yang doyan tantangan dan nggak takut ngasih tekanan.
  2. People Leader – Si empatik. Bikin suasana kerja kayak rumah sendiri. Peduli mood tim dan tahu kapan harus jadi pendengar.
  3. Process Leader – Tipe yang rapi jali dan taat aturan. Cocok di organisasi yang butuh stabilitas dan minim risiko.
  4. Thought Leader – Si pemikir. Penuh ide segar dan strategi. Biasanya yang kayak gini sering dilabeli “visioner”.
  5. Social Leader – Ahli ngegaet orang. Jejaring luas, tahu siapa harus dihubungi buat tiap masalah.
  6. Data Leader – Si logis. Keputusan harus pakai angka. Intuisi? Nanti dulu.

Dua Pemimpin, Dua Cerita: Barra vs Hsieh

Sekarang kita intip dua tokoh beda gaya, tapi sama-sama bikin sejarah: Mary Barra (General Motors) dan Tony Hsieh (Zappos).

Mary Barra datang ke GM saat perusahaan lagi “berdarah-darah”—skandal ignition switch yang fatal. Tapi dia nggak cuma beresin masalah teknis. Dia rombak budaya perusahaan! Aturannya disimplifikasi, komunikasi dibuka, dan semua orang didorong buat speak up. Hasilnya? GM nggak cuma bangkit, tapi juga tumbuh jadi lebih sehat secara kultur.

Tony Hsieh, di sisi lain, bikin Zappos jadi role model happy workplace. Dia bahkan buang sistem hierarki lewat konsep holacracy. Di awal, semua happy. Tapi makin ke sini, sistem ini bikin bingung siapa ngapain. Akhirnya, bisnis pun jadi kurang fokus.

Dari dua cerita ini, kelihatan banget: gaya kepemimpinan harus sesuai konteks. Barra tahu kapan tegas, kapan mendengar. Hsieh terlalu fokus ke vibes, lupa soal struktur.

Baca juga: Nyari Cuan di Internet Sambil Rebahan?

Bikin Startup di 2025, Masih Menarik? Banget—Asal Tahu Celahnya!

0

Setelah dunia startup sempat gonjang-ganjing dengan gelombang PHK dan isu “bakar uang” yang tak lagi seksi, banyak yang mulai skeptis: apakah memulai startup di Indonesia masih relevan?

Jawabannya: masih sangat menarik—kalau kamu bisa baca arah angin dan berani main di zona baru.

Indonesia dengan 270 juta penduduk, jutaan pelaku UMKM, dan pengguna internet yang makin aktif setiap harinya tetap jadi ladang subur untuk ide-ide segar. Tapi kuncinya bukan lagi kecepatan dan “growth hacking”—melainkan solusi nyata, relevansi lokal, dan keberlanjutan.

1. Startup Ramah Lingkungan yang Benar-Benar Berguna

Tren gaya hidup berkelanjutan bukan cuma soal pakai tote bag dan sedotan bambu. Saat ini, makin banyak brand dan individu yang peduli jejak karbon, sisa makanan, hingga pengelolaan limbah rumah tangga.

Bayangkan ada startup lokal yang membantu orang-orang di kota mengubah sisa dapur jadi kompos dengan mudah, atau menghubungkan rumah tangga dengan bank sampah digital. Atau lebih canggih: platform penghitungan dan “offset” karbon pribadi bagi pengguna transportasi daring.

Startup seperti ini bisa kerja sama dengan brand F&B, kampus, bahkan pemkot.

Kenapa ini potensial?

  • ESG jadi standar baru di bisnis
  • Generasi Z makin sadar lingkungan
  • Banyak kota butuh solusi cepat, murah, dan scalable untuk masalah sampah

2. Microlearning Berbasis AI: Belajar Skill Singkat, Anti Ribet

Pernah merasa overwhelm ikut kursus online yang durasinya berjam-jam? Nah, bayangkan ada aplikasi belajar skill praktis (edit video, Excel, desain Canva, hingga belajar AI prompt!) dalam bentuk konten microlearning — durasi 1–5 menit, langsung bisa dipraktikkan.

Dengan bantuan AI, kontennya bisa otomatis menyesuaikan dengan gaya belajar, kecepatan user, bahkan memberi soal latihan yang adaptif.

Startup seperti ini cocok menyasar pelajar, pekerja kantoran, hingga ibu rumah tangga yang pengin upskill tapi waktunya terbatas.

Kenapa ini relevan?

  • Tren short-form learning makin kuat
  • Banyak orang ingin belajar cepat, ringan, dan aplikatif
  • Bisa diintegrasikan dengan sertifikasi digital atau peluang kerja remote

Baca juga: Cuan dari Rumah – 5 Bisnis Digital yang Bisa Kamu Mulai Hari Ini 

Jadi, Harus Mulai dari Mana?

Kalau kamu punya minat di bidang digital, desain, edukasi, atau lingkungan—ini saat yang tepat buat mulai bangun MVP (Minimum Viable Product), uji coba ide di komunitas, dan bikin tim kecil.

Bacaan lebih lanjut, cekidot https://lynk.id/StartUp1

Kuncinya bukan seberapa canggih teknologimu, tapi seberapa tepat solusimu untuk masalah sehari-hari.

Nyari Cuan di Internet: Dari Rebahan Jadi Uang Beneran

Siapa bilang cari duit harus pergi pagi pulang malam, kena macet, terus gaji habis buat ongkos dan makan siang? Sekarang, nyari cuan bisa dilakukan sambil ngopi di rumah, rebahan, atau bahkan sambil traveling. Internet bukan lagi cuma tempat cari hiburan, tapi juga ladang penghasilan yang terbuka buat siapa aja—asal mau belajar dan konsisten.

Kamu mungkin udah sering denger soal orang yang bisa beli motor, gadget, bahkan rumah cuma dari hasil ngonten atau jualan online. Awalnya terdengar kayak mimpi, tapi faktanya makin banyak orang yang menjadikan internet sebagai sumber penghasilan utama. Dan kabar baiknya: kamu juga bisa.

Mari kita mulai dari satu fakta sederhana—duit itu memang tidak jatuh dari langit. Tapi kalau kamu tahu tempat dan caranya, internet bisa jadi hujan rezeki.

Dari Hobi Jadi Profesi

Banyak orang mulai nyari cuan online dari hal yang mereka suka. Misalnya, seseorang yang suka ngedit video, awalnya cuma iseng bikin konten TikTok, lama-lama ditawari jasa editin video orang lain. Ada juga yang hobi masak, mulai rutin posting resep di Instagram, lalu diajak endorse produk dapur. Bahkan yang suka nulis, bisa dapat pemasukan dari blog pribadi atau jadi penulis freelance.

Intinya, dunia digital itu menghargai kreativitas dan konsistensi. Gak harus langsung viral atau punya follower ribuan. Yang penting, kamu punya suara, gaya, dan konten yang relevan. Uang akan mengikuti seiring berkembangnya audiens dan kepercayaan.

Jualan Online: Gak Harus Punya Toko

Kalau kamu punya barang untuk dijual—entah itu produk buatan sendiri, barang titipan, atau jadi reseller—kamu udah bisa mulai bisnis online. Gak perlu sewa toko, cukup modal akun marketplace atau media sosial.

Banyak orang mulai dari skala kecil: jualan baju preloved, hampers buatan tangan, atau makanan ringan. Kunci utamanya ada di foto yang menarik, caption yang menggoda, dan pelayanan yang cepat. Apalagi sekarang sudah ada TikTok Shop, yang bikin pengalaman jualan makin interaktif dan seru.

Jangan remehkan jualan online cuma karena “keliatannya receh”. Dari jualan keripik, banyak yang udah bisa beli rumah. Asal serius, konsisten, dan terus belajar, hasilnya bisa luar biasa.

Jadi Freelancer: Skill Adalah Aset

Kalau kamu punya keahlian tertentu—misalnya desain, menulis, menerjemahkan, coding, atau ngajar—freelancing bisa jadi cara paling cepat buat mulai dapet uang dari internet. Situs seperti Fiverr, Upwork, atau Sribulancer jadi tempat bertemunya klien dari seluruh dunia dengan orang-orang kayak kamu.

Enaknya freelance? Kamu bisa kerja dari mana aja, ngatur waktu sendiri, dan dapat bayaran dalam mata uang asing kalau main di pasar global. Tantangannya: kamu harus bisa jualan diri kamu sendiri—dalam arti profesional, ya. Selengkapnya cek di sini.

Meet Burhan Abe

0

Meet Burhan Abe — a sharp-minded storyteller and digital architect with journalism in his DNA and innovation in his stride. From magazine features to startup playbooks, he’s a creative force bridging the worlds of media, business, and technology. Whether crafting a ESQUIRE-style deep dive, launching Sabako Lab for social-first content, or scripting AI-powered investment tips, he moves fluidly between insight and execution.

He’s the kind of thinker who sees beyond the headline — turning national programs, like UMKM or CSR events, into compelling narratives. Equally at home in a mall café scene or boardroom pitch deck, Abe is a voice for the modern professional: informed, entrepreneurial, and endlessly curious.

(ChatGPT Version)

Cekdot: jakartajive.com, padusi.id, sorogan.id, parentsguide.co, qlabbe.com